Mohon tunggu...
Shiny AnugrahIsa
Shiny AnugrahIsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Viralnya Tingkat Ketidaksopanan Netizen Indonesia Diduga Karena Kurang Literasi: Suatu Kajian Aksiologi Filsafat

2 Juni 2023   20:08 Diperbarui: 2 Juni 2023   20:10 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sempat viral pada tahun 2021, Indonesia masuk dalam rangking ke 29 sebagai negara yang memiliki tingkat ketidaksopanan dalam penggunaan platform media sosial. Mengutip dari laman CNN Indonesia (2021) mengenai survei yang diadakan oleh Microsoft, data yang diambil dari 16.000 responden dari 32 negara menyatakan bahwa netizen Indonesia cenderung terpapar oleh hoax dan ujaran kebencian atau hate comment. Lantas apa yang kemudian melatarbelakangi terjadinya hal tersebut? Mengapa yang berada pada daftar yang dibuat oleh Microsoft ini kebanyakan terdiri atas negara berkembang? Dalam kajian aksiologi ilmu filsafat, peristiwa ini dapat dijelaskan melalui sebab akibat antara tingkat edukasi yang dimiliki suatu negara dengan hasil pola perilaku yang terbentuk dalam masyarakat. Ilmu filsafat adalah suatu kerangka yang mendasari cara untuk mendefinisikan segala hal dalam segi kehidupan manusia melalui perspektif ilmu pengetahuan (Adib, 2015). Ketika mengkaji persoalan, suatu solusi dapat tercetus melalui analisis penyebab dan dampak yang muncul dalam peristiwa tersebut. Dalam tahap inilah aksiologi memberikan peran besar dalam pemecahan masalah dalam tatanan kehidupan masyarkat.

Seperti yang diketahui pada umumnya, negara berkembang memang merupakan negara yang memiliki taraf pendidikan yang dikualifikasikan masih cukup rendah. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti kurangnya pemerataan pendidikan, pembangunan infrastruktur yang tidak menyeluruh, kesejahteraan ekonomi yang tidak tercukupi, serta kurangnya kemudahan fasilitas yang menjangkau setiap lapisan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Terutama dalam menghadapi perubahan era teknologi dan informasi, sosialisasi mengenai penanaman nilai-nilai yang baik sangat dibutuhkan menghindarkan masyarakat Indonesia dari penyalahgunaan platform media sosial. Meskipun sebenarnya dalam hal ini, pemerintah telah mengupayakan beberapa solusi untuk mengatasi masalah tersebut, seperti pemberian sosialisasi pada institusi sekolah maupun pengadaan seminar untuk umum, merancang Undang-Undang yang mengatur mengenai penggunaan hate speech dan berita hoax, bahkan hingga memblokir beberapa situs yang illegal dan sekiranya mampu untuk mendistraksi ideologi masyarakat pada hal yang menyeleweng.

Dengan berjalannya era globalisasi, kekuatan yang mampu mengendalikan masyarakat dari suatu negara bukan lagi berada dalam genggaman pemerintahan negara. Peran media sosial kini juga mampu mempengaruhi dan mendorong seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Seperti maraknya kasus cyberbullying yang disebabkan hanya karena seseorang tidak memenuhi suatu standar yang mengakar pada patriarki. Dibalik kapabilitas yang dimiliki media sosial ini, terdapat kekuatan aktor non-negara, contohnya seperti Elon Musk yang kini menjadi pemilik platform Twitter sehingga berkemampuan untuk memblokir akses mantan presiden Amerika Serikat, Donald Trump dari platformnya. Globalisasi bekerja sebagai sumber energi yang menggerakkan aspek-aspek krusial yang sebenarnya seringkali tidak disadari keberadaannya oleh manusia. Akibatnya, tidak hanya memengaruhi kebijakan domestik saja, namun globalisasi juga memiliki kuasa untuk memengaruhi kebijakan dan regulasi global melalui aktor-aktor elit seperti CEO, politisi, selebritas, perusahaan-perusahaan transnasional, dan pihak mana pun yang memiliki sumber ekonomi dan status sosial yang tinggi.

Prinsip pada aksiologi filsafat ilmu adalah mengamati fakta dan kegunaan dari suatu pengetahuan secara moral dan nilai (Adib, 2015). Kini dalam memandang kebijakan yang telah diatur oleh pemerintah, implementasi upaya dan regulasi yang telah dikatakan tadi nyatanya masih belum bisa menangani banyaknya kasus cyber bully yang terjadi pada kalangan netizen Indonesia. Khususnya dalam menanggapi perihal berita hoaks, masyarakat Indonesia mudah tersulut oleh reaksi amarah dan cenderung meninggalkan komentar yang kurang pantas untuk dikatakan. Mengutip dari laman Kompas (2022), tingkat ketidaksopanan pada respon hoaks dan penipuan meningkat sebanyak 24% pada tahun 2020. Tertulis dalam laman tersebut bahwa faktor yang mendukung masyarakat sehingga mudah terpancing oleh berita hoaks salah satunya karena ketidakpastian. Jika diamati melalui perspektif aksiologi filsafat ilmu, ketidakpastian yang dimiliki oleh manusia itu dapat muncul karena adanya ketidaktahuan dan perasaan terombang-ambing akan suatu kebenaran. Perihal inilah yang seharusnya ditangani hingga ke akarnya, telah terbukti bahwa adanya ketidaktahuan tersebut dikarenakan keengganan masyarakat Indonesia untuk mencari informasi dan pengetahuan yang konkrit dan tervalidasi.

Sejak masa kolonial, masyarakat Asia telah diklasifikasikan dengan stigma yang lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat Barat seperti Amerika dan Eropa. Menurut kajian poskolonialisme dalam Hubungan Internasional, masyarakat oriental memiliki identifikasi yang terdiri atas sikap irasional, pasif, kurang pengetahuan, dan disfungsional. Mengutip dari laman resmi Kemendagri, Indonesia tercatat sebagai negara dengan tingkat literasi paling rendah dengan peringkat sepuluh dari bawah. Dalam menghilangkan stigma yang telah begitu melekat, tentu akan perlu taktik khusus yang dapat mengentaskan permasalahan hingga ke akarnya. Oleh karena itu, kebijakan yang diciptakan sebaiknya lebih condong pada penekanan pentingnya literasi dan tingkat edukasi yang dimiliki oleh masyarakat. Contohya meningkatkan fasilitas perpustakaan keliling untuk menjangkau hingga pada daerah-daerah pelosok, serta memberikan perhatian intensif kepada anak-anak jalanan dan panti asuhan yang sangat terbatas bahkan tidak memiliki akses pada pendidikan dan ilmu yang layak.

Tingkat pendidikan dan literasi yang rendah merujuk pada kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh negara tersebut. Dalam rangka meningkatkan edukasi masyarakat, pemerintah dapat mengupayakan banyak program beasiswa sarjana yang memudahkan lapisan masyarakat menengah kebawah supaya memiliki jenjang pendidikan yang lengkap dan berkesempatan untuk meraih peningkatan taraf hidup. Pada garis besarnya, dalam kajian aksiologi filsafat ilmu, kebijakan yang dirancang oleh pemerintah ini sebenarnya sudah memiliki nilai yang baik, namun yang perlu disoroti kembali adalah bagaimana implementasi dari kebijakan tersebut pada kehidupan masyarakat sehari-hari. Tentunya dalam hal pendidikan dan literasi, Indonesia memerlukan suatu sistematika yang lebih mudah dan merata sehingga dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan mengentaskan krisis literasi di Indonesia, maka masyarakat Indonesia, atau setidaknya generasi penerus bangsa dapat berkembang sebagai sumber daya manusia dengan kualitas yang lebih cerdas dan kritis.

Daftar Pustaka

Adib, Muhammad. (2015). Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

CNN Indonesia. (2021). “Riset: Netizen di Indonesia Paling Tak Sopan se-Asia Tenggara”. [Daring]. Dalam https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210225115954-185-610735/riset-netizen-di-indonesia-paling-tak-sopan-se-asia-tenggara [diakses pada 25 Mei 2022].

Kemendagri. (2021). “Tingkat Literasi Indonesia di Dunia Rendah, Ranking 62 Dari 70 Negara”. [Daring]. Dalam https://perpustakaan.kemendagri.go.id/?p=4661 [diakses pada 25 Mei 2022].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun