Kesimpulan akan hal ini masih tidak pasti, namun ada indikasi gagasan kekayaan atau kemapanan membuat manusia cenderung untuk mempertimbangkan prilaku selingkuh. Penelitian ini memang tidak menunjukkan besarnya pendapatan berkorelasi dengan perselingkuhan, namun penelitian ini memberikan beberapa bukti yang mengesankan ada korelasi antara hal tersebut.Â
"Bila seseorang khawatir ada tidaknya makanan di meja dan tempat tinggal, maka akan sedikit kemungkinan hubungannya tidak stabil. Namun bila seseorang telah tercukupi kebutuhan dasarnya dan mereka tidak khawatir akan tagihan, maka mereka akan cenderung memikirkan hal-hal mewah dan memiliki lebih banyak pilihan dalam hidupnya," jelas Gadoua.Â
Namun terdapat juga beberapa data yang berbeda dalam sebuah penelitian, di mana laki-laki yang bukan pencari nafkah utama dalam pernikahan hetero lebih cenderung untuk berselingkuh.
Gadoua melihat kenyataan ini pada kliennya.Â
"Tampaknya beberapa pria masih melekat pada defenisi lama dari identitas maskulin yang berarti menjadi penyedia utama dalam rumah tangga," ujarnya.Â
"Memiliki selingkuhan mungkin menjadi cara untuk mendapat beberapa pengakuan yang tidak mereka peroleh dari tempat kerjanya," jelas Gadoua mengenai beberapa pria ini.Â
Dikutip dari Business Insider, sebuah penelitian mengesankan seseorang dengan kondisi ekonomi yang bergantung pada pasangannya lebih cenderung untuk tidak setia, dan secara spesifik hal tersebut berlaku untuk pria yang secara finansial bergantung pada wanita. Sebaliknya, ketika wanita menjadi penyedia nafkah utama, lebih kecil kemungkinannya untuk selingkuh.Â
Juga pria, ketika menghasilkan lebih dari 70 persen dari keseluruhan pendapatan keluarga, lebih mungkin selingkuh.Â
Hormon testosteron dan perselingkuhan
Baik pria maupun wanita memiliki hormon testosteron. Secara biologi, mereka yang memiliki kadar testosteron lebih tinggi cenderung mempunyai keinginan untuk memiliki pasangan lebih dari satu (multiple partner).Â
Dikutip dari Toronto Sun, Journal of Sex Research pernah menerbitkan penelitian terkait hal ini yang dilakukan pada 4.000 orang dewasa dengan rentang usia 18 hingga 74 tahun ( 1.599 pria dan 2.123 wanita). Kadar testosteron diukur melalui sampel air ludah dan mereka diberikan sejumlah pertanyaan.Â