Perkataan "yang penting milih, daripada golput" sudah tidak asing lagi ditelinga, terlebih dimasa-masa menjelang pesta demokrasi 2024 saat ini. Banyaknya masyarakat yang mengatakan hal tersebut menjadi salah satu tanda kurangnya pemahaman politik oleh masyarakat.Â
Padahal, tingkat demokrasi di suatu negara salah satunya ditentukan oleh seberapa besar partisipasi masyarakatnya dalam bidang politik. Partisipasi tersebut muncul ketika masyarakat dapat terlibat secara aktif berpolitik.Â
Contoh dari partisipasi masyarakat dalam bidang politik yaitu dengan mengikuti pemilu, baik memilih presiden, wakil rakyat maupun kepala daerah.Â
Berdasarkan Miriam Budiardjo (pakar ilmu politik) dalam bukunya yang berjudul "Partisipasi dan Partai Politik", indikator penting mengenai bagaimana perkembangan demokrasi pada suatu negara yaitu mengenai tinggi rendahnya partisipasi politik oleh masyarakat.Â
Semakin tinggi partisipasi politik oleh masyarakat, hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat peduli terhadap perkembangan politik di negara mereka dan juga sebaliknya.
Perkembangan Pemilu dari Tahun 2004 - Saat Ini
Sebagai negara yang menganut sistem demokrasi, Indonesia melakukan pemilihan umum sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam pemerintahan.Â
Sepanjang sejarah, Indonesia telah menyelenggarakan 11 kali Pemilu Legislatif sejak 1955 dan tiga kali Pemilu Presiden sejak 2004.Â
Pemilu, terutama Pemilu yang Bebas dan Adil menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan tingkat demokrasi di Indonesia, karena melibatkan seluruh warga negara Indonesia dalam penyelenggaraannya.Â
Tentunya dalam pemilihan umum peran partai politik sangat menentukan bagaimana partisipasi seluruh masyarakat untuk benar-benar turut serta dalam pesta demokrasi. Hal tersebut karena merekalah yang akan mewakili masyarakat nantinya sehingga perlu menunjukkan aksi nyata dari program masing-masing partai.Â
Berdasarkan data BPS (2009, 2014 dan 2019) peran partai politik dalam Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) selalu mengalami kenaikan yang cukup signifikan, yaitu 19,29 persen pada tahun 2009, 61,71 persen tahun 2014 dan 80,62 persen pada tahun 2019.Â
Hal tersebut menandakan partai-partai politik telah mampu mengikuti arus perkembangan zaman dengan menyesuaikan perubahan-perubahan iklim dan kondisi masyarakat.Â
Selain itu, keberhasilan peran partai politik dalam IDI juga dapat dilihat dari menurunnya angka golput pada pemilu tahun 2019, yaitu hanya 19,24 persen data golput (data hitung cepat Lingkaran Survei Indonesia (LSI)) setelah sebelumnya selalu mengalami penurnan sebanyak 23,30 persen pada Pilpres 2004, 27,45 persen pada Pilpres 2009, dan 30,42 persen pada Pilpres 2014 (data Komisi Pemilihan Umum (KPU)).Â
Agar angka golput dapat terus menurun dan angka peran partai politik dapat continue naik, diperlukan suatu inovasi dan adaptasi digitalisasi dari berbagai partai politik sebagai bentuk aksi nyata dalam menghadapi tantangan di era digital saat ini.
Politik dan Partai Digital
Saat ini, hampir seluruh masyarakat baik dari kalangan muda hingga tua memiliki dan mengakses media sosial. Inovasi fitur-fitur dari beberapa platform media sosial menarik perhatian masyarakat untuk mengakses dan menggunakan media sosial.Â
Selain itu, kemudahan dalam penyampaian dan mendapatkan informasi secara real time juga menjadi salah satu keunggulan media sosial, sehingga mampu menarik perhatian masyarakat.Â
Berdasarkan Data Reportal tahun 2023, terdapat total 167 juta masyarakat Indonesia pengguna media sosial, yang mana 153 juta merupakan pengguna di atas usia 18 tahun, yang merupakan 79,5% dari total populasi.Â
Melihat dari hal tersebut, dapat diartikan bahwa mayoritas pengguna media sosial merupakan masyarakat yang usianya telah memenuhi syarat untuk mengikuti pemilu.Â
Untuk itu, partai politik harus memanfaatkan semaksimal mungkin penggunaan media sosial, baik untuk branding maupun memberikan edukasi mengenai demokrasi dan politik untuk masyarakat.Â
Salah satu pemanfaatan media sosial dalam melakukan peran partai politik yaitu dengan penerapan politik dan partai digital. Fenomena digitalisasi politik mengakibatkan partai politik harus mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi.Â
Negara-negara barat sudah lebih dahulu mengenal partai digital, yang merupakan hasil pemikiran Paolo Gerbaudo (seorang akademikus dari King's College London).Â
Paolo memperkenalkan partai digital sebagai partai yang menerapkan filosofi digital dengan mengutamakan penggunaan teknologi dalam proses komunikasi para kader partai dengan masyarakat luas.Â
Penggunaan platform digital seperti platform media sosial oleh partai politik dapat memberikan ruang yang luas bagi publik untuk bersuara mengenai partai mereka masing-masing. Dengan adanya platform digital tersebut dapat mencatat dan merekam aspirasi dari masyarakat.Â
Hal tersebut akan memudahkan para politikus dalam merumuskan kebijakan yang berlandaskan data serta sesuai dengan keinginan dan kebutuhan publik.Â
Selain sebagai sarana penyampaian dan penampung aspirasi masyarakat, penggunaan platform media sosial juga dapat memberikan kemudahan bagi partai politik untuk memperkenalkan keunggulan maupun tujuan dan visi misinya.Â
Dengan demikian, pemanfaatan pengunaan platform media sosial sebagai bentuk implementasi politik dan partai digital akan menguntungkan kedua belah pihak, baik masyarakat maupun partai politik.Â
Dari sisi masyarakat, keuntungan yang ada yakni akan lebih mudah mengetahui partai mana yang sesuai dengan kebutuhan keinginan masing-masing individu atau yang memiliki visi dan misi sesuai.Â
Sedangkan dari sisi partai politik akan memudahkan para politikus dalam merumuskan kebijakan yang sebagian besar berlandaskan data pada platform media sosial sehingga dapat sesuai dengan keinginan dan kebutuhan publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H