Mohon tunggu...
Shintia Putri Fibriolawati
Shintia Putri Fibriolawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka akan sejarah dan kepurbakalaan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mencoba Terjun ke Masyarakat Melalui Program Pendampingan Desa

23 Februari 2024   13:35 Diperbarui: 23 Februari 2024   13:48 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 3: keseruan pameran hasil Program Pendampingan Desa(Sumber: dokumentasi pribadi, 2023)

Menjadi mahasiswa merupakan salah satu keuntungan bagi setiap remaja di Indonesia, maka hal itu harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Sebagai mahasiswa tidak melulu tentang persoalan akademik, akan tetapi juga harus membiasakan diri berinteraksi dengan masyarakat luas sehingga mampu menyesuaikan diri bagaimana nantinya mengaplikasikan ilmu ketika sudah keluar dari bangku perkuliahan. Untuk mengatasi persoalan tersebut, beberapa universitas di Indonesia mewajibkan mahasiswanya untuk melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Akan tetapi, biasanya sebagian himpunan mahasiswa memiliki program kerja yang hampir sama dengan KKN tersebut. Salah satu himpunan mahasiswa yang memiliki program tersebut adalah HIMA UGM (Himpunan Mahasiswa Arkeologi).

HIMA UGM (Himpunan Mahasiswa Arkeologi) merupakan himpunan yang menaungi mahasiswa dari program studi S1 Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Dalam himpunan ini untuk periode kepengurusan tahun 2023 memiliki 9 divisi, antara lain (1) Divisi Arkeologi Bawah Air (ABA), (2) Divisi Media dan informasi (Medinfo), (3) Divisi Minat dan Bakat (Mikat), (4) Divisi Riset dan Kajian Ilmiah (RKI), (5) Divisi Pengabdian Masyarakat (Pengmas), (6) Divisi Pengembangan Sumber Daya Masyarakat (PSDM), (7) Divisi Satuan Rumah Tangga (SRT), (8) Divisi Kewirausahaan, dan (9) Divisi Hubungan Masyarakat (Humas). Sesuai dengan namanya, Divisi Pengabdian Masyarakat (Pengmas) merupakan divisi yang berinteraksi langsung dan juga terjun langsung ke dalam masyarakat. Salah satu program kerja yang memiliki gambaran layaknya KKN diberi nama Program Pendampingan Desa (PPD). 

Pada periode kepengurusan tahun 2023, Divisi Pengabdian Masyarakat (Pengmas) pertama kali melaksanakan Program Pendampingan Desa. Hal tersebut selain berangkat dari adanya KKN, juga sebagai calon Arkeolog, mahasiswa Arkeologi dituntut untuk mampu menyampaikan hasil penelitian kepada masyarakat sehingga komunikasi antara Arkeolog dan masyarakat dapat berjalan. Selain itu, apabila menyampaikan hasil penelitian tidak boleh menggunakan bahasa yang terlalu akademis, sehingga Divisi Pengmas ingin memberikan ruang bagi para mahasiswa Arkeologi untuk dapat belajar terjun langsung ke masyarakat agar memperoleh gambaran kehidupan sesungguhnya di masyarakat. Program tersebut dilaksanakan di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Sebelum melaksanakan program tersebut, beberapa kali Divisi Pengmas survei dan meminta saran kepada alumni Arkeologi FIB UGM, Panji Kusumah (yang akrab disapa Mas Panji), yang memang sudah memiliki sekitar 20 desa dampingan di Kecamatan Borobudur. Dengan melakukan survei dan meminta saran kepada Mas Panji, Divisi Pengmas akhirnya memutuskan untuk belajar terlebih dahulu dengan pihak Eksotika Desa. Program ini juga mendukung adanya program dari pemerintah, yaitu Merdeka Belajar yang dapat diartikan bahwa belajar tidak hanya dilakukan di kampus saja, akan tetapi juga bisa diluar kampus, salah satunya desa. 

Apa itu Eksotika Desa? Eksotika Desa merupakan komunitas yang dipelopori oleh Mas Panji, yang telah mengembangkan beberapa desa di sekitar Kawasan Candi Borobudur sehingga mampu memberikan ruang kepada masyarakat untuk mengembangkan potensi desa yang ada, yang nantinya akan berkaitan dengan Candi Borobudur itu sendiri sebagai masterpiece Provinsi Jawa tengah. Setelah sepakat untuk melaksanakan kerja sama, pihak Eksotika Desa menawarkan 5 desa yang nantinya akan digunakan sebagai media belajar mahasiswa, desa-desa tersebut antara lain Desa Giritengah, Desa Karanganyar, Desa Sambeng, Desa Majaksingi, dan Desa Wanurejo. Desa-desa tersebut memiliki potensi dan keunikan yang berbeda-beda.

Gambar 2: Suasana saat terjun ke desa, Desa Karanganyar (kiri) dan Desa Majaksingi (kanan)(Sumber: dokumentasi pribadi, 2023)
Gambar 2: Suasana saat terjun ke desa, Desa Karanganyar (kiri) dan Desa Majaksingi (kanan)(Sumber: dokumentasi pribadi, 2023)

 Desa Majaksingi yang berada di perbukitan menoreh dengan potensi batik dengan gambar relief Candi Borobudur. Hal yang menarik dari Desa Majaksingi ini adalah pewarnaan batik yang diproduksi menggunakan pewarna alami yang berasal dari beberapa pohon yang memang tersedia di Majaksingi. Desa Wanurejo yang juga bergerak pada potensi batik relief Candi Borobudur. Yang membedakan batik Desa Wanurejo dan Majaksingi adalah dalam hal bahan pewarna kain batik. Jika Majaksingi menggunakan pewarna alami dari beberapa pohon yang tumbuh di Majaksingi, Desa Wanurejo menggunakan pewarna buatan atau pewarna kimia untuk mewarnai kain batik. Desa Giritengah yang populer dengan pertanian organik dan kesenian Gatholoco yang lekat dengan pranatamangsa. Desa Karanganyar yang mayoritas penduduknya membuat dan menekuni usaha pembuatan gerabah. Dan yang terakhir ada Desa Sambeng yang dikenal dengan sebutan nelayan tanpa perahu dan terletak dipinggir Sungai Progo. 

Gambar 3: keseruan pameran hasil Program Pendampingan Desa(Sumber: dokumentasi pribadi, 2023)
Gambar 3: keseruan pameran hasil Program Pendampingan Desa(Sumber: dokumentasi pribadi, 2023)

Hasil dari adanya Program Pendampingan Desa ini nantinya akan dipamerkan di acara Festival Arkeologi. Festival Arkeologi ini merupakan rangkaian dari acara HUT HIMA yang menyajikan beragam hasil karya mahasiswa Arkeologi untuk dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Acara Festival Arkeologi ini dilaksanakan pada tanggal 17-19 November 2023 di Selasar Gedung Soegondo, FIB UGM. Tak disangka, banyak sekali yang memuji dengan keberadaan Program Pendampingan Desa ini, tak terkecuali para dosen yang memang sengaja untuk datang ke acara pameran Festival Arkeologi. Output yang dipamerkan antara lain beragam produk asli dari beberapa desa dampingan, booklet, video promosi, website penjualan hasil produk, dan lain sebagainya. Pameran dibuat seinteraktif mungkin dengan menjelaskan kemudian memberikan pertanyaan kepada para pengunjung. Selain itu, pada booth Desa Karanganyar terdapat kelas mewarnai dan membuat gerabah yang banyak diminati oleh pengunjung. Hal yang sama juga terjadi pada booth Desa Karanganyar yang memberikan ruang kepada para pengunjung untuk mencoba menorehkan canting ke kain batik. Dengan suksesnya hasil pameran tersebut memberikan arti bahwa pelaksanaan Program Pendampingan Desa berjalan lancar dan mampu memberikan manfaat bagi semua pihak, baik masyarakat di desa maupun masyarakat di luar desa (pengunjung pameran).

Dengan adanya manfaat yang berhasil diciptakan dan dicapai, Program Pendampingan Desa ini wajib dan harus untuk dilaksanakan di periode-periode kedepan agar nantinya banyak budaya lokal yang tersampaikan kepada masyarakat luas dan juga membantu para mahasiswa mendapatkan gambaran bagaimana berinteraksi serta terjun langsung ke dalam masyarakat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun