[caption id="attachment_347217" align="alignnone" width="598" caption="Dok. Nidshock.blogspot.com"][/caption]
Selepas Orde Baru, Masyarakat dan Media seakan keluar dari puasa yang lama setelah dibatasinya kebebasan berpendapat pada zaman tersebut. Dimana salah satu yang menjadi haknya itu menjadi sesuatu yang bisa dikatakan dilarang oleh penguasa pada saat itu. Beranjak pada zaman - zaman selanjutnya pada masa demokrasi ini Masyarakat dan Media keluar sebagai pemeran utama dalam hal kebebasan berpendapat. Dimana biasanya kebebasan berpendapat ini dilakukan dengan cara mengkritik dan beropini.
Kritik adalah kata dasarnya, yaitu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya Kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruknya terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan lain sebagainya. Biasanya kritik ini berupa :
Ekstern, tahap penelitian berdasarkan liputan fisik berupa bentuk, jenis aksara, bahan, lingkungan, dan lokasi keberadaan prasasti;
Film, kupasan dalam media massa mengenai film yang dipertunjukkan di sebuah bioskop, ditinjau dari segi kekuatan dan kelemahannya, kelebihan dan kekurangannya yang dilandasi alasan yang logis;
Intern, tahap kerja yang dilakukan berdasarkan hasil liputan data lapangan, yaitu transliterasi dan transkripsi;
Membangun, kritik yang bersifat memperbaiki;
Naskah, metode dalam filologi yang menyelidiki naskah dari masa lampau dengan tujuan menyusun kembali naskah yang dianggap asli dengan cara membandingkannya;
Sastra, pertimbangan baik buruk terhadap hasil karya suatu sastra;
Teks, kritik naskah.
Mengkritik dalam KBBI berarti mengemukakan kritik; mengecam, dilihat dari artinya mengemukakan suatu kritik bukanlah suatu hal yang negatif. Dengan cara berkritik yang sesuai etika berbahasa dan sifatnya baik untuk hal yang dikritik merupakan suatu perbuatan yang tidak merugikan objek yang di kritik. Pada zaman yang menganut kebebasan berpendapat sekarang, pada umumnya pengkritik (orang yang mengkritik; orang yang mengemukakan kritik) sering sadar atau tidak sadar atau bahkan melontarkan suatu kritik yang pedas dan terkadang tidak meng-enakan pada objek yang di kritiknya. Seakan kebebasan berpendapat tersebut di salah artikan untuk menyerang objek yang menjadi sasaran kritikannya. Hal ini mendekatkan yang dapat mendekatkan suatu Kritik pada unsur Bullying. Dimana kasus bullying pada zaman ini pernah ada dan terjadi pada sosok ataupun daerah di Indonesia.
Bullying berasal dari kata Bully, yang diartikan kedalam Bahasa Indonesia dari kamus Bahasa Inggris pada umumnya berarti menggeretak. Sedangkan Bullying diartikan sebagai Penindasan yang pada umumnya penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain. Yang mana perilaku ini dapat menjadi suatu kebiasaan dan melibatkan ketidak seimbangan kekuasaan sosial atau fisik. (Sumber: Wikipedia)
Bullying ini dapat berupa pelecahan yang ilakukan secara lisan atau ancaman, kekerasan fisik atau paksaan dan dapat diarahkan berulang kali pada objeknya, yang mungkin atas dasar Ras, Agama, Gender, Etnis, Seksualitas dan semacamnya. Penindasan pada umumnya terdiri dari empat jenis, yaitu secara emosional, fisik, verbal dan cyber atau dilakukan di media baik media massa, sosial, elektronik dan semacamnya dan bentuk dari Penindasan tersebut dibagi dua yaitu fisik dan psikologis. Penindasan Fisik berarti yang diserang adalah fisiknya, Penindasan Psikologi berarti batinnya yang diserang. Penindasan Psikologis inilah yang mempunyai keterkaitan dengan mengkritik dan sering terjadi pada era ini, dimana terkadang Kritikan seseorang dapat berunsurkan suatu unsur bullying physcologhyst.
Dalam hal demikian, seorang yang sering berpendapat atau mengkritik harus meningkatkan kewaspadaannya dalam objeknya yang dituju. Pengkritik harus cerdas disamping kritiknya yang mungkin pedas. Jangan sampai melakukan suatu kesalahan yang berakibat fatal, dimana nantinya didalam kritik tersebut mengandung unsur penindasan yang dapat mengakibatkan objek kritis merasa dirinya mengalami trauma psikologis, ketakutan, depresi, kecemasan, ataupun stres. Apalagi pada era Globalisasi dimana Internet dan Media Elektronik & Sosial menjadi salah satu tempat untuk mengemukakan kebebasan berpendapat. Dampak pada kesalahan inipun dapat merambat pada suatu pencemaran nama baik yang paling utama yang mana nantinya dapat dipermasalahkan secara Hukum Nasional.
Tanpa bermaksud untuk menjadi yang paling baik dan benar dan idealis, maka berkritiklah dengan dilampirkannya suatu saran yang memotivasi dengan tujuan untuk membangun yang lebih baik lagi untuk suatu hal yang telah dianggap baik-buruknya, kurang-lebihnya, bermanfaat-tidaknya suatu objek yang akan di kritik agar suatu kritik tidak mengandung unsur yang dapat dikatakan penindasan atau Bullying.
-Shinada
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H