Kemudian Tahun 1879, Fisikawan Austria J. Stefan dan L. Boltzman melakukan eksperimen mengenai "benda hitam". Ketika dipanaskan bisa memancarkan radiasi dengan baik, ketika ada radiasi kepadanya menyerap radiasi tersebut dengan baik pula. Percobaan Stefan dan Boltzman diplot dalam bentuk grafik dan mencoba menyusun teori dengan mengkaitkan intensitas dengan temperatur (baru ini yang terjangkau) dan belum melihat bagaimana hubungannya dengan frekuensi dan besaran lain.
Tahun 1896, Fisikawan jerman Wilhelm Wien juga melakukan eksperimen radiasi "benda hitam" dan diperoleh persamaan yang memperlihatkan hubungan antara temperatur dan frekuensi. Namun ketika diplot tampilan grafiknya hanya berlaku untuk frekuensi besar (ultraviolet) sementara untuk frekuensi lain tidak berlaku.Â
Wien mengemukakan bahwa spektrum benda berpijar adalah kontinyu, akan tetapi ada panjang gelombang pada spektrum yang berada pada intensitas yang paling besar. Panjang gelombang tersebutlah yang menentukan warna pijar pada benda. Wien menjelaskan bahwa panjang gelombang pada intensitas maksimum akan bergeser ke panjang gelombang yang lebih pendek (ke frekuensi yang lebih tinggi apabila suhunya semakin meningkat).
Tahun 1900, dua Fisikawan Inggris L. Reyleigh dan S.J Jeans juga melakukan eksperimen radiasi benda hitam. Mereka berhasil memplot grafik hubungan temperatur dan frekuensi (menggunakan teori klasik Maxwell-Boltzman). Namun ternyata setelah diplot grafiknya dan dibandingkan dengan eksperimen tidak berlaku untuk frekuensi besar (ultraviolet).
Pada tahun yang sama, yakni 1900 Max Planck mendapat pelajaran berharga dari sepotong roti saat sarapan pagi, kemudian Ia memperkenalkan ide bahwa energi radiasi benda bukan kontinyu (tidak dapat putus), akan tetapi dapat dibagi-bagi menjadi beberapa paket atau kuanta yang kemudian disebut foton. Ide ini secara khusus digunakan untuk menjelaskan sebaran intensitas radiasi yang dipancarkan oleh benda hitam. Atas gagasan mengenai kuanta (kuantum) energi ini kemudian Planck mendapatkan hadiah nobel.
Selanjutnya gagasan baru terus-menerus datang dari para ilmuwan, diantaranya yaitu Albert Einstein pada 1905 berhasil menjelaskan efek fotolistrik dengan menggunakan teori kuanta energy. Neils Bohr (1913) turut menyumbangkan gagasannya tentang spektrum cahaya. Pada tahun 1922, Arthur Compton menyumbangkan gagasannya tentang fenomena hamburan Compton. Louis de Broglie (1923) menyumbangkan gagasannya tentang panjang gelombang.Â
Tahun 1924, Wolfgang pauli menyumbangkan gagasannya tentang larangan Pauli. Erwin Schrodinger juga turut menyumbangkan gagasannya tentang persamaan Gelombang pada tahun 1925. Lalu pada 1926, Werner Heisenberg menyumbangkan gagasannya tentang Prinsip ketidakpastian Heisenberg. Kemudian pada tahun 1926, Max Born menyumbangkan gagasannya mengenai probabilitas nilai persamaan gelombang.
Berkat gagasan-gagasan baru yang terus menerus berdatangan ini, pada tahun 1927, diselenggarakan konferensi Solvey untuk membahas gagasan baru yang akan menggantikan gagasan klasik. Pada konferensi ini 30 fisikawan modern dunia datang untuk menyatukan perbedaan-perbedaan dan berhasil melahirkan gagasan baru yang dikenal sebagai Mekanika Kuantum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H