Mohon tunggu...
Shinta Dwi Saraswati
Shinta Dwi Saraswati Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Follow My Blog diaryshinta.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sepucuk Surat untuk Bapak

11 Januari 2017   18:58 Diperbarui: 11 Januari 2017   19:09 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dear Bapak …

Assalamualaikum pak, apakabar?

Bagaimana keadaan bapak Disana? Semoga bapak bahagia dan selalu dalam LindunganNya

Hari ini tepat seminggu setelah kepergianmu,

Rasanya masih aneh dan seperti mimpi, minggu kemarin kita masih berkumpul bersama untuk merayakan tahun baru. Aku masih bisa berbincang dan melihat raut wajahmu, aku tak pernah menyangka, hari itu adalah hari terakhir kita berkumpul.

Seminggu lalu, di pagi buta itu aku tak pernah tau bahwa bapak sedang menahan sakit dan meregang nyawa di rumah sakit.

Rasanya seperti tersambar petir, saat aku terbangun dari tidurku dan mendengar kabar tentangmu.

Beribu kenangan tentangmu melintas dibenakku, rasa sesak yang tak bisa digambarkan membuat dadaku sakit karena saat itu aku tak berada di sampingmu.

Air mata tak berhenti mengalir memenuhi sudut mataku, sepanjang perjalanan aku hanya melihat wajahmu pak. Tepat di awal tahun 2017 , saat terakhir itu tak seperti biasanya bapak ikut  bangun pagi dan mengantarkan anak-anakmu yang pamit untuk kembali ke perantauan. Aku tak ingat persis bagaimana ekspresimu saat itu, yang aku lihat hanya Bapak berdiri di depan teras rumah melambaikan tangan dan melihat kami semua berlalu pergi. Ah,, rasanya sakit untuk mengingatnya kembali

Hari ke empat di awal tahun, aku pulang kembali ke rumah ..   tapi suasananya begitu berbeda. Ramai sekali, bendera kuning berkibar didepan rumah. aku melihat sekelilingku mencari-carimu tapi tak ada,  yang aku lihat hanya suara tangisan di sekitarku, aku mencoba mengabaikan keadaan di sekitarku dan berlari menuju tempat peristirahatan terakhirmu.

Rasanya tak bisa kugambarkan saat mereka merebahkanmu kedalam belahan bumi, menutupmu dengan papan lalu menimbunmu dengan tanah. Tangis ini meledak bercampur rasa bersalah,rasa menyesal bermacam rasa semuanya menyatu dalam diriku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun