Mohon tunggu...
shinta ayu aini
shinta ayu aini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Student of Communication

Islamic Communication and Broadcasting. Hello my name shinta, im a student in Walisongo Islamic University. Interested in journalism, thats why i love to write. Im recently working as a reporter in amanat.id, as a reporter. My instagram @edelweis_garrison, or contact me at my email @ainisinta26@gmail.com. I have job experience too, as a waitress.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa Saja Etika Bercanda Menurut Rasulullah?

22 Oktober 2022   08:53 Diperbarui: 22 Oktober 2022   09:01 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 "Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaiman dia berkata; telah menceritakan kepadaku Ibnu Wahb, telah mengabarkan kepada kami 'Amr bahwa Abu al-Nadr telah menceritakan kepadanya dari Sulaiman bin Yasr, dari Aisyah Radiyallahu 'anha dia berkata: "Saya tidak pernah melihat Rasulullah s.a.w, tertawa terbahak-bahak hingga terlihat elak-elakanya (daging di atas ujung tenggorokan) beliau hanya biasa tersenyum". (Pada kitab Sahih Al-Bukhari, kitab: 78, hadis No. 6092).

Quraish Shihab berpendapat bahwa istilah tertawa jika disertai suara yang terdengar dari jauh disebut terbahak-bahak, apabila tidak maka hanya disebut tertawa, jika tanpa diirngi suara maka disebut senyum. Kedua hadis diatas mengambarkan bagaimana Rasulullah tertawa, beliau tidak mengeluarkan suara , namun hampir saja senyumnya itu memiliki suara (Nedih, 2018). Hal ini memberikan pelajaran bahwa ketika menyaksikan hal yang bersifat humor,seorang Muslim jauh lebih baik untuk tidak mengeluarkan suara berlebihan ketika tertawa, sebab Islam membenci sesuatu yang berlebihan. Ketika sedang bercanda, manusia tetap harus mematuhi batasan-batasan yang wajar. Salah satunya yaitu menghindari adanya kedustaan, Rasulullah bersabda

"Celakalah orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang lain tertawa, celakalah dia celakalah dia!". (HR. Abu Daud no. 4990 dan Tirmidzi no. 2315 dihasankan oleh Al-Albani).

Hadis tersebut mengandung peringatan keras terhadap kedustaan, serta ancaman kebinasaan bagi orang yang membuat kedustaan dengan tujuan bercanda dan membuat orang lain tertawa. Jika dihubungkan pada zaman ini, banyak orang yang bekerja sebagai pelawak, tidak menutup kemungkinan bahwa candaan mereka mengandung dusta ataupun olokan yang bersifat menyakiti hati orang lain, sehingga lebih baik mereka mengganti pekerjaannya (Marwan, 2013).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa berbohong dalam bercanda dapat menimbulkan permusuhan atau salah paham di antara manusia. Syariat ini dalam rangka untuk menuntup jalan ke arah yang lebih buruk, jadi meskipun tidak menyebabkan langsung, tetapi bisa jadi menjadi penyebab permusuhan dan salah paham di kemudian hari. Meskipun begitu, semasa hidupnya Rasulullah adalah sosok yang memiliki selera humor yang baik, beliau sering mengajak bercanda para sahabatnya tanpa adanya unsur kedustaan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:

"Ya Rasulullah! Sesungguhnya engkau sering mencandai kami. Beliau berkata : Benar, namun aku tidak bercanda kecuali dengan perkataan yang benar (haq)". (HR Tirmidzi no 1990 disahihkan oleh Al-Albani). "

Hadis ini menjelaskan bahwa Rasulullah mengaku sering membercandai para sahabatnya, namun beliau menambahkan bahwa kandungan humornya tidak terselip perkataan yang dusta. Hadis ini dapat kita ambil pelajaran, bahwa seseorang sangat diperbolehkan memiliki sense of humor (selera humor), asalkan ucapannya tersebut memang benar adanya atau sesuai fakta.

Seperti hadis berikut:

Diriwayatkan dari Anas r.a bahwa seseorang mendatangi Rasulullah, dia berkata "Ya Rasul! Angkatlah saya ke atas onta" Rasulullah menjawab "Sesunguhnya kami akan mengangkatmu ke atas anak onta." Lelaki tersebut bingung "Apa yang saya lakukan dengan anak onta?" Rasul menjawab "Bukankah ontaonta perempuan melahirkan onta?".

 Rasul mencandai orang tersebut dengan menyebut onta menjadi anak onta, maksudnya semua onta yang ada di bumi adalah anak dari ibu onta (Marwan, 2013).

 menggambarkan bahwa Nabi Muhammad memiliki selera humor (sense of humor) yang baik, dibuktikan ketika sedang bergurau, candaanya tidak menyingung hati dan candaannya tidak mengandung kebohongan, sama sekali tidak mengandung unsur memojokkan suku, etnis, atau mengolokolok agama lain. Sangat jauh bila dibandingkan dengan realita kehidupan sehari-hari, yang semata-mata menggunakan candaan yang bersifat kebohongan, menyindir ras/suku sehingga membuatnya sakit hati. Candaan merupakan aktivitas komunikasi yang biasanya dilakukan melalui lisan, padahal Islam telah memperingatkan kita untuk menjaga tutur kata demi keselamatan dirinya sendiri, bahkan Rasulullah bersabda,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun