Mohon tunggu...
Shifana Maulidya
Shifana Maulidya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis untuk lebih bahagia

Social Worker With Disability

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sekadar Berkutat di Ruang yang Sama

17 April 2020   19:20 Diperbarui: 17 April 2020   19:24 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia kadang terjebak dalam pikirannya sendiri, berkutat sepanjang waktu dalam kebimbangan. Kadangkala ingin menyerah, tak jarang pula muncul kembali semangat yang membara. Manusia kerap merasa lelah menjalani rutinitas yang mengekang. Bahkan, hingga jenuhpun sudah menjadi konsumsi harian yang mau tidak mau harus ditelan mentah- mentah. Abaikan saja rasanya. Pokoknya, telan saja. Toh esok hari akan datang jenuh yang sama dan musti ditelan juga bulat-bulat.

Seperti menunggu tumpangan yang tak kunjung datang. Seperti itulah kadang hidup ini terasa. Sama. Seperti manusia yang tersesat dan menunggu titik terang atas perjalanan hidupnya. Penuh ketidakpastian. Tak jarang, waktu berlalu hari demi hari bahkan hingga tahun demi tahun. Namun banyak yang masih merasakan bahwa hidup ini begini- begini saja. Bangun tidur- bertahan hidup- tidur lagi. Begitu seterusnya. Entah apa yang dicari.

"Dina pamustunganana, hirup sakadar pikeun ngotektak tujuan katut nangtukeun ketak sorangan."

                             Dayeuh Simpe- Lugiena De, 2016

*Pada hakikatnya, hidup hanyalah tentang menelusuri tujuan dan menetapkan langkah diri sendiri

Sebuah kalimat yang terngiang-ngiang di kepala saya sejak mencoba memahami naskah drama bahasa sunda itu di 2016. Bahkan butuh waktu lebih dari seminggu untuk saya memahami penuh naskah itu, lantaran bahasa yang digunakan begitu rumit bagi saya yang tidak mengerti bahasa Sunda. Tapi satu kalimat itu, bahkan sampai sekarang, menjadi sebuah tanda tanya besar bahkan tamparan dalam diri saya.

Benarkah, bahwa hidup ini adalah perihal tujuan yang kita tentukan sendiri? Bagaimana dengan orang lain? apakah hanya pengecoh? atau hanya sedikit andil agar kita tidak kehilangan motivasi untuk bersaing dalam bertahan hidup? atau, justru karena orang lainlah kita bisa menentukan tujuan yang selama ini kita cari sekaligus menentukan jalannya?

Memang akan selalu ada pilihan sulit. Mungkin saja kita menghadapi buah simalakama dalam beberapa pilihan hidup. Yang dapat menghasilkan hal terbaik, atau justru yang paling buruk. Bahkan, saat kita sudah penat dengan hidup yang seolah- olah berhenti, seolah waktu tak lagi terasa berputar. Kepala kita mungkin saja hanya menawarkan dua pilihan: hidup atau mati. Bertahan atau menyerah. Berhenti atau tetap memperjuangkan. Entah, di saat- saat tertentu perihal ini menjadi cukup rumit bagi manusia.

Namun terlepas dari betapa berat hidup yang dijalani, ingatlah, bahwa kita berkutat di ruang yang sama setiap harinya : Kehidupan. Yang selalu memberikan pilihan- pilihan rumit. Yang penuh dengan kejutan bahagia ataupun luka- luka menganga tiap harinya. Jika memang kita bisa melalui semua yang sudah- sudah, mengapa untuk kali ini kita harus menyerah? Belum tentu juga, menyudahi yang semu akan memberikan jalan yang jelas. Barangkali, menyudahi yang semu justru bisa menyesatkan kita pada jalan yang lebih terjal dan berbatu.

Selalu ada bisikan untuk menyerah ataupun bertahan. Seperti empat tahun lalu saat saya ikut menggarap drama 'Dayeuh Simpe' dalam tim. Sempat merasa lelah. Tapi juga jengah jika kami harus mengalah. Berat sekali menggarap naskah ini dengan segala keterbatasan yang ada. Tapi, kami memilih untuk saling menggenggam tangan. Bertahan. Hingga berhasil mementaskannya di salah satu Gedung Kesenian ternama di Kota Bandung.

Kami, para amatir yang punya keinginan besar untuk berkembang. Menampilkan semua kerja keras dengan penuh semangat dan ketulusan saat tirai pertunjukan terbuka. Lengkap dengan haru biru dan air mata kebanggaan setelah tirai pertunjukan tertutup kembali.

Demikianpun kalimat itu. Yang selalu terngiang-ngiang dalam kepala. Hingga seolah larut dalam darah dan menyusup dalam nafas- nafas harian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun