Metode miyawaki adalah teknik reboisasi yang dikembangkan oleh Akira Miyawaki, seorang ahli lingkungan asal jepang, pada tahun 1970-an. Metode ini bertujuan untuk menciptakan hutan yang memiliki keanekaragaman tinggi dengan menanam spesies tanaman asli yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Pendekatan ini menggabungkan konsep vegetasi alami potensial dan fitososiologi, yang mempelajari interaksi antar tumbuhan.Â
Metode ini menekankan pentingnya menggunakan tanaman lokal untuk memastikan bahwa tumbuhan dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan mereka. Dalam metode ini, hingga 30 jenis tanaman dapat ditanam dalam satu area kecil, menciptakan struktur berlapis yang menyerupai hutan alami. Ini termasuk spesies pohon utama, subspesies, semak, dan tanaman penutup tanah. Penelitian juga menunjukkan bahwa tanaman yang ditanam menggunakan metode miyawaki dapat tumbuh hingga 10 kali lebih cepat dibandingkan dengan metode konvensional, tanpa memerlukan banyak campur tangan manusia.
Untuk menerapkan metode miyawaki, berikut adalah langkah-langkah yang perlu diikuti :Â
1. Menentukan lokasi yang akan ditanami dan melakukan analisis tanah untuk mengetahui jenis tanaman yang sesuai.
2. Memilih bibit dari berbagai spesies lokal yang akan ditanam dalam formasi berlapis.
3. Menanam bibit dengan jarak yang rapat untuk menciptakan kompetisi alami antar tanaman, sehingga mendorong pertumbuhan mereka.
4. Melakukan pemeliharaan rutin untuk memastikan kesehatan tanaman dan pertumbuhannya.Â
Metode ini tidak hanya membantu dalam reboisasi tetapi juga berkontribusi pada peningkatan keanekaragaman hayati, karena dengan menanam berbagai spesies, metode ini membantu memulihkan ekosistem yang hilang. Hutan yang dibangun juga dapat menyerap CO2, membantu mitigasi perubahan iklim dan metode miyawaki telah diterapkan diberbagai kota untuk menciptakan ruang hijau yang bermanfaat bagi masyarakat.Â
Di Indonesia, metode miyawaki mulai diterapkan di beberapa lokasi seperti Hutan Asli CMC Tiga Warna, projek reforestasi hutan asli cmc tiga warna ini dilakukan di Sendang Biru, yang dilaksanakan oleh masyarakat sekitar yang tergabung dalam Yayasan Bhakri Alam dan didukung oleh Women's Earth Alliance (WEA), bertujuan untuk mengembalikan hutan asli yang hilang. Projek ini dimulai pada 13 Desember 2022 dengan menanam 1.400 bibit tumbuhan asli di lahan seluas 400 meter persegi. Bibit tersebut terdiri dari empat lapisan: semak (156 bibit, 7 spesies), sub-pohon (340 bibit, 13 spesies), pohon (560 bibit, 13 spesies), dan kanopi (344 bibit, 7 spesies). Proses Penanaman menggunakan metode Jadam Microbial Solution (JMS) dengan menambahkan mikroba lokal untuk mempercepat pemulihan kesehatan tanah, mikroba lokal sendiri diambil dari sekitar lahan dan dikultur dengan rendaman pati kentang.Â
Meskipun belum banyak diketahui, metode ini menawarkan solusi efektif untuk mengatasi masalah deforestasi dan kerusakan lingkungan negara. Dengan menerapkan metode ini di berbagai negara selama lebih dari 40 tahun, potensi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi hutan sangat besar. Â