Satu minggu kemudian, Airin mulai berangkat kerja seperti biasa. Tapi, sepertinya ada yang lain. Suaranya masih serak. Dan senyumannya terasa palsu. Saat dia tersenyum, giginya terlihat memang, tapi matanya tetap tajam. Tidak menjadi kecil seperti ekspresi senyuman Airin yang biasanya. Aku jadi takut padanya. Setiap menanyakan sesuatu, pasti Airin akan menatap tajam padaku.
Andre sepertinya juga merasakan perbedaan ini. Seperti, jiwa Airin tertukar dengan jiwa dari sesuatu yang jahat. Andre mulai menyadari ini kemarin. Saat Andre memberikan file produk baru ke Airin, Airin sempat menatapnya seakan memberikan peringatan bahwa apa yang dilakukan Andre sangat mengganggunya. Kalau yang ini bukan Airin yang sebenarnya, lalu Airin yang asli dimana?
Misteri ini masih belum terpecahkan. Sudah satu minggu lamanya sejak Airin masuk kerja. Kerjanya lancar memang, tapi sikapnya masih aneh. Sampai sekarang, Airin masih tidak mau makan siang denganku dan Andre. Dia lebih suka makan siang sendirian di dalam gudang. Padahal, mengingat bau aneh yang dihasilkan di dalam gudang itu, jangankan untuk makan, untuk bernafas saja sulit.
Aku penasaran. Dan akhirnya hari itu aku memutuskan untuk mengikuti Airin makan siang di gudang. Tak lupa, aku bawa serta Andre. Ya, kita kan soulmate. Sama-sama penakut. Itu sebabnya aku butuh dia.
Airin melihat ke kanan dan kiri sebelum masuk ke gudang. Mungkin dia tidak ingin ada yang mengikutinya kesana.
"Pintunya ditutup, bagaimana ini?" tanyaku ke Andre.
"Itu." kata Andre sambil menunjuk ke lubang ventilasi di atas pintu.
"Siapa yang naik?"
"Ya tentu saja kamu. Aku kan laki-laki. Aku lebih kuat,"
"Ah... Jangan-jangan modus. Kamu ingin melihat daleman rok yang aku pakai kan?"
"Seleraku tinggi. Maaf saja. Lalu, mau kamu bagaimana? Aku yang di atas?"