Erik Homburger EriksonÂ
Lahir di Frankurt Jerman tahun 1902, Erik Erikson yang sebelumnya bernama Erik Salomonsen, lahir dan tumbuh menjadi seorang pakar psikologi perkembangan dan psikoanalis. Hadir dalam keluarga yang bercerai, bahkan sejak ia masih dalam kandungan ibunya dan menjadi bagian keluarga Homburger.Â
Erikson menamatkan studinya di Gymnasium. Ketertarikan dan inspirasi Erikson dalam mengajar anak-anak, mulai tumbuh ketika ia diundang untuk mengajar di sebuah sekolah swasta di Wina saat berumur 25 tahun.Â
Sekolah tersebut dibangun sebagai tempat mendidik anak-anak, dimana murid-murid dan orangtuanya menjalani psikoanalisis. Pengalaman itu mendorong Erikson untuk mengikuti sekolah pendidikan guru yang menerapkan metode Montessori yang menekankan pada perkembangan inisiatif anak melalui permainan dan pekerjaan.
Hingga suatu ketika Erikson bertemu dengan perkumpulan Freud yang memberi pengaruh besar pada paradigma berpikir Erikson tentang perkembangan psikososial manusia. Lantas ia melanjutkan studi ke Institut Psikoanalisis di Wina untuk mempelajari konsep psikoanalisis.Â
Ia semakin yakin dengan identitas profesinya, belajar di bawah bimbingan Anna Freud; Erikson menamatkan studinya di Institut Psikoanalisis Wina pada tahun 1933.Â
Berangkat dari pengamatan dan riset mengenai perkembangan psikososial sepanjang masa hidup seseorang dari bayi hingga masa tua dan konsep-konsep tentang identitas dan krisis identitas, Erikson membangun reputasi keahliannya sebagai seorang psikolog yang ahli di bidang psikososial dan perkembangan kepribadian manusia.
Selain sebagai tokoh yang memberi sumbangan terbaik tentang perkembangan kepribadian manusia di kalangan para psikolog, Erikson, terlebih dikagumi sebagai tokoh yang dikenal memiliki perasaan kasih dan kepekaan interpretasi yang tinggi terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan kemanusiawian manusia. Hingga ia tutup usia pada Mei 1994.
Tahapan Perkembangan Psikososial ManusiaÂ
"Do not mistake a child for his symptom." ~ Erik Erikson (Childhood & Society)
Teori psikososial Erikson menyimpulkan, bahwa terdapat delapan tahapan perkembangan pada diri manusia dimulai sejak kanak-kanak hingga manula.
- Fase bayi (lahir - 18 bulan); yang dibutuhkan di fase ini adalah pengasuhan dengan afeksi yang cukup dan konsisten serta memastikan konflik yang dikelola dengan baik karena sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan (trust issue). Membentuk pribadi kanak-kanak yang memiliki kekuatan emosi yang baik atau sebaliknya.Â
- Fase kanak-kanak (2 - 3 tahun); dimana pembentukan kendali diri yang menciptakan kemandirian, terjadi di fase ini. Proses ini menghasilkan keinginan atau will dan keyakinan diri. Sebaliknya, fase yang gagal hanya menghasilkan anak dengan sikap pemalu dan penuh keraguan. Â
- Fase pra sekolah (3 - 5 tahun); di fase ini terjadi pembentukan sikap kepemimpinan, inisiatif dan kerjsama, yang distimulasi melalui permainan dan interaksi sosial dengan sesama rekan bermain. Jika proses anak dalam fase ini gagal, maka yang muncul adalah sikap meragukan diri sendiri, selalu merasa bersalah dan rendahnya inisiatif.
- Fase sekolah (5 - 13 tahun); individu cenderung lebih menyukai aktifitas dan kompetisi, sehingga reward, apresiasi dan pujian seringkali menjadi tujuan dari perilaku individu. Kegagalan mendapatkan rewad yangs esuai akan mempengaruhi iklim kompetisi individu dan menimbulkan kemarahan serta menguatkan krisis rendah diri individu.
- Fase remaja (13 - 21 tahun); proses pencarian jatidiri terjadi dalam fase ini dan faktor yang paling berperan dalam pembentukannya adalah kelompok serta model kepemimpinan. Ingin menjadi orang yang berguna dan menjadi kebanggaan komunitasnya, adalah hasil akhir yang ingin dicapai, dengan (bahkan) disertai kenekatan sekalipun. Sebaliknya apabila fase ini gagal, individu akan tumbuh menjadi pemarah dan bergantung pada orang lain.
- Fase dewasa awal (21 - 39 tahun); pengalaman-pengalaman difase sebelumnya berpengaruh besar terhadap karakter individu di fase ini. Hasil akhir dari fase ini bisa mendorong individu pada kebutuhan akan keintiman dengan seseorang/ sesuatu atau sebaliknya yaitu perasaan isolasi diri yang kuat menjauh dari lingkungannya/ terhadap segala sesuatu.
- Fase dewasa (40 - 65 tahun); fase dimana individu senang berbagi pengalaman dan ilmu; atau sebaliknya merasa tidak berguna karena mengalami kegagalan dalam hidupnya. Keluarga dan institusi tempat bekerja atau tempat terlibat dalam lingkungan kembali menempati peran penting dalam mempengaruhi individu di fase ini.Â
- Fase kematangan (65 tahun ke atas); pada fase lansia ini individu akan merasa hidup dan bahagia apabila ia merasa berguna. Fator yang paling berpengaruh adalah siapapun yang dapat membawanya pada perasaan yang demikian. Kualitas karakter yang dihasilkan pada fase ini adalah integritas dan rasa tanggung jawab. Sebaliknya, putus asa dan rasa kecewa dapa menguasai individu lansia di fase ini akibat kegagalan proses dalam fase kematangan.
Tahapan itu berurutan namun prosesnya berlangsung fleksibel karena perkembangan kualitas dasar ego setiap orang memiliki jadwal waktunya sendiri. Namun, faktor dan komponen yang mempengaruhinya relevan, saling berkaitan dan mempengaruhi antar fase serta berperan kuat dalam pembentukan karakter individu.
Erikson mengatakan bahwa hal-hal yang ideal dan nilai-nilai berikut peranan orang lain dalam kehidupan individu dalam setiap tahapan tersebut di atas sangat penting.Â
Setiap faktor dalam fase itu dapat menolong membantu atau menghambat perkembangan identitas, yaitu membentuk dan menuntun perilakunya mencapai kemampuan hidup sesuai standar dan harapan masyarakat khususnya pada perkembangan identitas ego individu dan akan bertahan sepanjang hidup individu.
Jadi, masalah yang dialami seseorang tidak hanya disebabkan oleh faktor pribadi dari individu saja tetapi dihasilkan dari interaksi individu dengan leingkungannya yang disebut stressor.
Kondisi individu pada kedelapan tahapan ini dalam urutannya, menunjukkan bahwa karakteristik individu di fase tertentu sangat dipengaruhi oleh fase sebelumnya. Artinya, perkembangan emosi seseorang sangat erat kaitannya dengan fase pertumbuhannya dari sejak bayi hingga lansia.
Kesimpulan
Fase-fase dalam teori psikososial Erikson menunjukkan beragam faktor dan komponen yang mempengaruhi pembentukan karakter individu dan karakter individu tersebut, membentuk identitasnya.
Keluarga merupakan lingkungan dasar yang berperan penting dalam perkembangan dasar emosional dan sosial individu dari sejak lahir. Peran guru dan hubungan pertemanan juga mempengaruhi perkembangan psikososial individu.
Keadaan sosial dan lingkungan tempat dimana seseorang tinggal, diantaranya pola pengasuhan di rumah, proses belajar di lingkungan sekolah, aktifitas dalam organisasi sosial, relasi di lingkungan pekerjaan, serta seperangkat nilai dan norma, sangat berpengaruh dalam membentuk identitas seseorang.Â
Terlepas dari kritik mengenai teori psikososial yang dianggap kurang relevan karena perbedaan pengalaman individu pada fase yang sama, namun teori perkembangan prikososial memberikan kontribusi yang besar dalam memberikan wawasan dan pemahaman yang dalam mengenai tahapan perkembangan dan kebutuhannya sehingga bisa menjadi materi yang strategi untuk antisipasi yang baik.
Teori ini pastinya, membantu seluruh komponen khususnya orang tua dan guru, dalam mendampingi pertumbuhan emosional siswa dan dalam menghadapi tantangan saat mendidik siswa, demi membentuk pribadi yang berguna bagi masyarakat, bangsa dan negaranya.
Demikian tulisan ini mencoba menguraikan hasil dari pemahaman yang diperoleh dalam pembelajaran materi Teori Belajar di ruang kuliah online. Semoga bermanfaat dan semakin menikmati kemerdekaan kritis dalam belajar.***
Note: Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Belajar - Dosen: Ibu Clara Evi Citraningtyas, Ph.D.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H