Mohon tunggu...
Shinta Ade
Shinta Ade Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru matematika

Ibu dari 3 anak, telah menerbitkan cerpen berjudul "Amazing Hanif" pada 2021

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membangun Kota dengan Matematika

7 September 2021   21:37 Diperbarui: 7 September 2021   21:41 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilmu matematika hingga saat ini, masih jadi ilmu yang bagi kebanyakan murid sebagai ilmu kurang menarik, dari segi tingkat kesulitan murid dalam memahaminya, hingga aplikasi yang masih kurang bermanfaat bagi kehidupan beberapa murid.

Kita bisa sama-sama dengan mudah melihat hasil belajar matematika murid, mulai dari tingkat dasar hingga tingkat atas, menunjukkan hasil belajar yang tidak maksimal.

Banyak faktor tentunya yang mempengaruhi hasil belajar seorang murid, eksternal dan internal. 

Tak sedikit juga usaha para ilmuwan yang berkompeten dalam bidang matematika menciptakan beragam metode mengajarkan matematika, yang membuat suasana belajar jadi lebih berwarna dan tentunya tidak terasa tegang. 

Tapi semakin kemari tingkat kesulitannya semakin tinggi, sehingga metode belajar harus diregenerasi mengikuti perkembangan zaman.

Semakin terasa berat bak jatuh tertimpa tangga, belajar secara langsung saja masih tidak faham, apalagi sekarang belajar tak lagi butuh ruang kelas, dan harus dilalui dengan bertemu via daring. 

Sudah terbayang lah betapa kalang kabutnya semua pihak, tak cuma murid yang semakin pusing, guru juga tentu harus putar otak mencoba-coba banyak metode mengajar daring yang sesuai, dan pihak ketiga yang harus ikut dalam arus ini, mereka adalah orangtua. 

Tak perlu kita bahas bagaimana pusingnya menjadi orangtua di zaman pandemi seperti ini, karena kita semua mungkin merasakannya. Bagaimanapun pendidikan tidak boleh berhenti, sebab pendidikan adalah tonggak peradaban suatu bangsa.

Guru-guru secara otodidak mempelajari teknologi lebih serius dari sebelumnya, belajar lagi membuat slide, berulangkali take video untuk bahan ajar di kelas-kelas online.

Sudah terbayang bagaimana dengan matematika? Keriting... Tapi bukan guru namanya jika tak mau belajar, sebab ilmu itu harus selalu diperbaharui, dan skill mengajar harus sering di upgrade.

Salah satu yang memungkinkan untuk dilakukan seorang guru matematika, mengajarkan murid materi matematika yang aplikatif, sebab kurikulum yang digunakan saat ini juga mengasah aspek keterampilan, seperti materi dasar bangun ruang di kelas 5 SD.

Aplikasi dari materi bangun ruang yaitu kubus dan balok ini adalah sebuah project bernama "geometry city". Anak anak diajak untuk mewujudkan imajinasinya melalui maket-maket indah yang merupakan rancangan kota ala mereka.

Tentu diawali dengan pemahaman terlebih dahulu konsep dasar bangun ruang dan unsurnya kepada murid, melalui video animasi yang bisa dibuat oleh guru itu sendiri atau download dari kanal YouTube. 

Memang tak semudah yang dibayangkan, tapi percayalah jika seorang guru punya niat tulus untuk mentransfer ilmu kepada muridnya, itu menjadi kunci ilmu tersebut menjadi mudah diterima, selain memastikan setiap anak memahami yang disampaikan dengan menanyakannya satu persatu saat pembelajaran daring berlangsung, bertanya menjadi salah satu trik khusus untuk mengajak murid kembali fokus memperhatikan penjelasan guru.

Setelah siswa mendapatkan ilmu apa itu bangun ruang sederhana, seperti balok dan kubus, kemudian siswa bekreasi dengan jaring-jaring kubus dan balok yang difahami membuat berbagai ukuran bangun ruang kubus dan balok. 

Bisa banyak jumlah bangun ruang yang dibuat, tergantung kemauan murid, dan murid diberi kebebasan mendesain sendiri gedungnya, memberi warna, menambahkan plang pada gedung, mendesain jalan, menambahkan ornamen kecil seperti pohon, hewan kecil, mobil-mobilan, jembatan layang, dan orang-orangan. Setiap murid punya konsep unik tersendiri.

Lewat desain "Geometry city" mereka mampu mengaplikasikan, ilmu tentang bangun ruang sederhana yang telah mereka fahami. 

Murid juga diasah skill presentasinya saat satu persatu dari mereka menjelaskan apa konsep, dan ukuran masing-masing gedung yang mereka buat berbentuk kubus dan balok itu, dan tentu saja mereka mampu menghitung secara tepat volume setiap gedung yang telah mereka desain, sebab mereka membuat jaring-jaring menggunakan kertas petak, yang memudahkan mereka dalam menghitung unsur dari sebuah bangun ruang.

Mungkin terdengar agak sulit untuk dipraktekkan, tapi saya sudah melakukannya, selain materi tersampaikan dengan baik, murid-murid jauh lebih mudah memahami bagaimana menghitung volume dengan melihat langsung benda yang perlu dihitung volumenya. 

Dan bonusnya materi ini menjadi penyalur kreatifitas murid saya, dengan bangga mereka memajang hasil karya mereka diantara piala yang mereka dapat, atau di rak buku paling tinggi di rumah mereka. Bahwa mereka bisa tetap belajar dan berkreasi dengan matematika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun