Libur panjang nih. Kamu habiskan waktu liburmu ke mana saja? Apakah memilih untuk rebahan? Atau melakukan satu-persatu rencana liburan yang tertunda? Atau bahkan, tiba-tiba pergi bersama teman tanpa ada rencana sebelumnya? Semoga kita semua bahagia dengan aktifitas masing-masing ya. Karena liburan dengan cara apapun juga, penting untuk mengembalikan kesegaran jiwa dan raga setelah jenuh dengan kegiatan sehari-hari yang mungkin terasa monoton.
Ada yang menarik dengan liburanku hari ini. Tanpa terencana, tanpa ada keinginan sebelumnya, tiba-tiba aku berpikir untuk mendinginkan kepala dan hati dengan bersepeda motor ke tempat yang cukup terjangkau jarak.Â
Tidak terlalu jauh, tidak juga terlalu dekat. Lalu kuhubungi seorang teman yang kurasa jadi tujuan tepat untuk katarsisku kali ini. Delapan puluh kilometer sekali jalan. Cukup lah ditempuh barang sejam-dua jam. Di ujung obrolan kami melalui WA, dia masih percaya-tak percaya kalau aku memang benar akan menemuinya. Agak lucu. Tapi menggemaskan pula responnya.
Seorang teman, yang lebih terasa seperti adik, tapi kadang juga terasa cukup dewasa. Terpaut 4 tahun lebih muda, tapi kadang lebih dewasa dariku. Punya sebuah kebiasaan yang sama, sulit katarsis lewat kata dan lebih memilih mengungkapkannya diam-diam dalam karya. Masih agak malu-malu karena baru saling kenal dua tahun lalu. Selalu sungkan jika mengungkapkan hal yang sekiranya terasa begitu drama dalam kehidupan yang nyata. Tapi selalu saling melempar senyum saat sama-sama memahami esensi obrolan kami tentang 'tiap manusia butuh bicara'.
Menariknya, di Indonesia ada tradisi bahwa yang muda lah yang harus mengunjungi yang lebih tua, menghargai yang lebih tua, membuka diri kepada yang lebih tua. Tapi bagiku, bukan perkara lebih muda atau lebih tua.Â
Jika sebuah hubungan baik pertemanan ingin dipertahankan dan semakin lekat menjadi keluarga, maka yang muda dan yang tua juga punya peran yang imbang dalam saling memelihara dan menjaga. Saling mengayomi itu penting. Saling menghormati juga penting. Karena tak selamanya yang lebih tua selalu kuat jadi pegangan, dan tak pula selamanya yang muda lebih terbuka soal pandangan.
Aku dan kawanku satu ini memang sudah satu frekuensi. Latar belakang budaya yang hampir mirip, minat pada hal yang sama, dan karakter yang mungkin hampir sejalan. Kadang ini semua membuat kami jadi dekat tanpa direkayasa. Mengulik hal-hal kecil jadi menarik, atau bahkan berbagi pandangan tentang hal-hal yang serius dan menalar logika. Mengalir saja. Ada kalanya komunikasi menjadi sering, atau pernah pula berhari-berminggu kami tidak saling bertegur meski hanya daring. Tapi, rasa saling mendukung dan merangkul tetap tersimpan rapi tak menguap sedikitpun.
Meski obrolan kami sering kali dibuka dengan bahasan organisasi, tapi bahasan tentang hal-hal lain kerap kali mengikuti. Apapun, mulai dari mengulik beberapa lagu menarik, hingga rencana untuk melakukan ini-itu. Kami memahami tanpa teori, bahwa satu frekuensi adalah hal penting dalam pertemanan yang saling mengutamakan semua pihak. Satu sama lain. Tak peduli pautan usia yang cukup jauh, tak peduli seberapa jarak yang musti ditempuh, tak pula memusingkan bahwa yang muda harus selalu mendekat kepada yang lebih tua.
Kita berteman untuk membuat saling nyaman. Bukan membentuk kasta-kasta baru buatan manusia tentang apapun yang justru menyulitkan. Ini semua pilihan. Kita bisa duduk bersama, sejajar, dengan segala jenis perbedaan.
Kita bebas memilih, terlalu taat aturan atau memodifikasi budaya menjadi lebih nyaman. Begitu jika memang ingin menciptakan iklim yang sehat dan seimbang dengan teman.Â