KRISIS PENDIDIKAN KARAKTER DAN MORAL SISWA-SISWI DI INDONESIA
Oleh: Shiela Muflikhah Athiyallah
Menurut Undang - Undang Dasar Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan pada umumnya dibagi menjadi empat tahapan yaitu prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengan, perguruan tinggi seperti universitas ataupun magang. Pendidikan dilaksanan melalui berbagai proses diantaranya adalah secara formal, informal, maupun non formal.
Dampak globalisasi yang terjadi di abad 21 ini tidak dipungkiri membawa banyak pengaruh baik terhadap kehidupan masyarakat khususnya bagi pelajar. Dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat, pelajar dapat lebih mudah dalam mengakses informasi dan sumber-sumber pembelajaran sehingga hal tersebut memudahkan mereka dalam mendukung kegiatan belajar. Para pendidik pun menjadi lebih mudah dalam meningkatkan kemampuannya dala mendidik murid-muridnya. Pendidik dapat memanfaatkan kemajuan teknlogi dengan baik untuk mengakses atau mencari apa saja tren pembelajaran di dunia bahkan mencari referensi pendidikan dari negara-negara maju.
Namun, bila dilihat lebih spesifik lagi dengan adanya kemajuan teknologi tersebut ternyata juga membawa murid dan pendidik melupakan pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan pendidikan keberlanjutan yang tidak akan pernah berakhir selama manusia masih hidup di bumi ini. Â Fondasi bangsa ini akan tetap kuat jika perkembangan jiwa, mental, dan karakter anak-anak terus di jaga. Keluarga merupakan tempat sosialisasi utama seorang anak untuk menguatkan fondasi pendidikan karakter dirinya sendiri, apabila sosialisasi di keluarganya sudah baik maka karakter seorang anak diluar rumah pun berkemugkinan baik juga.
Pedidikan karakter sendiri merupakan upaya yang dirancang dan diimplementasikan secara sistematik untuk menanamkan nilai-nilai perilaku anak didik yang berhubungan dengan Tuhan YME, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tatakrama, budaya dan adat istiadat (Gunawan dalam Khoiriyah, 2016). Pendidikan karakter ini bertujuan untuk membentuk karakter, mengembangkan karakter, dan menumbuhkan akhlak yang mulia.
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Pasal 3 Tahun 2017 dirumuskan bahwa ada 18 nilai penguatan pendidikan karakter bangsa yang diharapkan dapat disampaikan kepada peserta didik yaitu diantaranya : 1) religius, 2) jujur, 3) toleransi, 4) kerja keras, 5) kreatif, 6) mandiri, 7) demokratis, 8) disiplin, 9) bersahabat, 10) rasa ingin tahu, 11) menghaargai prestasi, 12) gemar membaca, 13) semangat kebangsaan, 14) cinta tanah air, 15) cinta damai, 16) peduli lingkungan, 17) peduli sosial, 18) tanggunng jawab.
Menurut Foerster (Muslich 2011:127) ada empat ciri dasar pendidikan karakter yaitu keteraturan interior yang merupakan nilai yang menjadi pedoman normatif suatu perilaku, koherensi yang memberi keberanian atau sikap dimana seseorang teguh pada prinsipnya dan tidak mudahterkecoh oleh situasi baru, otonomi atau sifat independen, serta yang terakhir adalah keteguhan dan kesetiaan.Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sudah memetakan seberapa besar kebutuhan pendidikan karakter sesuai dengan jenjang, jenis, dan jalur pendidikan.
Grafik tersebut adalah grafik penidikan komperehensif. Menurut dokumen resmi PBB, pendidikan komperehensif diarahkan untuk perkembangan pribadi serta menguatkan hak-hak dan kebebasan sehingga orang-orang yang bersifat otonom dan bermartabat dengan jiwa kebebasan rakyat dapat dilatih lebih. Singkatnya, pendidikan komperehensif itu sendiri yaitu pendidikan yang tidak hanya memfokuskan kepada nilai akademik tetapi juga fokus terhadap perkembangan kognitif, emosional atau sosial sehingga siswa dapat mengetahui bagaimana eksistensinya berfungsi di semua bidang kehidupan.
Grafik tersebut menjelaskan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan seseorang maka kebutuhan karakternya itu semakin besar, tetapi hal tersebut bukan berarti semakin tinggi penddidikan seseorang semakin sedikit kebutuhan pendidikan karakternya. Semakin kita bertambah dewasa dan bertambah tinggi pendidikannya, makakebutuhan akademik kita semakin besar. Semakin kita dewasa, semakin banyak beban dan tanggung jawab yang ditanggung. Semakin kita dewasa, semakin berkurang pula sikap kebergantungan kita kepada orang lain.