Mohon tunggu...
Butet Pagaraji
Butet Pagaraji Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru, Penggila Tuhan dan Pencinta Ilmu, Alam Semesta serta Sesama Manusia

aku ruang di labirin jiwa, menganga, menelan makna, menuang cerita, tanpa bangga, hanya cinta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bruner: Kurikulum Spiral

13 November 2021   00:16 Diperbarui: 17 Mei 2022   07:15 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jerome Bruner

Jerome Bruner adalah seorang seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar kognitif yang lahir di New York pada tahun l915. Pernah mengalami operasi katarak di usia 2 tahun dan sudah menjadi seorang yatim di usia 12 tahun. Meskipun demikian, prestasinya sangat baik.

Pada usia 22 tahun ia mendapat gelar BA dari Universitas Durham, New York dan telah meraih Ph.D dari Universitas Harvard pada 1941 di usia ke-26 tahun. Kemudian menjadi seorang profesor psikologi di Harvard University sejak umur 37 tahun hingga 20 tahun kemudian (tahun 1972), selanjutnya menjadi professor di Oxford University 1972-1980.

Selama lebih dari 45 tahun, Bruner menekuni psikologi kognitif dan ia menghabiskan waktunya di New York University School of Law dan New School For Social Research di New York. Ia termasuk dalam Dewan Penasihat Presiden bidang sains pada masa Presiden Jhon F Kennedy dan memainkan peran penting dalam Structur Projek Madison di Amerika Serikat. Ia juga menjadi salah seorang tokoh prsikologi pendidikan yang mereformasi pendidikan di Amerika Serikat dan juga di Inggris.

Selain itu, banyak menerima penghargaan dan gelar kehormatan dari International Baldan Prize, dan medali emas CIBA dari Asosiasi Psikologi Amerika, serta menulis beberapa karya seperti:

  1. The Proccess of Education; Harvard University press, 1960.
  2. Toward a Theory of Instruction; Harvard University press, 1966.
  3. Beyond the Information Given - Studies in the Psychology of Knowing; Norton, 1973.
  4. Child's Talk: Learning to Use Language; Norton, 1983.
  5. Actual Minds, Possible Worlds; Harvard University press, 1986.
  6. Acts of Meaning; Harvard University Press, 1991.
  7. The Culture of Education; Harvard University press, 1996.


Teori Bruner

Pendekatan teori Bruner meliputi persepsi manusia, motivasi, belajar dan berfikir. Ia berasumsi bahwa, perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif dimana seseorang yang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, mengalami perubahan dalam diri sendiri dan berdampak perubahan terhadap lingkungan.

Berikutnya adalah bahwa seseorang mengkonstruksi pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan dan yang diperoleh sebelumnya, suatu model alam (model of the world). Sehingga membentuk suatu strukturyang mengelompokkan hal-hal tertentu atau membangun suatu hubungan antara hal-hal yang diketahui.

Teori perkembangan Bruner didasarkan pada asumsi bahwa seseorang mengalami kualitas pembelajaran paling baik adalah ketika beralih dari konkret ke abstrak, melalui proses tiga langkah yaitu:

  1. Langkah pertama yaitu belajar melalui tindakan langsung
  2. Langkah kedua adalah belajar dengan menggunakan gambar
  3. Langkah ketiga mengubah yang sudah dipelajari ke bahasa (konteks abstrak)


Topik-topik yang dipelajari, terus menerus ditinjau ulang oleh guru, melalui pembimbingan yang terstruktur dan hati-hati di sepanjanng proses belajar.

Menurut Bruner, hampir semua orang dewasa melalui penggunaan tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah yang disebut tiga model penyajian oleh Bruner, yaitu cara enaktif, cara ikonik dan cara simbolik.

  • Tahap enaktif (0-2 tahun), dimana seorang anak menggunakan pengetahuan motorik untuk memahami lingkungannya melalui representasi aktif lewat gigitan, sentuhan, pegangan dan sebagainya. Ini terjadi dalam pengalaman langsung, idealnya dengan aplikasi dunia nyata. Misalnya, dalam belajar matematika, untuk membagi 4 dengan 2, dua siswa belajar memotong sebuah apel menjadi 4 bagian.
  • Tahap ikonik (2-4 tahun), dimana seorang anak memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal mealui bentuk perumpamaan (tampilan) dan perbandingan (komparasi). Sekarang, dua siswa tadi menghubungkan ingatan mereka tentang pengalaman itu dengan gambar-gambar ikonik. Siswa diminta menggambar buah apel. Lalu buah apel tersebut digambarkan dipotong menjadi empat bagian
  • Tahap simbolik (5-7 tahun), dimana seorang anak mengalami abstraksi memahami simbol-simbol, mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Sekarang, kedua siswa menggunakan gambar yang diinternalisasikan sebelumnya dan mengubahnya menjadi bahasa abstrak, seperti simbol matematika. Menggunakan sedikit retrospeksi, mereka dapat dengan mudah memecahkan masalah

Kekuatan sistem siimbol menandai kematangan proses berpikir seseorang yang disajikan melalui kata-kata atau bahasa, atau bila dalam contoh pelajaran matematika di atas, simbol-simbol kebahasaan direpresentasikan ke dalam rumus-rumus abstrak. 

Berhubungan dengan kognitif dalam pengembangan bahasa tersebut adalah format dan rutin dalam kurikulum spiral yang memuat gagasan bahwa siswa akan kembali ke topik yang sama sepanjang karir akademik mereka dan terus membangun apa yang telah mereka pelajari, membangun ide di atas dasar pengetahuan sebelumnya.

Oleh karena itu, Bruner menganjurkan penggunaan kurikulum spiral dengan pengulangan terus menerus dari ide-ide dasar yang sama. Kurikulum terdiri dari tiga karakteristik:

  1. Siswa mengunjungi kembali topik yang sama secara berkala
  2. Kompleksitas topik meningkat dengan setiap kunjungan kembali
  3. Pembelajaran baru memiliki hubungan dengan pembelajaran sebelumnya

Teori lainnya adalah siswa melakukan proses belajar melalui penemuan (discovery learning) konsep dan makna melalui eksperimen dimana guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar pengetahuan tersebut, yaitu:

  • Membuat perencanaan pembelajaran yang berpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para siswa.
  • Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi para siswa untuk memecahkan masalah dengan mulai dari sesuatu yang sudah dikenal siswa yang dikemukakan secara berlawanan agar terjadi konflik dalam pengalaman belajar siswa untuk menimbulkan suatu kesangsian yang merangsang siswa tersebut untuk menyelidiki masalah itu, menyusun hipotesis serta mencoba menemukan konsep atau prinsip yang mendasari masalanya.
  • Materi disajikan dengan cara enaktif, ikonik dan simbolik, jadi tidak langsung mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau aturan yang akan dipelajari, namun berupa saran apabila diperlukan saja.
  • Memberikan umpan balik pada waktu yang tepat serta menilai hasil belajar yang meliputi pemahaman tentang konsep dasar, dan kemampuan untuk menerapkan konsep itu ke dalam situasi baru dan dalam situasi kehidupan nyata sehari-hari siswa.

Belajar penemuan dianggap lebih bertahan lama dalam memori peserta didik, memiliki efek transfer yang lebih baik serta meningkatkan penalaran peserta didik dan kemampuan untuk berpikir dengan bebas. Belajar sains (misalnya) bukan untuk menghasilkan perpustakaan-perpustakaan hidup kecil tentang sains, melainkan anak-anak dapat berfikir secara matematis bagi dirinya sendiri dan berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan.


Keistimewaan dan Kelemahan Discovery Learning

Setiap teori memiliki kekuatan dan kelemahan, namun begitu tidak mengurangi nilai dalam karakteristik yang ditawarkan dan justru memperkaya beragam terori yang sudah ada sebelumnya. Adapun yang menjadi kekuatan dan kelemahan teori teori Bruner dengan menggunakan pendekatan pembelajaran melalui pengalaman serta pengulangan adalah:

(+) mendorong tumbuhnya rasa ingin tahu siswa dan upaya menemukan jawaban-jawaban

(+) lebih mudah dicerna dan hasilnya lebih berakar serta terekam dalam memori dalam waktu lama

(+) mengajarkan keterampilan menyelesaikan masalah secara mandiri bukan hanya sebatas menyerap informasi saja

(+) berguna dalam meningkatkan kemampuan siswa menalar dengan baik serta bermanfaat dalam penerapan hidup sehari-hari

(+) menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna


(-) belajar rutin dan pengulangan juga menyita waktu dan energi serta menggambarkan proses yang lambat dalam pembelajaran

(-) teori ini tidak dapat berhasil jika murid dominan hanya menerima input dari guru, karena harus diaplikasikan dengan sistem belajar yang mendukung penemuan sendiri

(-) sangat ditentukan oleh tingkat kemahiran peserta didik dalam trial and eror sehingga berpotensi resiko belajar termasuk trauma 


Demikian tulisan ini mencoba menguraikan hasil dari pemahaman yang diperoleh dalam pembelajaran materi Teori Belajar di ruang kuliah online. Semoga bermanfaat dan semakin menikmati kemerdekaan kritis dalam belajar.***


Note: Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Belajar - Dosen: Ibu Clara Evi Citraningtyas, Ph.D.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun