Mohon tunggu...
Shilvia Yulianti S
Shilvia Yulianti S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran

Mahasiswa Jurnalistik yang memiliki ketertarikan untuk menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Meugang, Tradisi Istimewa Perayaan Kemenangan di Tanah Serambi Mekah

30 Juni 2024   10:33 Diperbarui: 30 Juni 2024   14:00 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Tapi kadang jika pembelinya dari Bireun atau Aceh Utara, mereka lebih suka membeli bumbu kari atau sop daging," kata Zuhrah sembari sibuk melayani pembeli.

Setelah bergulat dengan hiruk pikuk untuk mendapatkan daging dan bumbu, biasanya masyarakat Aceh akan kembali ke rumah masing-masing agar dapat memasak daging tersebut bersama keluarga dan kerabat.

Sore hari selepas shalat Ashar, aroma rempah-rempah khas Aceh menguar semerbak di udara Gampong Keutapang. Daging Sapi dan kerbau beradu panas diatas tungku raksasa.

Riuh rendah tawa dan canda dari sanak saudara mewarnai suasana memasak rendang dan sie reuboh di depan halaman rumah. Mereka begitu sabar mengaduk kuali besar untuk merebus daging hingga empuk dan meresap dengan bumbu. 

Tidak terlihat raut kelelahan di wajah mereka, yang ada hanya suka cita untuk menghasilkan hidangan yang kaya rasa dengan aroma yang menggoda. 

Dengan melihat hal tersebut, kita bisa merasakan bahwa inilah suasana eksklusif meugang Idul Fitri, tradisi kuliner istimewa yang menjadi denyut nadi perayaan kemenangan di tanah Serambi Mekkah.

Bagi masyarakat Aceh, tradisi meugang bukan sekedar membeli dan memasak serta menikmati berbagai kuliner maupun hidangan daging yang lezat. Meugang menjelang Idul Fitri sarat akan makna dan nilai budaya. 

"Meugang itu bukan sekedar tradisi makan daging bersama keluarga, tapi tentang kebersamaan, gotong royong dan rasa syukur," tutur Lhem Madi, masyarakat adat Gampong Keutapang, Aceh Besar.

Tradisi ini telah terpatri dalam sejarah panjang Aceh. "Sejak zaman dulu, zaman nenek moyang kita, meugang selalu menjadi momen spesial untuk berkumpul dan mempererat tali silaturahmi," terang Tengku Hamzah, budayawan Aceh.

Tidak hanya dinikmati oleh keluarga dan kerabat, hidangan meugang juga dibagikan kepada tetangga, yatim piatu, hingga dhuafa. 

Di halaman Masjid Baitussalam, Aceh Besar, tawa dan canda anak-anak yatim piatu serta dhuafa bergema, menyambut berbagai hidangan istimewa hasil masakan dari tradisi meugang yang dibagikan kepada mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun