Tengboche adalah sebuah biara berada di ketinggian 3860 mdpl tempat para rahib biksu dan murid muridnya melakukan aktifitas spritual, seperti memberi santapan pemahaman betapa damainya alam ini kalau kita senantiasa berteman dengannya.
Hujan tak kunjung berhenti, bahkan sampai di penghunjung malam. Kami meringkuk di dalam kamar di salah satu guest house tak jauh dari biara
Pagi ini Hari ke 7 pendakian, sebelum melanjutkan perjalanan kami sempatkan menyambangi biara, ikut merenung bersama gaung do'a yang di senandungkan para biksu. Mencoba mengerti kenapa Andrew Lock sang pendaki Everest dalam bukunya Di Puncak 8.000  akhirnya merasa bahwa berdo'a di biara Tengboche adalah sebuah keharusan sebelum  dia melakukan beberapa pendakian ke puncak sang Sagarmatha.
Kami menginap 2 malam di Dingboche, untuk melakukan aklimatisasi ke 2 dari ketinggian 4000an ke ketinggian 5000an. Disinilah guide akan menilai apakah kami layak untuk melanjutkan perjalanan atau cukup sampai disini.
Keesokan  hari kami melakukan  trekking menuju Chukung di ketinggian 4710 mdpl.  Duduk berselonjor mengusir penat di ketinggian, tak bosannya mengagumi gunung gunung yang mengikuti sepanjang perjalanan, sang Ama Dablam, Island Peak,  juga monster  8516 m Lhotse yang sudah mulai memperlihatkan diri di titik ini.
Sebelum matahari sampai di puncaknya, kami turun kembali ke Dingboche. Â Sesampainya di guest house, Niru pemandu kami menegaskan supaya tak ada satupun dari kita yang tidur di siang itu. Salah satu dari program aklimatisasi adalah memang berakrab ria dengan aktifitas sang surya di siang hari.
Awal perjalanan menuju Lobuche berasa bonus bagi kaki ini karena jalan datar berumput begitu luas dan panjang. Rombongan Yak susul menyusul, sesekali terlihat satu dua ekor yang mencoba sembunyi-sembunyi menghindar dari sang gembala untuk mencicipi cemilan rumput pagi hari.Tak lama gembalapun  memergoki dan meneriaki mereka untuk kembali ke jalurnya, dan sang pembelot seperti tertawa-tawa, dan bergabung kembali dengan riang gembira ke rombongan semula.
Jauh di atas bukit  terpapar tumpukan  batu dan monumen untuk mengingat para pendaki yang mengakhiri pendakian hidupnya di Everest. Terlihat salah satunya bertuliskan Scott Fischer salah satu pendiri Mountain Maddness, Adventure travel service, yang turut menjadi korban pada bencana pendakian Everest pada bulan Mei 1996. Bencana tersebut merenggut 8 orang korban  ketika mereka terjebak dalam badai salju selama upaya turun dari puncak.