Mohon tunggu...
Shidqi Surya Haikal
Shidqi Surya Haikal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Padjajaran

Seorang Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Padjajaran

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kiprah Kaum Perempuan dalam Pergerakan Nasional Indonesia, dari Kartini hingga Siti Manggopoh

4 Juli 2024   17:07 Diperbarui: 4 Juli 2024   17:13 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam rentang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, peran kaum perempuan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam memperkaya dinamika pergerakan nasional. Meski pada awalnya menghadapi banyak keterbatasan, diskriminasi, serta stigma dari adat istiadat patriarki yang kental, namun semangat dan kegigihan para tokoh perempuan terdahulu berhasil membawa cahaya kemajuan dan kesetaraan bagi kaumnya. Dengan penuh tekad, mereka berjuang untuk lepas dari belenggu kebodohan, membebaskan diri dari belenggu budaya yang merendahkan, hingga terlibat dalam perjuangan meraih kemerdekaan dari penjajah. Peran perempuan dalam pergerakan nasional menjadi bukti nyata kontribusi mereka dalam mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia.

Awal Kebangkitan Perempuan Indonesia

Pada awal abad ke-20, ketika gelombang nasionalisme mulai bergolak di Nusantara, lahir sejumlah tokoh perempuan yang menjadi pelopor gerakan emansipasi dan kemajuan kaumnya. Salah satu figur terkemuka adalah Raden Adjeng Kartini yang melalui tulisan-tulisannya mendobrak tembok diskriminasi dan memperjuangkan pendidikan serta kesetaraan bagi perempuan Indonesia. Kartini menginspirasi banyak perempuan lain untuk maju dan bersuara, sehingga bermunculan organisasi-organisasi seperti Putri Mardika, Kartini Fonds, Kerajinan Amai Setia, dan lainnya yang berfokus pada peningkatan derajat wanita.

Melalui organisasi-organisasi ini, para tokoh perempuan berupaya mengangkat citra dan keberadaan kaumnya di masyarakat. Mereka memperjuangkan hak berpendidikan, meningkatkan keterampilan hidup, mendorong kemandirian ekonomi, hingga memperjuangkan persamaan hak dan kedudukan dengan laki-laki. Selain itu, mereka juga berperan menyuarakan gagasan kemajuan bangsa Indonesia dan turut menggerakkan arus pergerakan nasional melalui penerbitan media massa, diskusi, hingga aksi-aksi nyata di lapangan.

Kongres Perempuan Indonesia dan Perjuangan Politik

Seiring meluasnya pergerakan nasional pada dekade 1920-an, peran perempuan Indonesia semakin meningkat tidak hanya di bidang sosial-budaya, tetapi juga politik. Pada 1928, diadakan Kongres Perempuan Indonesia Pertama yang membentuk Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) sebagai wadah perjuangan untuk menyuarakan isu-isu krusial terkait hukum perkawinan, perlindungan perempuan dan anak, pencegahan perkawinan anak, serta pendidikan bagi anak-anak perempuan.

PPPI yang kemudian berganti nama menjadi Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII) menjadi motor penggerak utama dalam memperjuangkan agenda-agenda emansipasi wanita. Kongres-kongres rutin diadakan untuk membahas isu-isu tersebut, disertai penerbitan surat kabar Istri sebagai media penyebarluasan gagasan. PPII bahkan mendirikan studi fonds untuk membantu meringankan biaya pendidikan bagi para gadis tidak mampu. Selain PPII, organisasi wanita lainnya seperti Wanita Taman Siswa, Aisyiyah, PIKAT, dan lainnya juga aktif melakukan pemberdayaan melalui pendidikan, kursus keterampilan, hingga penyuluhan ke masyarakat.

Memasuki dekade 1930-an, kegiatan dan peran wanita Indonesia dalam ranah publik semakin menguat. Mereka melebarkan sayapnya ke berbagai bidang seperti industri, ekonomi, hukum, sosial, hingga politik. Bahkan, organisasi dengan haluan politik seperti Istri Sedar turut muncul. Wanita Indonesia mulai dilibatkan dalam pemilihan keanggotaan Dewan Kota pada 1938 dan menuntut hak pilih aktif dalam pemilihan Dewan Rakyat. Mendekati akhir era kolonial Hindia Belanda, para tokoh wanita terdepan semakin terlibat dalam pergerakan kemerdekaan melalui organisasi-organisasi seperti Gabungan Politik Indonesia (GAPI).

Perjuangan Lokal: Kisah Siti Manggopoh

Sementara perjuangan perempuan di tingkat nasional terus bergulir, di berbagai daerah juga muncul tokoh-tokoh perempuan yang berjuang melawan ketidakadilan kolonial. Salah satu contoh yang menonjol adalah kisah Siti Manggopoh dari Minangkabau, Sumatra Barat. Perjuangan Siti Manggopoh menunjukkan bahwa semangat perlawanan terhadap kolonialisme bisa muncul dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk perempuan di pedesaan.

Siti Manggopoh, yang bernama asli Siti Hawa, lahir di Nagari Manggopoh, Sumatra Barat. Ia tumbuh dalam budaya matrilineal Minangkabau yang sangat menghargai peran perempuan dalam masyarakat. Siti dikenal sebagai wanita yang cerdas, berani, dan sangat peduli terhadap keadaan sekitarnya, terutama ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda.

Pada awal abad ke-20, pemerintah kolonial Belanda memberlakukan kebijakan pajak yang sangat memberatkan penduduk pribumi, dikenal dengan nama belasting. Kebijakan ini diterapkan secara paksa dan menimbulkan penderitaan luar biasa bagi masyarakat Minangkabau, termasuk Siti Manggopoh dan keluarganya. Ketidakadilan pajak ini memicu kemarahan Siti Manggopoh.

Pada tahun 1908, Siti Manggopoh bersama dengan suaminya dan penduduk Nagari Manggopoh memimpin sebuah pemberontakan melawan pemerintah kolonial. Pemberontakan ini dikenal sebagai "Perang Belasting". Dalam perlawanan ini, Siti Manggopoh tidak hanya menjadi pemimpin, tetapi juga terlibat langsung dalam pertempuran. Keberaniannya memimpin pasukan dan menghadapi pasukan Belanda menunjukkan bahwa peran wanita dalam perjuangan tidak kalah penting dibandingkan pria.

Siti Manggopoh memanfaatkan pengetahuannya tentang medan lokal untuk melakukan serangan gerilya terhadap pos-pos penjaga Belanda. Taktik gerilya ini berhasil membuat pihak Belanda kesulitan. Mereka menggunakan hutan dan pegunungan sebagai tempat berlindung dan menyerang secara tiba-tiba, sehingga menyulitkan pasukan Belanda yang kurang memahami medan. Namun, meskipun pemberontakan tersebut berhasil memberikan perlawanan sengit, pada akhirnya dapat dipadamkan oleh pasukan kolonial yang lebih kuat dan lebih terlatih. Banyak pejuang termasuk Siti Manggopoh yang ditangkap dan dipenjarakan oleh Belanda.

Meskipun pemberontakan Siti Manggopoh dan rakyat Manggopoh tidak berhasil menggulingkan pemerintahan kolonial, aksi ini memberikan dampak yang besar dalam pergerakan nasional. Perlawanan mereka menunjukkan bahwa masyarakat lokal memiliki kesadaran politik dan keberanian untuk menentang ketidakadilan. Selain itu, pemberontakan ini juga menjadi simbol perlawanan rakyat terhadap penindasan dan eksploitasi kolonial, menginspirasi perlawanan di daerah lain.

Perjuangan di Masa Pendudukan Jepang

Dalam fase perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari penjajah Jepang, kaum perempuan Indonesia kembali menunjukkan peran pentingnya. Meski di satu sisi dipaksa dan mengalami tekanan dari kebijakan militer Jepang, namun di sisi lain banyak yang memanfaatkan celah tersebut untuk meneruskan cita-cita kemerdekaan. Tidak sedikit tokoh perempuan yang menolak bekerjasama dan memilih jalur perlawanan terhadap pendudukan Jepang.

Saat detik-detik kemerdekaan Indonesia tiba, kaum perempuan bergerak massal membentuk organisasi di berbagai wilayah seperti Wanita Negara Indonesia (WANI) di Jakarta, Laskar Wanita di Bandung, Persatuan Wanita Indonesia di Surakarta, Laskar Putri Indonesia di Yogyakarta, Pemuda Putri Republik Indonesia di Surabaya, Srikandi di Sumatera Utara, Keputrian Republik Indonesia di Sumatera Barat, dan kelaskaran wanita di Sulawesi serta Maluku.

Peran mereka tidak lagi terbatas pada garis belakang seperti dapur umum dan pekerjaan domestik semata, melainkan turut berperan di garis depan sebagai barisan pejuang yang gigih mempertahankan kemerdekaan. Mereka menerjunkan diri dalam kegiatan kepalangmerahan, menjahit dan mengumandangkan bendera merah putih, mengumpulkan dana, mengajar di sekolah darurat, hingga terlibat langsung dalam pertempuran mengangkat senjata demi membela tanah air dari penjajahan.

Warisan dan Dampak Perjuangan Perempuan

Perjuangan para tokoh perempuan dalam pergerakan nasional Indonesia meninggalkan warisan yang sangat berharga bagi generasi berikutnya. Keberanian, kegigihan, dan dedikasi mereka dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan kemerdekaan bangsa menjadi inspirasi yang tak lekang oleh waktu.

Warisan Siti Manggopoh, misalnya, tetap hidup dalam ingatan kolektif masyarakat Minangkabau. Namanya dikenang sebagai pahlawan lokal yang berani menentang penjajah demi keadilan dan kemakmuran rakyatnya. Keberaniannya dalam menghadapi kekuatan yang jauh lebih besar menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya untuk terus memperjuangkan hak-hak mereka. Kisah Siti Manggopoh mengajarkan pentingnya keberanian dan tekad dalam melawan ketidakadilan, serta bahwa setiap individu memiliki potensi untuk membuat perubahan, tidak peduli seberapa besar tantangan yang dihadapi.

Sementara itu, perjuangan Kartini dan para tokoh perempuan lainnya dalam memperjuangkan pendidikan dan kesetaraan gender telah membuka jalan bagi perempuan Indonesia untuk mengakses pendidikan dan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Organisasi-organisasi perempuan yang mereka rintis menjadi dasar gerakan perempuan modern di Indonesia.

Dampak perjuangan mereka juga terlihat dalam perubahan kebijakan dan undang-undang yang lebih memperhatikan hak-hak perempuan. Isu-isu yang mereka perjuangkan, seperti pencegahan perkawinan anak dan perlindungan perempuan dan anak, akhirnya mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat.

Perjuangan para perempuan ini membentuk bagian penting dari mozaik perjuangan nasional Indonesia. Mereka menunjukkan bahwa perjuangan untuk kemerdekaan adalah usaha kolektif yang melibatkan semua lapisan masyarakat. Kisah-kisah perjuangan mereka menegaskan bahwa peran perempuan dalam sejarah perjuangan nasional sangatlah penting dan tidak boleh dilupakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun