Mohon tunggu...
Shifa Ramadinia
Shifa Ramadinia Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Sosiologi

FISIP UIN JAKARTA'18

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Review Buku Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas Karya Neng Dara Affiah

16 November 2019   20:09 Diperbarui: 16 November 2019   20:51 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DATA BUKU:

Judul              : Islam, Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas

Penulis           : Neng Dara Affiah

Penerbit          : Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Tebal              : xxi + 200 halaman

ISBN              : 978-602-433-555-7

Cetakan          : Jakarta, Desember 2017

Buku Islam, Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas merupakan buku karya dari Dr. Neng Dara Affiah,MS.i. Beliau salah satu dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengajar program studi Sosiologi dengan mata kuliah Teori Sosial Modern. Di dalam buku ini, terdapat tiga bab yang diantaranya meliputi: Bab pertama, membahas Islam dan Kepemimpinan Perempuan, bab kedua membahas Islam dan seksualitas Perempuan dan bab ketiga membahas Perempuan, Islam dan Negara.

Pada bab pertama Penulis membahas islam dan kepemimpinan perempuan. Polemik antara islam dan kepemimpinan perempuan seringkali terdengar di kalangan masyarakat. Pada bab ini menggambarkan adanya pro dan kontra terhadap perempuan dalam memimpin suatu kedudukan, baik di instansi pemerintahan maupun non pemerintahan. Hal ini telah disebutkan di dalam al-qur'an, sebagaimana " bahwa salah satu keutamaan ajaran islam yaitu memandang manusia secara sama dengan tanpa membeda-bedakannya berdasarkan kelas soial (kasta, ras, dan jenis kelamin. Dalam islam, yang membedakan seseorang dengan orang lain adalah kualitas ketakwaannya, kebaikannya selama hidup, dan warisan amal baik yang ditinggalkannya setelah ia meninggal (Qs. Al-Hujurat 49:13). Hal ini seharusnya sudah tak menjadi perdebatan, karena sudah jelas bahwa manusia sebagai khilafah (pemimpin) di muka bumi ini tanpa memandang dari segi apapun. Makna kata kepemimpinan adalah manusia yang memiliki tanggung jawab yang harus dilaksanankan dengan penuh amanah. Jadi siapapun itu, setiap orang berhak menjadi seorang pemimpin. Tetapi, masih saja ada argumen bahwa laki-laki memiliki aset kekayaan yang mampu menghidupi istri dalam pembiayaan hidup untuk keluarga sehari-hari. Tak hanya itu, laki-laki pada umumnya dianggap memiliki kelebihan seperti penalaran, tekad yang kuat, keteguhan, kekuatan, kemampuan tulisan dan keberanian. Sehingga adanya stigma yang muncul, bahwa perempuan pada umumnya memiliki kelebihan yang lebih lemah-lembut, penyayang dan perasaan sifat keibuan. Menurut sejumlah ahli tafsir berspektif feminis, bersifat relatif dan tergantung pada kualitas masing-masing individu bukan karena sifat gendernya. Jika ada ayat al-qur'an yang sebagian orang dijadikan argumentasi untuk menolak kepemimpinan perempuan seperti "Laki-laki adalah qowwam dan bertanggung jawab terhadap kaum perempuan" (Qs. An-Nisa:34). Banyak sekali penafsiran dari kata qowwam itu sendiri diantaranya pemimpin, penanggung jawab, dan memiliki kekuasaan atau wewenang untuk mendidik perempuan. Oleh karena itu, makna yang cukup umum terhadap kata qowwam yaitu pencari nafkah, penopang ekonomi, atau mereka yang menyediakan sarana pendukung kehidupan. Hal ini mengingat ketika perempuan melahirkan, merawat bahkan menyusui anaknya, maka suamilah yang harus mencari nafkah untuk menyediakan kebutuhan sehari-hari. Al-qur'an menggambarkan kepemimpinan Ratu Balqis sebagai simbol pemimpin perempuan yang memiliki kerajaan super-power dan pada zaman nabi adanya Siti Aisyah yang menjadi pemimpin dalam perang waqiatul jamal (perang unta). Tak hanya itu saja, contoh pemimpin perempuan di Indonesia salah satu diantaranya ada Ratu Tajul Alam Shafiyatuddin Syah yang memerintah di Aceh pada tahun 1641-1675. Sedangkan di Jawa pemimpin perempuan yang terkenal adalah ratu Kalinyamat, ini tidak dituliskan tahun pemerintahannya oleh Penulis, dan masih banyak lagi contoh pemimpin perempuan yang berhasil menjadikan daerah yang dipimpinnya menjadi maju dan lebih baik.

Dalam teori sosialisasi politik dikatakan bahwa, keluarga dan orangtua adalah sebagai penentu utama untuk terlibat di bidang politik. Salah satu contoh pemimpin negara perempuan pertama kali di Indonesia, dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri yang memiliki karakter yang cukup kuat, mengayomi, dan tampak keibuan. Awalnya beliau hanya seorang Ibu Rumah Tangga yang memang tetap mengikuti perkembangan dunia politik, walau sibuk mengurusi urusan rumah. Kepemimpinan sangat dikaitkan oleh sebuah kharisma dan keturunan, bukan kemampuan. Tetapi, kepemimpinan itu tidak datang dengan sendirinya, kepemimpinan perlu dibentuk sejak kecil, pola dalam mendidik anak laki-laki maupun perempuan tidak dibedakan. Anak laki-laki dan perempuan berhak mendapatkan apa yang membuat dirinya bisa berkembang sesuai kemampuannya sendiri. Ketika mereka mampu memilih, berikan kebebasan atas keinginanya untuk menuju proses pendewasaan hidup dan otonomi diri. Isu gender dalam kepemimpinan nasional (Megawati Soekarnoputri) terdapat tiga persoalan diantaranya yaitu:

  • Arif Budiman menyatakan, Megawati harus meyakinkan rakyat Indonesia bahwa ia mampu menjadi presiden.
  • Sebenarnya agama apapun tidak mengenal adanya diskriminasi gender. Bukankah dalam islam manusia sebagai "pemimpin" di muka bumi, dan dalam kristen sebagai "citra tuhan" di bumi.
  • Penentangan terhadap presiden perempuan muncul karena ada rasa khawatir negara ini tidak kuat, sebab secara budaya di Indonesia sendiri, permpuan sering distreotipkan sebagai manusia yang lemah dan lebih mudah berperasa.

Kini kita memasuki tahun millenial yang tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap agama sudah relatif baik. Sehingga sudah tidak terlalu diperdebatkan kepemimpinan perempuan atas dasar diskriminasi gender dan isu agama, tapi mulailah dengan standar kemampuan kualitas diri.

Pada mulanya, pola kepemimpinan semua diatur oleh pemerintah pusat. Para pengambil kebijakan di daerah hanya pelaksana dari yang digariskan pusat. Padahal belum tentu sesuai dengan aspirasi warga daerah yang telah diputuskan ketentuannya oleh pusat. Dengan adanya perbedaan keputusan yang kurang tepat, sehingga warga masyarakt di daerah banyak yang tertekan dengan berbagai kebijakan pmerintah. Akibatnya, sering terjadi benturan antarmasyarakat dan pemerintah. Dari sini juga terjadi perdebatan diantara kalangan akademisi dan intelektual yang mencoba mencari solusi bgaimana sesungguhnya pola pemerintahan yang dianggap bisa membuaka ruang hal-hal tersebut. Sehingga adanya keinginan untuk membangun dari otonomi daerah yang lebih baik lagi, ada bebrapa bidang salah satu diantaranya adalah:

1. Bidang politik

Otonomi daerah bertujuan membuka ruang bagi lahirnya proses pemilihan kepala pemerintahan daerah secara demokratis yang berarti juga bersifat transparasi.

2. Bidang Ekonomi

Daerah akan memiliki peluang untuk mengembangkan kebijakan lokal dalam mengoptimalkan pemanfaatan potensi ekonomi di daerahnya.

3. Bidang Sosial dan Budaya

Otonomi daerah memberikan peluang kepada masyarakat lokal untuk memelihara nilai-nilai daerahnya terhadap kemampuan masyarakat yang merespons dinamika kehidupan di sekitarnya.

Intinya, otonomi daerah memberikan peluang kepada masyarakat yang ada di daerah itu untuk mengurus dirinya sesuai apa yang mereka mau dan yang akan mereka tuju dengan kata lain "Jika Anda meginginkan sesuatu, usahakan oleh dirimu keinginan itu." Dalam kaitannya dengan perempuan, selama ini kemampuan kreativitas perempuan terutama yang bertempat tinggal di daerah belum sepenuhnya diberdayakan. Seperti halnya, berbagai ruang musyawarah diisi oleh pihak laki-laki mulai dari masjid, balai desa, bahkan gedung dewan perwakilan rakyat daerah. Dalam otonomi daerah, sebagaimana yang terkandung dalam isi UU No. 22 tahun 1999 bahwa potensi dan kreativitas perempuan harus kita gali bersama untuk mengembangkan kemampuannya dan menyongsong kemajuan agama, daerah, dan bangsa.

Sebagai penutup, buku ini dari segi bahasa menggunakan kata demi kata yang mudah dipahami. Dari segi isi materipun, buku ini sangat bagus dan mudah dipahami untuk dibaca dalam waktu senggang. Hebatnya buku ini menuangkan informasi begitu banyak dan luas, tak hanya membahas satu sisi dalam melihat fenomena yang terjadi di masyarakat, namun juga melihat aspek dari sisi keagamaan. Jadi, tak hanya pengetahuan umum saja yang didapat, melainkan pengetahuan agama juga bisa kita ketahui. Tak khayal, dua aspek pembahsan dituliskan menjadi satu kesatuan membuat para pembacanya menjadi hangat dalam setiap kata. Buku ini pastinya dapat memberikan wawasan yang cukup luas dalam mengenai kedudukan perempuan di dalam masyarakat Indonesia dan bagaimana cara untuk menyeimbangkan kedudukan terhadap perempuan baik dalam beragama dan bernegara sebagai warga negara yang memiliki hak, terlagi untuk perempuan. Akan ditunggu buku karya Ibu Neng Dara Affiah selanjutnya dan dapat menginspirasi bagi Pengulas sendiri untuk terus belajar menulis agar bisa membuat sebuah buku. Ketika kita menuangkan pikiran satu kata demi kata dalam tulisan, sama saja kita akan menyimpan berlian yang terus terkenang bertahun-tahun walau kita sudah tiada dan bagi saya, "sebaik-baiknya penulis juga harus siap untuk dipuji dan dikritik." Di sinilah, titik seorang Penulis akan terus lebih giat menulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun