Dahulu, jika hujan turun dan jalanan rusak bahkan bisa mencapai 3 hari sampai satu minggu perjalanan. Karena kebayakan kendaraan "tertanam". Kebayang nggak loh??? Kalau saya, kayaknya udah semaput-semaput naik mobil selama itu. Silahkan search aja kondisi jalannya di google, kayaknya dulu juga sempat viral... Hehe. Tapi informasi dari teman yang ada di Boven Digoel, kondisi jalan saat ini sudah agak lebih baik dibandingkan dahulu. Alhamdulillah... Tapi, 7 sampai 8 jam jalur darat tetap saja amazing buat saya...
Tak terasa, panggilan untuk boarding pun menggema. Selepas take-off semuanya berjalan normal. Namun pada menit ke 20 sampai akhir perjalanan perasaan jadi nggak enak. Sedari tadi pesawat terus berguncang. Awan terlihat tebal dan sekali-sekali di kaca jendela terlihat percikan air. Sebenarnya, dulu juga sudah sering mengalami ini, sewaktu masih di Wamena. Cuma kali ini rasanya lebih deg-degan. Oiya, FYI ketika naik pesawat menuju Boven Digoel, kita terlebih dahulu akan melewati Oksibil, Pegunungan Bintang. Saya jadi teringat beberapa waktu lalu, ada kasus pesawat Trigana Air yang jatuh ketika menuju Oksibil.Â
Yah, mungkin itu yang membuat gugup. Â Sepanjang perjalanan, pesawat terus-terusan menerobos awan, sehingga getaran terus terjadi. Di kejauhan terkadang terlihat gumpalan awan hitam. Ya Allah, entah kenapa rasanya pesawat ini terasa rapuh sekali. Bagaimana jika salah satu baling-balingnya berhenti berputar, pikirku. Sepanjang perjalanan, saya terus-terusan berpegangan. Teringat, perkataan seorang teman, "Saya kalau naik pesawat di Papua tiba-tiba jadi relijius, sepanjang jalan berdoa."Â Wkwkwkwk. Begitulah pula yang saya lakukan sepanjang perjalanan, berdoa. Tapi, entah kenapa orang-orang di sekitar saya malah ada yang sampai tertidur dengan nyenyaknya. Mungkin karena mereka sudah biasa.
Tak terasa, pilot mengumumkan bahwa pesawat kami akan segera mendarat. Saya bingung dengan pengumuman pilot ini. Sedari tadi pesawat kami terus-terusan diselubungi awan, bahkan tidak ada satupun daratan yang terlihat. Semuanya awan. Beberapa lama sejak pengumuman pilot tadi, tetapi pesawat tak kunjung mendarat juga.Â
Akhirnya sekitar 20 menit kemudian, di kejauhan terlihat secercah cahaya-bagai cahaya surga yang menerobos awan-laksana sebuah lubang besar. Yah, dari lubang awan itulah ternyata kami akan mendarat. Setelah melewati lubang tersebut, perlahan-lahan ketinggian pesawat menurun, dan Kota Tanah Merah mulai terlihat. Alhamdulillah, pesawat bisa mendarat dengan selamat. Cuaca di Boven Digoel waktu itu justru terik sekali. Entah kenapa, perbedaan cuaca disini terkadang bisa se-ekstrem ini. Di angkasa mendung, di daratan terang-benderang.
Boven Digoel Kini...
28-29 Mei 2018
Kabupaten Boven Digoel tergolong Kabupaten yang lumayan "maju", jika dibandingkan  dengan kabupaten yang lain di Papua. Yah, maju disini tentunya tidak bisa dibandingkan dengan wilayah lain di luar Papua. Setidaknya itu menurut saya, karena masih ada kabupaten lain yang bahkan tidak bisa disebut tempat layak huni-selain karena keadaan keamanan dan fasilitas yang tidak memadai.Â
See my previous post here. At least, disini listrik sudah 24 jam, ada hotel yang lumayan bagus-meskipun lebih mirip penginapan biasa-tapi disini cukup untuk dibilang hotel, ada POM bensin, ada ATM dari berbagai bank, meskipun untuk sinyal internet Tel***sel termasuk buruk. Jangan tanya sinyal operator lain, pastinya tidak ada. Harus punya wifi, baru bisa internetan. Hahaha, tapi ya nggak apalah.