Anak-anak muda yang mengalami kewalahan memenuhi ekspektasi peran sosial ini tidak mempunyai rumusan rasa dan keinginan diri pribadi yang sejati (honne) dan aktualisasinya di publik (tatemae) yang diperlukan untuk menghadapi banyak paradoks dalam kehidupan manusia di masa dewasa. Â
Hikikomori terkait utamanya pada perubahan ke masa dewasa yang dipenuhi dengan berbagai tanggung jawab dan ekspektasi.Â
Ada indikasi negara modern seperti Jepang gagal memberikan suasana lingkungan yang bermakna untuk beberapa anak-anak muda dengan kondisi psikologis yang rentan dalam masa perubahan menuju perannya sebagai orang dewasa yang matang.Â
Seperti kebanyakan masyarakat, Jepang memberikan tekanan yang besar pada orang mudanya untuk sukses dan mempertahankan status kuo sosial yang ada.Â
Secara historis, ajaran Konfusianisme di sebagian besar Asia Timur, yang tidak menekankan individualis dan lebih mengutamakan sikap konformis untuk memastikan keharmonisan sosial masyarakat yang sangat hierarkis, mungkin menjelaskan munculnya fenomena hikikomori.Â
Setelah tamat kuliah, anak-anak muda juga menghadapi realita sulitnya mencari pekerjaan dan sering kali hanya dapat melakukan pekerjaan paruh waktu dan pada akhirnya hanya memiliki penghasilan yang sedikit sehingga tidak mampu untuk membentuk keluarga. Hal ini menjadi tekanan mental tersendiri yang mendorong perilaku hikikomori.Â
Belum lagi faktor tekanan dari sesama kolega atau teman berupa perundungan terkait fisik, ekonomi, ataupun pendidikan, dapat berkontribusi pada perilaku seseorang yang mengisolasi dirinya.Â
Masalah keluarga seperti perceraian, orang tua yang meninggal juga dapat menjadi pemicu seseorang mengisolasi diri.Â
Pertolongan untuk hikikomori
Mengenal hikikomori ini tentunya bukan hanya sekedar pengetahuan bagi kita. Hikikomori adalah masalah sosial yang sedapat mungkin dicegah. Edukasi akan hal ini akan memberikan petunjuk yang lebih tepat sasaran dalam menghadapi orang-orang yang melakukan hikikomori maupun orang yang memiliki kecenderungan demikian.Â
Dilansir dari Psychology Today, sebuah studi tahun 2019 yang diterbitkan di jurnal Frontiers of Psychology menyatakan hikikomori terutama menyangkut hubungan interpersonal seseorang dan individunya juga menampilkan faktor risiko bunuh diri. Penelitian lainnya menunjukkan hikikomori erat kaitannya dengan perasaan tidak berdaya, terutama trauma karena pengalaman masa lalu yang terkait dengan kegagalan dan rasa cemas menghadapi tantangan di masa depan.