Pasar Papringan dibentuk serta dikelola oleh sekelompok anak muda Dusun Ngadiprono yang tergabung pada Komunitas Mata Air, sebuah komunitas yang peduli pada upaya konservasi lingkungan. tetapi mereka tidak sendiri dalam upaya perlindungan rumpun bambu, mereka menerima donasi dan pendampingan dari pihak lain.Â
Ide dasar gelaran Pasar Papringan ini ialah upaya untuk menghidupkan masa depan dalam masa lalu. Papringan ada dalam masa lalu masyarakat desa yang saat ini sudah hampir ditinggalkan. daerah yang semula dianggap kotor, bahkan membuat masyarakat merasa malu memilikinya. Pihaknya bertekad menemukan masa depan pada masa lalu tersebut.
Imam Abdul Rofiq, koordinator Komunitas Mata Air, mengatakan, para pemuda desanya yang merubah area pembuangan sampah itu dengan menata kebun bambu menjadi Pasar Papringan guna mengkonservasi rumpun bambu sekaligus menghidupkan wisata di desanya. "Barang kerajinan, sayuran, kuliner serta minuman yang dijual di Pasar Papringan telah melalui proses seleksi, sehingga terjamin kualitasnya," kata Imam.Â
Pembeli yang datang dan akan berbelanja harus menukar uangnya dengan uang pring atau uang yang terbuat dari bambu. Pengunjung juga tidak diperbolehkan memakai bungkus yang terbuat dari plastik untuk barang-barang serta makanan yang dibelinya. Maka dari itu, pihak panitia menyediakan keranjang dan besek atau wadah berbentuk kotak yang terbuat dari anyaman bambu.
Tips bagi para wisatawan yang ingin berkunjung ke Pasar Papringan ini adalah sebagai berikut:
- Melihat tanggal pasaran jawa terlebih dahulu
- Menggunakan masker untuk menerapkan protokol kesehatan
- Menyiapkan kamera untuk berfoto
- Tetap menjaga kebersihan ketika berkunjung ke Pasar Papringan
- Mengajak keluarga, teman, saudara untuk liburan unik di pasar ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H