Isu transaksi tukar guling saham (share swap) antara PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dengan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dalam rangka monetisasi anak usahanya yaitu PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) masih terus bergulir hingga saat ini, finalisasi transaksi Swap Mitratel direncanakan akan selesai pada akhir Juni ini.
Namun demikian, transaksi tersebut tidak berjalan dengan mulus karena adanya hambatan dari berbagai pihak. Salah satu pihak yang selama ini cukup vocal menentang Swap Mitratel adalah Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra).
Dari data yang saya temukan, penolakan Fitra terhadap aksi korporasi Swap Mitratel antara Telkom dan TBIG telah berlangsung sejak Oktober 2014. Saat itu Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra, Uchok Sky Khadafi mengatakan Keputusan Telkom melakukan tukar guling sangat merugikan keuangan negara. Uchok membeberkan mengapa transaksi ini merugikan Negara. Salah satunya adalah pembayaran bukan tunai. TBIG membayar Telkom dengan menerbitkan saham baru senilai Rp 7.972 per saham. Dengan demikian, Telkom berisiko menderita kerugian bila harga saham jatuh di bawah Rp 7.972. sumber: FITRA: Penjualan Mitratel ke TBIG Rugikan Keuangan Negara.
Pada April 2015, FITRA kembali menegaskan penolakannya terhadap Swap Mitratel, Manager Advokasi dan Investigasi Fitra Apung Widadi mengatakan Share swap saham ini merupakan tindakan penjualan aset BUMN yang kerugiannya bisa mencapai Rp 11 triliun. Beberapa waktu lalu DPR juga telah menolak kelanjutan proyek tersebut. Apung juga mengatakan tukar guling saham Mitratel ke TBIG akan mengakibatkan Telkom kehilangan potensi pendapatan dari bisnis mereka di sektor menara telekomunikasi. Sumber: Jual Mitratel, Telkom Berpotensi Rugikan Negara Rp 11 Triliun.
Dengan demikian, sejak Oktober 2014 hingga April 2015 bisa dikatakan Fitra tetap konsisten pada sikapnya yang menolak Swap Mitratel. sebelum periode tersebut juga Fitra telah berulang kali menyatakan penolakannya terhadap penjualan Mitratel, walaupun tidak disebutkan penolakan penjualan dalam bentuk apa.
Beberapa hari yang lalu muncul pemberitaan di media online tentang adanya potensi kerugian negara jika Mitratel dijual melalui Initial Public Offering (IPO). Disebutkan bahwa Lembaga Kajian dan Pembangunan Sosial Ekonomi (LKPSE) dan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menilai rencana penjualan Mitratel secara Initial Public Offering (IPO) berpotensi merugikan Negara sebesar 33 Triliun rupiah. Sumber: JUAL MITRATEL INDONESIA RUGI RP33 TRILIUN
Dalam pemberitaan disebutkan berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) Nomor. 10/S/IX-XX.2/01/2015 menyatakan bahwa aksi korporasi IPO menyebabkan potensi kerugian Negara. Sedangkan untuk share swap, BPK menyatakan tidak menemukan adanya kerugian Negara serta pelanggaran ketentuan dalam pelaksanaan transaksi tersebut, karena bukan penjualan asset.
Sehubungan dengan penolakan penjualan Mitratel secara IPO tersebut Manager Advokasi dan Investigasi Fitra Apung Widadi mengatakan Potensi kerugian negara jika proses aksi korporasi Mitratel berlarut-larut maka nilai saham akan turun dari Rp2,900 per lembar saham menjadi Rp2,600 per lembar. Ini setara dengan penurunan nilai sebesar Rp33 triliun.
Ada yang menarik dari statement Fitra terkait Mitratel yang terakhir ini, jika sebelumnya Fitra begitu getol menyuarakan penolakan kepada aksi share swap, mengapa tiba-tiba Fitra menolak transaksi IPO pada akhir Juni alias menjelang detik-detik akhir finalisasi Swap Mitratel?
Saya menduga jika perubahan sikap Fitra ini tak lain dan tak bukan adalah karena disuap oleh Telkom agar mengalihkan isu korupsi Swap Mitratel ke Isu IPO Mitratel rugikan negara Rp 33T. Dengan menolak IPO maka dapat dikatakan bahwa Fitra mendukung Swap Mitratel.
Tentunya praktek penyuapan terhadap LSM ini bukan hal yang baru, sangat masuk akal jika kita menduga serangan yang dilakukan oleh Fitra terhadap Telkom selama ini adalah upaya agar mendapat uang “tutup mulut”. Faktanya, selama bulan Juni ini Fitra tak lagi bersuara mengenai penolakan Swap Mitratel, yang ada justru LSM tersebut memberikan statement penolakan penjualan secara IPO untuk mengalihkan isu korupsi Swap Mitratel yang sebelumnya sering didengungkan.