Mohon tunggu...
Sinta Nur Fadilah
Sinta Nur Fadilah Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Blog

Penulis pemula, yang sangat membutuhkan sran maupun kritik. Selamat Membaca. :-) Tetap bermimpi dan berjuang sesulit apapun jalanmu di depan, karena tidak ada yang tahu akan ada kejutan apa setelah melewati itu.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Kondisi Lembaga Jasa Keuangan dan Strategi Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan di Kala Shocks Eksternal

9 April 2020   17:26 Diperbarui: 9 April 2020   17:23 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) menjadi sebuah permasalahan yang sangat kompleks, menyangkut aspek kemanusiaan, namun berdampak pada terganggunya aktivitas ekonomi dan keuangan. Pandemic Covid-19 bisa dikatakan sebagai shocks eksternal yang di alami oleh seluruh Negara yang terdampak salah satunya adalah Negara Indonesia.

Ketidakpercayaan masyarakat yang tinggi saat ini menimbulkan ketidapastian yang berdampak pada aktivitas ekonomi ataupun keuangan. Salah satunya terguncangnya pasar keuangan. Aktivitas produksi dan investasi terganggu, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan sektor informal menurun, serta pengangguran yang meningkat dan pendapatan masyarakat atau pekerja harian menurun.

Di bidang keuangan, selain kepanikan pada pasar keuangan global dan gelombang capital outflows dalam jumlah yang cukup besar dan dalam waktu singkat sehingga memberikan tekanan pelemahan nilai tukar Rupiah (cnbcindonesia.com). Dalam Raker OJK dengan Komisi XI DPR RI menyebutkan penurunan IHSG menjadi salah satu dampak yang cukup besar dibandingkan dengan bursa saham Negara lainnya. Dimana IHSG terkoreksi cukup dalam, namun lebih baik dari Filipina dan Thailand yaitu Indonesia -26,61%, Filipina -31,58%, dan Thailand -27,65%. Outflow nonresident pada pasar keuangan dicatat pasar saham 3 April 2020 Net Sell Rp.10,79 T ytd dan Pasar SBN pada 2 April 2020 Net Sell Rp.129,98 T ytd. Serta pelemahan Yield SBN, dimana investor diperkirakan mulai melepas kepemilikan SBN dengan tenor yang lebih pendek.

Di bidang Perbankan, terganggunya pasar keuangan menyebabkan harapan bank untuk meraih investasi jadi terganggangu dan tertunda. Karena harga saham murah akibat pandemic, akibatnya investor banyak menjual sahamnya. Sehingga untuk perbankan yang sudah go public penggalangan dananya yang sudah meluas dan beban hutangnya makin besar. Maka di saat seperti ini bank mungkin banyak mengalami NPL atau kredit macet sehingga beban operasional yang ditanggung bank pasti akan berkurang.

Dalam Raker OJK dengan Komisi XI DPR RI menyebutkan bahwa pengaruh adanya pandemi pada sektor jasa keuangan bisa dilihat dari, pertama, jalur kinerja dan kemampuan sektor riil, terutama sektor UMKM, dalam membayar kewajibannya kepada perbankan dan industri keuangan non-bank, kedua, perubahan nilai dari asset lembaga jasa keuangan sabagai akibat pelemahan yield instrument keuangan dan instrument saham, pelemahan nilai tukar, dan ketiga, interkoneksi antar sektor keuangan terutama antar lembaga perbankan dan perusahaan pembiayaan.

Pandemic tersebut dapat berpotensi pada peningkatan non Performing Loan/Financing, permasalahan Likuiditas dan tekanan pada permodalan di Lembaga Jasa Keuangan. Menurut Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah menilai bahwa kondisi perbankan Indonesia saat ini masih cukup baik dan belum mengalami krisis dan likuiditas bank masih cukup sehat (keuangan.kontan.co.id). Ditegaskan dengan hasil Raker OJK dengan Komisi XI DPR RI kondisi CAR Perbankan masih memadai di 22,42%, Rasio AL/NCD terpantau baik, dan NPL Bank masih terjaga di bawah batas minimum.

Penyebaran pandemic yang cukup cepat maka pemerintah, Bank Indonesia, OJK serta LPS memberikan stimulus fiskal maupun moneter untuk mengahadapi pandemic ini. Pada 31 Maret 2020 diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penangan pandemic Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Dimana pemerintah mengeluarkan stimulus sebesar Rp 405 triliun untuk memitigasi dampak dari pandemic Covid-19 agar kondisi ekonomi tidak smeakin memburul.

Perpu tersebut memberikan kewenangan kepadala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam menjalankan fungsinya menjamin simpanan nasabah penyimpan dan menjaga stabilitas sistem keuangan. Dilansir dari web resmi LPS Siaran Pers Nomor-15/IV/2020 kewenangan tambahan tersebut yaitu:

  • penjaminan simpanan untuk kelompok nasabah dengan mempertimbangkan sumber dana dan/atau peruntukkan simpanan dengan besaran nilai tertentu yang dijamin sebagaimana akan diatur dalam Peraturan Pemerintah;
  • persiapan lebih awal bersama OJK untuk penanganan bank yang mengalami permasalahan solvabilitas;
  • pemilihan metode resolusi Bank selain Bank Sistemik yang tidak hanya mempertimbangkan biaya yang paling rendah (least cost test); dan
  • perluasan sumber pendanaan untuk penanganan bank gagal dalam hal diperkirakan LPS akan mengalami kesulitan likuiditas melalui penjualan/repo Surat Berharga Negara yang dimiliki kepada Bank Indonesia, penerbitan surat utang, pinjaman kepada pihak lain, dan/atau pinjaman kepada Pemerintah.

Bauran strategi  Kebijakan Bank Indonesia untuk memitigasi dampak dari Covid-19 yang disampaikan dalam video conference pada 1 April 2020 yaitu selain menurunkan suku bunga kebijakan BI7DDR pada Februari dan Maret masing-masing sebesar 25bps dan meningkatkan intensitas triple intervention di pasar spot, DNDF, dan pembelian SBN di pasar sekunder.

Bank Indonesia juga menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Valas bank umum konvensional dari semula 8% menjadi 4% dan menurnkan GWM Rupiah sebesar 50bps untuk bank yang melakukan kegiatan ekspor-impor, pembiayaan kepada UMKM dan/atau sektor Prioritas lain. Dimana penurunan GWM tersebut dinilai akan sangat membantu mengantisipasi dalam kebutuhan likuiditas yang diperlukan oleh perbankan meskipun permintaan kredit menurun dan meningkatnya pemburukan dari asset perbankan.

Selain itu Kementrian Keungan, Sri Mulyani, akan menerbitkan surat utang pandemic bond dengan tiga jenis tenor terpanjang mencapai 50 tahun. Adapun nilainya mencapai US$ 4,3 miliar atau Rp 68,6 triliun (kurs Rp 16.000) dalam menahan tekanan akibat Covid-19 yang mulai berimbas pada perekonomian nasional terutama pasar keuangan. Dimana Pandemic Bond tersebut dimasukkan dalam salah satu instrument dalam below the line, bukan defisit APBN di mana penerimaan Negara dikurangi belanja yang lebih besar, namun resources yang dicadangkan Negara (cnbcindonesia.com).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun