Kadangkala seorang pahlawan tidak terlahir, namun dibentuk. Pun kadangkala seorang pejuang berasal dari wilayah yang dibatasi tembok stigma sosial.
Ganga Harjeevandas atau orang-orang memanggilnya "Gangubai Kathiawadi". Wanita berkebangsaan India, berlian Kamathipura.
Semasa hidup, Gangubai berjasa menyuarakan hak-hak wanita Pekerja Seks Komersial (PSK) yang rentan diskriminasi, kekerasan hingga korban perdagangan manusia.
Namanya perlahan tersohor, usai jurnalis Jane Borges dan Hussain Zaidi menulis kisahnya ke dalam majalah "Mafia Queens of Mumbai: Stories of Women From The Ganglands", terbitan 15 April 2011.
Selang sebelas tahun, tepatnya 16 Februari 2022, film "Gangubai Kathiawadi" mengguncang layar lebar Bollywood. Film yang disutradari Sanjay Leela Bhansali, merupakan adaptasi majalah karya Hussain Zaidi dan Jane Borges.
Adegan awal, penonton disuguhkan prosesi rias gadis cilik bak boneka. Memakai bedak, pewarna bibir merah merona dan tindik hidung.
Alih-alih mengejar pendidikan, Madhu yang masih berusia 12 tahun, hidup di rumah bordil dan bekerja sebagai pemuas hasrat kaum adam.
Martabatnya runtuh, usai keluarga menjual Madhu seharga 1000 rupe karena alasan klise, himpitan ekonomi.
Tak jarang ia mendapati siksaan fisik, acap kali berteriak memberontak melepaskan diri. Harapannya luruh seiring waktu, sampai ketika Gangu (Alia Bhatt) mendatangi rumah bordil, membebaskan Madhu.
Lewat pendekatan personal, Gangu menarik kesimpulan. Madhu dan dirinya memiliki persamaan nasib, korban perdagangan manusia (human trafficking).
Film berdurasi 2 jam 34 menit ini sekaligus kritikan terhadap angka kriminalitas India.
Mengutip Databooks, 10 kota dengan tingkat kriminalitas tertinggi di Asia tahun 2021, Kota Meerut, India menyabet posisi kedua. Selain itu, Biro Catatan Kejahatan Nasional (NCRB) 2022 merekap hampir 90 kasus pemerkosaan terhadap wanita terjadi di India, per hari.
Kala itu Ganga (Alia Bhatt) puteri pengacara, berambisi menjadi aktris. Mengetahui celah, partner hidupnya Ramnik memanfaatkan keluguan Ganga.
Tanpa restu orang tua, keduanya pergi ke Mumbai mengunjungi Sheila Masi, Bibi Ramnik (Seema Pahwa) untuk audisi film.
Sesampainya di rumah bibi, aura 'dunia malam' cukup kental. Bangunan besar dua lantai dengan puluhan kamar dan pencahayaan remang-remang.
Rumah tersebut menampung puluhan wanita yang tengah tidur berhimpitan layaknya ikan pindang. Mengisi tenaga sebelum menjajakan tubuhnya kepada lelaki hidung belang.
Semangat, impian, harga diri Ganga pupus di usia 16 tahun, saat tahu Ramnik menjualnya seharga 1000 rupee.
Nasi sudah menjadi bubur. Puas hati meratapi nasib, Ganga berusaha tegar, membuka lembaran baru. Mengubah nama 'Ganga' menjadi 'Gangu'.
Gadis lugu yang tumbuh di lingkungan terhormat, kini bekerja sebagai 'kupu-kupu malam'.
Selama karirnya, Gangu menerima perlakuan kasar dan pelecehan verbal. Melihat puluhan rekan sesama wanita bernasib serupa, muncul keprihatinan dalam hati.
Semangat memperjuangkan hak-hak perlindungan PSK merupakan bahan bakar Gangu menjalani hidup.
Tiga Kualitas yang Harus Dimiliki Wanita Â
Kecerdasan, keberanian dan empati, cerminan kualitas diri Gangubai Kathiawadi. Pada film, Gangubai diberkati oleh kecerdasan linguistik. Ia cakap mempersuasi lawan bicara melalui perkataannya.Â
Misalnya adegan mencari bantuan keamanan seorang mafia. Meyakinkan perdana menteri untuk menghentikan program revitalisasi. Pidato yang menggugah saat ia terpilih menjadi pemimpin Kamathipura. Atau kepekaannya menggunakan media dalam strategi kontestasi politik.Â
Keberanian. Pasca peristiwa traumatis di usianya 16 tahun, Gangubai tumbuh menjadi wanita tegas dan berani. Ucapannya sanggup menusuk hati lantaran pedas dan tajam. Ia berprinsip tidak takut siapa pun, selama yang dilakukannya adalah hal baik. Berani terjun dunia politik, sekalipun lawannya begitu alot.Â
Empati atau turut merasakan penderitaan orang lain. Gangubai paham betul bagaimana hidup sebagai kaum marginal yang dipandang sebelah mata. Hal tersebut mendorongnya untuk berjuang demi nasib PSK yang lebih baik.Â
Gangubai menolak stigma sosial jadi tolok ukur martabat seorang wanita. Memang benar, bisnis prostitusi haram di mata masyarakat. Namun, niat baik memperjuangkan hak-hak kesejahteraan, perlindungan, sekalipun mereka adalah wanita penghibur. Atau semangatnya menuntut akses pendidikan terhadap anak-anak di Kamathipura, patut diapresiasi.Â
Gangubai laksana berlian. Terbenam di perut bumi, pantang hancur berkeping-keping sekalipun ditempa palu gada.Â
Dalam film, Alia Bhatt begitu menjiwai karakter Gangubai. Sayangnya, beberapa adegan mengandung kekerasan dan unsur sensualitas sehingga kurang cocok ditonton anak bawah umur. Selain itu, tekadnya melegalkan bisnis prostitusi dikhawatirkan seolah menormalisasikan hal yang menyimpang norma sosial.
Film 'Gangubai Kathwiadi' cukup inspiratif dan penuh motivasi. Mengajarkan manusia untuk tidak pasrah 100 % pada keadaan. Mengajarkan wanita agar memiliki kecerdasan, empati dan keberanian.
Jika perempuan adalah perwujudan kekuasaan, kekayaan dan kecerdasan, apa yang membuat laki-laki ini merasa superior? -Gangubai Kathiawadi
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H