Mohon tunggu...
Shirley
Shirley Mohon Tunggu... Lainnya - Berpengalaman sebagai Apoteker di sebuah rumah sakit

Saya menyukai alam, musik, dan sejarah dunia. "Bacaan yang baik menyehatkan pikiran sebagaimana olahraga yang tepat menyehatkan raga."

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Kekayaan Nusantara yang Hilang di Muara Jambi

2 Juli 2024   00:14 Diperbarui: 2 Juli 2024   16:16 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wawancara Najwa Shihab dengan Agus Widiatmoko di Candi Kotomahligai yang sedang dalam proses pemugaran. (Foto: Youtube Najwa Shihab)

Dari analisis karbon di laboratorium yang sudah dilakukan, diketahui ada rentang antara abad ke-6 hingga abad ke-13 (hampir 600 tahun) di mana kompleks bangunan atau candi ini digunakan.

Arca Buddha yang ditemukan di area Candi Kotomahligai adalah bergaya Gupta, di mana ukiran kepala Buddha bergaya khas arca Gupta yang berkembang di abad ke-5 dan ke-6, yaitu bentuk telinga yang panjang, rambut keriting, hidung dan juga bibir yang khas. Analisis karbon juga menunjukkan artefak ini berasal dari abad ke-6, kemungkinan dari Dinasti Gupta di India. Raja Gupta jugalah yang membangun mahavihara di Nalanda.

Dari investigasi lebih mendalam diketahui bahwa dulunya area ini adalah suatu perguruan atau pusat pendidikan. Investigasi dilakukan dengan membandingkannya dengan model perguruan-perguruan Buddhis yang sezaman.

Selain itu dari sumber sebuah ‘copperplate’ Nalanda, diketahui terdapat relasi antara kawasan ini dengan sebuah vihara terbesar yang dibangun oleh Raja Balaputradewa dari Suwarnadwipa (Sumatera). Suwarnadwipa atau pulau Emas adalah julukan bagi Pulau Sumatera di era kejayaan Muara Jambi. 

Balaputradewa adalah Maharaja Sriwijaya ke-11 yang namanya dicantumkan dalam Prasasti Nalanda.  Prasasti Nalanda sendiri bukanlah prasasti yang ditemukan di Nusantara. Prasasti ini ditemukan pada tahun 1921 di sebuah ruangan depan Biara Nalanda di Bihar, India.

Situs candi ini menjadi sedemikian penting juga karena luas wilayahnya mencapai hampir 4.000 hektar (tepatnya 3.981 hektar) yaitu 8 kali lipat luas Candi Borobudur. 

Tidak heran tempat ini menjadi kompleks percandian terluas di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Candi ini juga telah didaftarkan oleh pemerintah Indonesia ke UNESCO dan pada 2009 diakui sebagai salah satu Situs Warisan Dunia.

Kompleks candi tidak hanya memiliki ratusan candi dan menapo, namun juga berisi situs pemukiman kuno dan perairan yang digunakan di masa itu. 

Pak Agus Widiatmoko menjelaskan kala itu perguruan tidak hanya sebagai tempat belajar, namun juga menjadi tempat tinggal bersama para Bikkhu dan para pelajar muda. Sedangkan di luar asrama perguruan ini juga banyak ditemukan aneka artefak peralatan rumah tangga dari China, seperti piring, mangkok, dan tempat obat-obatan. 

Hal ini menunjukkan pada masa itu orang dari China sudah datang ke Nusantara untuk belajar di perguruan dan ini sejalan dengan cerita seorang biksu terkenal yang bernama I Ching atau I Tsing dalam bukunya Nan Hai.

Persinggahan I Ching dan Atisa Dipamkara

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun