Mohon tunggu...
Shifana Maulidya
Shifana Maulidya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis untuk lebih bahagia

Social Worker With Disability

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Garnida Poltekesos Bandung: Minat pada Etnik di Tengah Pangsa Modern

8 April 2020   12:11 Diperbarui: 8 April 2020   12:54 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik



Minat masyarakat terhadap kesenian, khususnya pertunjukan, memang sangat beragam jenisnya. Beraneka ragam musik, tarian, maupun kesenian lainnya menjadi salah satu pilihan untuk menjadi sebuah profesi, menyalurkan hobi, atau sekedar mengapresiasi untuk memanjakan mata dan telinga di kala week end tiba.

Menonton konserpun seolah menjadi kebutuhan kaum muda, khususnya kaum perkotaan yang cenderung lebih mudah mengakses fasilitas hiburan. Mulai dari seniman- seniman indie, hingga seniman luar negeri. Mulai dari yang free HTM sampai rela mengeluarkan berjuta pundi-pundi.

Di tengah ragam kesenian moderen yang digandrungi masyarakat luas, kami mencoba untuk terus menghidupkan kesenian tradisional/ daerah/ etnik agar tetap dikenal oleh masyarakat, khususnya kaum muda yang menjadi sasaran utama.

Ragam seni yang kami garap, adalah sebuah usaha untuk terus menggaungkan kesenian tradisi yang kini sudah mulai kurang diminati. Memupuk pada diri sendiri, dan menyebarkannya kepada masyarakat luas.

Sanggar Seni Sunda (Garnida) Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung- Poltekesos (yang dulunya Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung-STKS) sudah berupaya melestarikan kesenian tradisional sejak 6 Januari 1988.

Garnida Poltekesos Bandung merupakan salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berfokus pada kesenian sunda dan beberapa tahun terakhir sudah mulai menggarap berbagai kesenian etnik lainnya.

Termasuk meng-upgrade kesenian etnik dan mengkolaborasikannya dengan kesenian moderen. Meski kami belajar kesenian secara otodidak, serius dan optimal dalam proses adalah salah satu modal yang kami miliki untuk dapat menampilkan yang terbaik.

Sampai saat ini, meski saya sudah tidak lagi  berkuliah dan berkegiatan aktif di UKM tersebut, gaung namanya dan suasananya masih tetap terasa. Meski Dinamakan Sanggar Seni Sunda, anggotanya justru didominasi oleh para pendatang dari luar tanah sunda. Jawa, Kalimantan, Sumatera, Jayapura, Merauke, bahkan anggotanya berasal dari seluruh penjuru Indonesia.

Hal ini yang meninggalkan kesan tersendiri pada diri saya. Salah satu yang paling indah menurut saya adalah, meski kami berasal dari etnis yang berbeda dengan ciri khas masing- masing, semua bisa membaur jadi satu. Bahkan menjadi menarik, ketika kami mengobrol dengan logat bahasa yang nyaris sangat jauh berbeda satu sama lain.

Mempelajari kosakata baru dari bahasa daerah yang sangat beragam. Atau, mencicipi berbagai makanan khas sebagai buah tangan setelah libur panjang semesteran. Tanpa sekat, tanpa ragu. Tak peduli dari etnis manapun kesenian yang kami garap, semua melakukan dengan sepenuh hati.

Tidak ada lagi etnosentrisme di antara para anggotanya. Semuanya membaur jadi satu, mempelajari apa yang mungkin saja belum pernah dipelajari sebelumnya.

Sudah hal yang lazim ketika kami harus mempelajari hal yang baru. Orang jawa mempelajari gamelan sunda, orang merauke mempelajari naskah drama berbahasa sunda, atau bahkan orang sunda mempelajari tarian etnis lain untuk ditampilkan pada pertunjukan.

Sebuah kepuasan tersendiri dan menjadi kebahagiaan kami, saat menampilkan berbagai kesenian etnik di depan penonton, yang juga berasal dari ragam suku dan budaya berbeda. Nyatanya mereka tetap antusias mengapresiasi. Memenuhi kursi- kursi penonton dan bertahan sampai pertunjukan selesai.

Meski banyak juga yang kurang memahami, misalnya mereka yang tak paham bahasa sunda, tetap tertawa menonton pertunjukan Longser (Drama komedi Sunda) meski sambil kerepotan menanyakan arti dialog kepada teman sebelahnya. Begitu indahnya keberagaman.

Hal ini menjadi poin penting, bahwa kesenian etnik bisa menjadi salah satu jalan untuk tetap mempersatukan perbedaan tanpa meleburkan dari mana tiap individu berasal. Menggaungkannya kembali di kalangan mahasiswa, di kalangan kaum muda, yang sesungguhnya menjadi salah satu garda terdepan dalam menjaga, agar kesenian etnik tak lagi tinggal nama.

Untuk kamu yang ingin tahu lebih banyak tentang kami atau ingin menawarkan kerjasama terkait kesenian Sunda khususnya area Bandung Raya , baik itu pertunjukan musik kolaborasi etnik, upacara adat (pengantin sunda, menyambut tamu, dll) , tari, longser, maupun calung, silahkan kunjungi dan hubungi kami di @garnidapoltekesos.bdg (official account instagram).

08 April 2020

Enchip

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun