Mohon tunggu...
Shintya Nur Aeni
Shintya Nur Aeni Mohon Tunggu... Jurnalis - Pelajar

Be careful using time.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

This is My Life

22 Februari 2020   13:51 Diperbarui: 22 Februari 2020   13:56 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Namaku Nisa, biasa dipanggil Ica dan aku pelajar SMA disalah satu sekolah ternama diBandung. Aku berasal dari keluarga yang tidak harmonis dan memang awalnya sedih sih tapi ya harus gimana lagi.

Aku mempunyai Kakak tiri yang bernama Nayla dan Niko. Semua itu terasa mimpi bagiku, tapi ternyata semuanya nyata dan tidak seindah yang kubayangkan. Dan aku mempunyai tiga sahabat, yaitu Sela, Sindi, dan Resa.
****
 Ku seruput segelas minuman kesukaanku yaitu coklat panas yang selalu dibuatkan oleh asisten rumah tangga dirumahku, panggil saja Bi Ijah. Cepat-cepat aku pergi ke sekolah karena sudah terlambat padahal rumahku dekat dengan sekolah. Tetapi, entah mengapa aku sering terlambat dan lalu dipulangkan bahkan dihukum oleh satpam.

Sepulang sekolah, aku terdiam sejenak diteras depan rumah. Aku mendengarkan suara bentakan, tangisan bahkan tamparan yang membuatku risau. "Ada apa ini?" sambil aku membuka sepatu dan masuk ke rumah.

Saat aku masuk lalu semuanya hening. Mama dan Papa langsung bergegas masuk kedalam kamar. "Mah.. Pah.." kataku. Mereka tidak menjawab perkataanku, "Ya udah Ica ke atas dulu ya" kataku melanjutkan pembicaraan tadi. "Iya sana" jawab Papah.

 Beberapa hari kemudian, saat disekolah orang tua ku menelfon lewat guru bk. Dan aku disuruhnya pulang, aku tidak tau mengapa aku diharuskan pulang "gak biasanya, bye aku balik dulu ya Resa, Sindi, Sela (sambil berjalan pulang)"kataku kepada teman temanku. "Oke see you" saut salah satu temanku.

Saat akan membuka pintu rumah, dari arah yang berlainan Papah dan Mamah datang membawa sebuah surat entah apa itu, "Mah, Pah, kenapa?" kataku. Dengan mata Mamah yang berkaca-kaca Mamah menjelaskan apa yang terjadi. Papah hanya terdiam dan mengelus-elus rambutku. "Kamu harus mengerti ya nak" kata Papahku.

Aku pun terdiam dan terkejut, "Aku harus bagaimana pah, mah" kataku sambil menangis. "Kamu harus bisa memilih mau ikut sama Papah atau sama Mamah?" Jawab Mamah dengan nada menahan tangisan. "Mah kenapa harus gini, Pah kenapa?" kataku. Aku pun menangis tersedu-sedu dan langsung ke kamar.

Dan saat itu aku menulis meluapkan kesedihanku dalam diary tentangku dan keluargaku. Sampai sekarang, diary yang ku tulis dulu masih tersimpan di lemari buku ku. Dan saat itu juga aku memilih untuk tinggal bersama Mamah, dan Kakak-kakakku tinggal bersama Papah.

Kenapa sih Tuhan ngasih cobaan kayak gini? Aku berfikir bahwa Tuhan itu gak adil. Aku pengen kayak temen-temen yang senang dan dimanja oleh orang tuanya. Sedangkan aku? Tidak.
****
Beberapa hari kemudian saat Papah dan Kakakku pergi meninggalkan ku dan Mamahku. Aku bosan, berasa hanya aku saja yang ada dirumah. Mamah ngantor pulang selalu larut malam, terkadang Kakakku sering mampir kerumah untuk menemaniku.

Lalu aku mulai bermain keluar rumah bersama teman-temanku, Sela, Sindi, Resa. Mereka yang selalu ngerti, ngedengerin curhatan aku, ketika aku down mereka selalu menyemangatiku.

Saat itu, kami belum terbiasa dengan kerudung atau jilbab gitu. Kami selalu menghabiskan waktu bersama, seperti nongkrong di Cafe kalo lagi banyak duit atau pun diwarung-warung kalo lagi krisis money. Ternyata dunia luar itu kayak gini ya, seru.

Setahun kemudian, karena kita sering bareng dan sudah mengenal satu sama lain dengan cerita yang berbeda-beda. Ternyata kita memiliki kesamaan, kurang diperhatikan oleh orang tua. Kita udah ga jaim lagi dan sering menggunakan bahasa kasar, melabrak, meratu disekolah, melanggar peraturan sekolah dan seolah-olah dunia milik kita.

Saat disekolah, seorang adik kelas tidak sengaja menabrak Sela "Maaf kak gak sengaja" Ujarnya. "Siniin duit lo, sebagai permintaan maaf lo" kataku. "Cepetan kek (sambil mengambil uang yang dipegang adik kelas itu)" Ucap Resa. "Tapi kak itu uang buat aku pulang sekolah" Ujar adik kelas tersebut. "Bodo amat" jawab Resa. "Dasar bocah ingusan"Ucap Sindi.

Sepulang sekolah, kami sering kerumah Sela untuk happy-happy. Menyalakan lagu sekencang-kencangnya, joged-joged, tertawa. Enjoy is my life. Kita seperti orang gila yang tertawa hanya untuk kesenangan dunia saja. Sudah berani pulang larut malam, dan ya kita emang gak pernah sholat paling sesekali kalo emang lagi tobat.

Kita anak terlantar yang gak dipeduliin sama orang tua kita yang selalu sibuk dengan urusannya, sampai lupa bahwa ada anak yang butuh kasih sayang mereka. Kita juga sering dipanggil Guru BK karena sering bolos dan ngelabrak, ya pokoknya siapa sih yang gak kenal sama kita? Kita yang selalu ditakutin sama adik kelas.

Dan itu ngebuat orang tua kita dipanggil sama Guru BK. Kita diceramahin sama guru-guru, sampai-sampai orang tua kita nangis dan meminta maaf pada kita. "Ica dengerin Mamah, Mama gamau Ica terus- terusan kayak gini" Ucap Mamaku.

"Mah Ica kayak gini salah Mama sama Papa, gak ada yang peduli sama Ica. Apalagi sekarang Papah udah gak sama kita lagi" Kataku. Dan Mama hanya menunduk. Sebenarnya pun aku gak nyangka, Mama nangis emang sayang sama aku atau cuma sandiwara aja. Ya aku pikir seperti itu. Aku gini ya salah mereka juga, gak peduli sama anaknya.
***
Beberapa hari setelah diceramahin diruang BK. Anehnya, kita jadi sering dimarahi oleh orang tua kita karena sering keluar malam hingga larut. "Ca darimana kamu?"kata Mamahku. "Abis nongkronglah ngapain lagi"jawabku. "Ca mamah gamau Ica kayak gini, Mamah takut kalo Ica kenapa kenapa" Ujarnya.

"Ica juga gamau mamah mentingin kerjaan mulu, disini ada Ica mah. Ica disini gak ada temen, Ica disini sendiri" Ucapku sambil menangis. "Mamah tau Ca, tapi kalo Mamah gak kerja nanti siapa yang biaya in hidup kita" Ujar Mamah.

"Tapi seengganya mamah perhatiin aku (langsung kekamar dan menutup pintu"kataku. Semenjak itu, yang asalnya orang tua kita gak peduli sama anaknya sekarang jadi peduli. Apa mereka udah tobat gitu? Mengakui kesalahannya.
****
Seiring berjalannya waktu, satu persatu dari kita mulai percaya sama orang tua nya masing-masing dan kita berhenti main malam. "Mah.. Maafin Ica ya, selama ini gak nurut sama Mama, selalu ngebentak Mama, tapi sekarang Ica udah  ngerti Mah"Ucapku sambil menangis.

"Iya jangan gitu lagi ya Ca, Mama sayang sama Ica, Mama Cuma punya Ica disini"sambil memeluk ku. Dan semua menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya.

Saat disekolah, Aku, Sela, Sindi, dan Resa berkomitmen untuk hijrah walalupun butuh proses. Dan akhirnya, kita menutup aurat, menjaga bahasa kita, dan meninggalkan kebiasaan buruk kita. Kita sadar, bahwa Tuhan dan orang tua kita masih sayang sama kita dan yang kita lakuin itu ngerugiin kita dan banyak orang.

Kita ngelakuin itu emang karena kita kurang perhatian dan kasih sayang dari orang tua aja, yang ngebuat kita ngelakuin hal yang gak bermanfaat banget buat didunia maupun diakhirat dan malah ngecewain orang tua.

Kemudian kita memperdalam ilmu keagamaan seperti sholat, mengaji, mengikuti acara tabligh akbar, dan sebagainya. Ternyata, itu lebih tenang dari yang kita kira. Semoga aja kita menjadi lebih baik lagi kedepannya dan nurut sama orang tua, terutama Mama. Dan semoga kita tidak hanya berteman di dunia saja tapi di akhirat juga. Amiinn.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun