Mohon tunggu...
shifa silvia
shifa silvia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya Shifa Silvia anak kedua dari Empat bersaudara, saya merupakan orang yang pekerja keras hal itu terbukti ketika saya memiliki seuatu target dan target itu harus tercapai walaupun pada akhirnya tidak sesuai dengan ekspetasi awal setidaknya saya pernah berusaha untuk menggapainya, saya juga merupakan orang yang bertanggung jawab hal itu saya buktikan ditempat kerja saya karena saya disiplin akan waktu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengertian dan Manfaat Ariyah, Pinjam Meminjam Barang dengan Saling Percaya

1 November 2024   09:08 Diperbarui: 1 November 2024   09:17 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ARIYAH MENURUT PANDANGAN ISLAM

A. Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari, Anda mungkin sering berada dalam situasi di mana Anda meminjam sesuatu atau meminjam sesuatu dari orang lain. Dalam Islam, konsep pinjam-meminjam ini dikenal dengan istilah ariyah.

Ariyah merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang sangat dijunjung tinggi dalam Islam karena mengajarkan kita untuk selalu saling membantu dan mendorong satu sama lain tanpa harus merugikan. Praktik ini tidak hanya berfungsi sebagai fasilitator transaksi pinjam-meminjam, namun juga menumbuhkan solidaritas masyarakat dan nilai-nilai tolong-menolong.

Namun, seperti halnya konsep-konsep lain dalam hukum Islam, ariyah memiliki hukum dan peraturan yang jelas. Hal ini mencakup dasar-dasar hukum, variasi, rukun, jenis, dan contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Memahami setiap aspek ini sangat penting agar kita dapat menerapkan ariyah dengan cara yang benar dan konsisten dengan ajaran Islam.

Artikel ini akan membahas secara mendalam apa itu ariyah, dasar hukumnya, variasi hukumnya, rukun yang harus dipenuhi, jenis-jenis ariyah, serta contoh praktisnya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pemahaman yang komprehensif, Anda akan lebih mampu menerapkan konsep ariyah dengan baik dalam interaksi sosial sehari-hari.

B. Apa Itu Ariyah

Dalam konteks hukum Islam, ariyah adalah tindakan memberikan sesuatu yang bernilai kepada orang lain tanpa menimbulkan kerugian, dan barang tersebut harus dikembalikan dengan cara yang benar setelah digunakan. Secara bahasa, kata "ariyah" berasal dari akar kata a-'ara yu'iru i'arah, yang berarti mengakui atau menjelaskan penggunaan suatu barang oleh pemiliknya kepada orang lain.

Definisi mazhab dalam fikih Islam agak berbeda, tetapi mirip dengan ariyah:

 

1. Menurut Mazhab Hanafiyah, ariyah didefinisikan sebagai kemampuan untuk memberi manfaat kepada orang lain dari suatu keadaan tertentu tanpa mengasumsikan sesuatu yang negatif.


2. Menurut Mazhab Malikiyah, ariyah adalah suatu metode untuk memberikan manfaat kepada orang lain dari suatu barang tertentu tanpa menggunakan ganti rugi.


3. Mazhab Syafi'iyah mendefinisikan ariyah sebagai izin untuk menentukan manfaat dari suatu benda berdasarkan makna eksplisitnya.


4. Mazhab Hanabilah menjelaskan ariyah sebagai tindakan membolehkan orang lain mengambil manfaat dari barang yang merupakan bagian dari harta kekayaan.


Selain itu, Ibnu Katsir menegaskan bahwa ariyah adalah termasuk dalam komponen tolong-menolong, yang merupakan salah satu kekurangan dalam Islam. Tolong-menolong ini adalah sunah, dan Allah SWT mengizinkan semua orang yang enggan untuk menolong semampunya.


C. Dasar Hukum Praktik Ariyah

Dasar dari hukum Islam ditemukan dalam ajaran-ajaran yang terdapat dalam Al Qur'an dan Hadits. Kedua ajaran utama hukum Islam ini memberikan penjelasan yang jelas tentang pentingnya tolong-menolong dan pinjam-meminjam dalam kehidupan sehari-hari.

 

1. Al-Qur'an

Al-Qur'an Al-Qur'an menekankan pentingnya sikap tolong-menolong dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu ayat yang sering dikutip dalam konteks ariyah adalah Surat Al-Maidah, ayat 2. "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan," Allah SWT menegaskan dalam ayat ini. Sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya, maka bertakwalah kamu kepada Allah. (QS. Al-Maidah [5]: 2)

Ayat ini secara jelas menginstruksikan umat Islam untuk saling membantu dalam melakukan kebaikan dan ketakwaan. Pinjam-meminjam dalam bentuk ariyah termasuk dalam kategori ini karena bertujuan untuk membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Dengan meminjamkan barang kepada orang lain, kita dapat membantu mereka memenuhi kebutuhan mereka sementara tanpa harus membeli barang baru.

 

2. Hadis

Hadis Nabi Muhammad SAW juga memberikan penjelasan yang jelas tentang praktik ariyah. Abu Hurairah r.a., Nabi Muhammad SAW, membuat hadis terkait berikut ini:

"Pinjaman itu wajib dikembalikan dan orang yang berhutang harus membayar dan utang harus ditunaikan." (At-Tirmizi, HR. At-Tirmizi)

Hadis ini menekankan perlunya memeriksa objek yang sedang diperiksa. Prinsip ini sangat penting dalam praktik ariyah karena dapat menumbuhkan rasa saling menghormati dan kepercayaan antara peminjam dan pemberi pinjaman.

Selain itu, Abu Daud dari Shafwan bin Umayyah menyatakan dalam hadis lain bahwa Rasulullah SAW pernah menyebutkan perkataan Shafwan bin Umayyah pada masa Hunain. "Apakah Engkau merampasnya wahai Muhammad?" Shafwan bertanya. "Hanya meminjam dan aku yang bertanggung jawab," jawab Nabi SAW.

Dari hadis ini, kita bisa melihat bahwa bahkan Rasulullah SAW sendiri mempraktikkan ariyah dan menekankan pentingnya tanggung jawab dalam meminjam barang orang lain.


D. Variasi Hukum Ariyah

Menurut hukum Islam, ariyah atau yang juga dikenal dengan istilah pinjam-meminjam, memiliki beberapa jenis hukum yang berbeda tergantung dari kondisi dan tujuan peminjamannya. Berikut ini adalah penjelasan mengenai variasi hukum ariyah:


1. Mubah

Hukum asal dari ariyah adalah mubah, yang artinya boleh dilanggar. Hal ini terjadi pada kondisi normal dimana pinjam-meminjam dilakukan tanpa ada syarat khusus yang mengharuskan atau menghalanginya. Misalnya, Anda ingin memberikan sepeda kepada tetangga Anda agar bisa digunakan untuk berolahraga. Selama tidak ada faktor lain yang mempengaruhinya, maka hal ini hukumnya mubah.


2. Sunah

Sunah Ariyah berubah menjadi sunah ketika pinjam-meminjam dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang penting namun belum terpenuhi. Misalnya, memberikan buku pelajaran kepada siswa yang sedang belajar untuk ujian atau memberikan dapur kepada siswa yang membutuhkan untuk acara tertentu. Dalam hal ini, tindakan pinjam-meminjam dikritik karena memberdayakan orang lain.


3. Wajib

Jika ada kebutuhan yang sangat mendesak dan tidak ada cara lain untuk memenuhinya selain meminjam, maka pinjam-meminjam menjadi wajib. Sebagai contoh, seseorang yang memberikan pakaian untuk keperluan wajib kepada orang lain yang tidak memiliki pakaian yang bersih dan layak pakai. Dalam kondisi seperti ini, memberikan pinjaman menjadi wajib karena mencegah orang lain untuk menambah kewajibannya, seperti shalat, yang tidak bisa digantikan.


4. Haram

Ketika pinjam-meminjam digunakan untuk melakukan maksiat atau dosa, maka hukumnya menjadi haram. Misalnya, memberikan uang kepada seseorang yang akan digunakan untuk melakukan pencurian atau memberikan uang yang akan digunakan untuk melakukan pembayaran. Dalam hal ini, pinjam-meminjam menjadi meluas karena mendukung atau memudahkan tindakan yang sejalan dengan ajaran Islam.

E. Rukun Ariyah

Rukun ariyah adalah seperangkat aturan yang harus diikuti dalam setiap transaksi pinjam-meminjam agar sesuai dengan syariat Islam. Terdapat tiga unsur utama dalam rukun ariyah, yaitu:


1. Mu'ir

Mu'ir adalah orang yang memberikan saran atau melarang orang untuk menggunakan suatu produk. Untuk menjadi syarat seorang mu'ir, seseorang harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain:


a. Ahli al-Tabarru: Menurut ini, setiap orang memiliki kapasitas untuk memberikan wawasan tentang kegunaan suatu produk. Artinya, seorang mu'ir harus memiliki hak kepemilikan atau kewenangan atas objek yang akan digunakan.


b. Mukhtar: Mu'ir harus melakukan tindakan dengan memberikan izin atau pinjaman secara transparan tanpa meminta izin dari pihak lain. Artinya, transaksi pinjam-meminjam harus dilakukan berdasarkan prinsip kesepakatan dan kehendak penuh dari mu'ir, bukan atas tekanan atau paksaan pihak lain.


2. Mutsa'ir

Mutsa'ir adalah orang atau organisasi yang memberikan saran tentang cara penggunaan suatu barang. Beberapa indikator yang harus diperhatikan oleh mutsa'ir antara lain:


a. Sah memberikan hak untuk menggunakan barang setelah barang tersebut digunakan melalui proses akad tabarru': Mutsa'ir hanya berlaku jika barang tersebut telah digunakan melalui proses akad tabarru', yang merupakan prosedur atau kesepakatan untuk menggunakan barang tersebut.


b. Mua'yan: Dengan kata lain, identitas mutsa'ir harus jelas dan teridentifikasi dengan baik. Hal ini diperlukan untuk mencegah kemungkinan barang atau penggunaannya tidak sesuai dengan yang diharapkan.


3. Mu'ar

Mu'ar adalah barang yang digunakan dalam transaksi ariyah. Barang yang digunakan harus memenuhi beberapa aturan agar transaksi dapat dilakukan dengan aman, antara lain:


a. Memiliki nilai atau manfaat yang dapat dimanfaatkan oleh mutsa'ir adalah suatu keharusan bagi setiap barang yang                 digunakan. Misalnya, barang yang dimaksud tidak dapat berfungsi atau dalam kondisi rusak.


b. Syar'i: Barang yang diperjualbelikan haruslah halal dan tidak melanggar ketentuan agama Islam. Jika barang tersebut digunakan untuk melakukan dosa atau maksiat,


F. Jenis-Jenis Ariyah

Ariyah, atau pinjam-meminjam, dapat dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu ariyah mutlaqah dan ariyah muqayyadah. Berikut penjelasan lebih detail mengenai kedua jenis ariyah ini:


1. Ariyah Mutlaqah

Ariyah mutlaqah merujuk pada transaksi pinjam-meminjam yang tidak dibatasi oleh syarat atau ketentuan tertentu. Dalam ariyah mutlaqah, pihak yang meminjam diberi kebebasan penuh untuk menggunakan barang yang dipinjam sebagaimana yang mereka inginkan, tanpa adanya pembatasan.

Contohnya, seseorang meminjamkan mobil kepada temannya tanpa menyebutkan batasan waktu atau tujuan penggunaannya. Dalam ariyah mutlaqah, pihak yang meminjam memiliki kontrol penuh atas barang yang dipinjam selama periode peminjaman.


2. Ariyah Muqayyadah

Ariyah muqayyadah adalah jenis pinjam-meminjam yang dibatasi atau dikondisikan oleh syarat-syarat tertentu. Dalam ariyah muqayyadah, terdapat batasan-batasan yang ditetapkan terkait dengan waktu, tempat, atau tujuan penggunaan barang yang dipinjam.

Misalnya, seseorang meminjamkan buku kepada temannya dengan persyaratan harus dikembalikan dalam waktu seminggu. Atau seseorang meminjamkan peralatan camping dengan syarat harus digunakan di area perkemahan tertentu.

Dalam ariyah muqayyadah, syarat-syarat yang ditetapkan harus diikuti oleh pihak yang meminjam, dan penggunaan barang harus sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Ini berarti bahwa peminjam memiliki keterbatasan dalam penggunaan barang yang dipinjam, sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun