Mohon tunggu...
Shiloh Lumaris
Shiloh Lumaris Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Atlet renang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Guru Suka Marah Dan Memukul, Bagaimana Mengatasinya

20 September 2015   20:22 Diperbarui: 20 September 2015   20:23 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Baru baru ini di Ambon seorang murid di bawa ke rumah sakit karena dipukul gurunya karena tidak membawa tugas sekolah. (baca di kompas.com 19 September 2015). Berita tentang guru yang memukul muridnya ada banyak sekali kalau mau di googling di internet. Misalnya guru memukul muridnya dengan penggaris kayu di Sumatra Utara (baca tribunnews.com 4 september 2015), ibu guru memukul muridnya dengan sepatu di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 1 Sambirejo, Sragen, Jawa Tengah ( baca di Okezone.com, 18 November 2014), dan sebagainya.  

Sebetulnya kita sering ketemu guru yang tidak baik. Aku pernah mengalami susahnya ketemu guru yang tidak baik, guru itu suka marah, suka memukul dan mengeluarkan kata kata tidak enak ketika mengajar. Hanya soal membaca dan suaranya pelan guru langsung marah dan memukul, salah buku atau menulis catatan di buku yang berbeda saja sudah marah dan bukunya di lempar sampai robek. Kalau muridnya menjawab pertanyaan dan dianggap salah langsung dikomentari “ asbun “ atau asal bunyi atau kadang kita dibilang “sok kali kamu” entah mengapa, kalau muridnya tanya dan gurunya tidak tahu jawabannya selalu dikatakan “kamu ini banyak tanya yang tak masuk akal”. Dan masih banyak lagi kata kata yang kadang tidak pantas diucapkan guru di depan kelas. Apalagi di sebuah sekolah yang dikenal baik dan harus bayar uang sekolah yang tidak murah.

Apa bedanya guru, customer service, dan polisi ? kalau customer service misalnya di bank melayani orang yang mau buka rekening orangnya pasti bermacam macam dan kadang ada juga yang menjengkelkan tetapi customer service tidak boleh marah harus selalu tersenyum. Polisi tugasnya melayani, melindungi masyarakatnya setiap hari mereka bertemu orang jahat tetapi kalau kita lagi menanyakan sesuatu polisi tetap menjawab dengan ramah dan tidak marah marah walaupun mereka membawa senjata. Mengapa ? karena customer service di bank dan polisi itu dididik untuk ramah kepada orang lain, bagaimana dengan guru apakah juga di didik untuk ramah dan sabar kepada muridnya ?

Aku kadang iri dengan papa karena papa pernah cerita dengan aku kalau dulu ketika sekolah di Jogja diajar oleh guru guru yang baik bahkan teladan tingkat propinsi dan tingkat nasional. Kadang papaku sedih karena tahu anaknya diajar oleh guru yang tidak baik dan tidak bermutu suka marah dan memukul meskipun sekolahnya bukan sekolah sembarangan dan harus bayar mahal. Tapi menurut papa kalau ketemu guru yang jahat itu kita nikmati aja dan setelah itu kita lupakan. Paling ketemunya hanya setahun aja setelah itu tidak perlu diingat ingat lagi ya wajahnya, ya namanya, apalagi kelakuannya.

Tetapi harus tetap waspada karena kalau kita goggling di internet banyak tulisan tentang undang undang perlindungan anak anak yang melarang guru melakukan kekerasan saat guru mengajar, guru bisa dihukum penjara dan di denda ratusan juta.

Sekarang kalau guru kita suka marah, suka memukul, suka ngomong kasar, dan ngawur. Yang harus kita lakukan adalah memberi tahu orang tua kita, memberi tahu teman teman supaya juga memberi tahu orang tua masing masing dan jangan lupa memberi tahu kepala sekolah kalau guru itu pemarah suka memukul suka menyemprot muridnya dengan kata kasar dan sering ngomong ngawur di kelas. Bisa juga lapor ke dinas pendidikan apalagi kalau kenal beberapa orang di sana.

Seharusnya kepala sekolah dan orangtua-orang tua murid saja bisa mengatasi masalah ini jangan sampai kalau sudah jatuh korban baru ribut. Tetapi anak anak yang pernah dipukul, di semprot dengan kata kata kasar dan jadi takut, malu, malas, tertekan kalau pelajaran itu sebetulnya sudah jadi korban guru yang nggak baik itu. Mereka butuh pertolongan juga untuk dihilangkan rasa takutnya, rasa malunya, rasa malasnya, dan rasa tertekannya, lalu siapa yang mau menolong ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun