Mohon tunggu...
Shidiq ParahyangNurwahid
Shidiq ParahyangNurwahid Mohon Tunggu... Atlet - mahasiswa

saya hobi sepak bola atau tentang olahraga

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Gulali Jadul yang Mulai Punah

1 Februari 2023   09:48 Diperbarui: 1 Februari 2023   09:56 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permen adalah jajanan yang digemari anak-anak karena rasanya yang manis. Tetapi permen yang satu ini mungkin kurang familiar dikalangan anak-anak zaman sekarang. Permen tersebut adalah gulali, permen jadul yang sudah ada sejak lama.

Selasa (31/01) sore, terlihat pria paruh baya yang duduk menjual permen gulali di depan Pintu Masuk Pasar Beringharjo, Kota Yogyakarta. Pria itu adalah bapak yang bernama Mamat (61).

Pak Mamat sudah 20 tahunan  berjualan permen gulali di Yogyakarta. Jemarinya masih sangat cekatan membentuk berbagai macam bentuk dari adonan permen gulali yang berbahan dasar gula. 

Ia hampir lupa sudah sejak kapan berjualan permen gulali tersebut. Seingat dia, waktu pertama kali jualan permen gulali sejak harganya masih sepuluh rupiah. "Sudah lama, sejak harganya masih sepuluh rupiah, terus naik jadi 25 rupiah, 50 rupiah, dan sekarang ini jadi Lima ribu rupiah. Mungkin sekitar tahun 1985 saya menjual gulali." Imbuh Mamat.

Di tangan bapak enam anak ini, jajanan yang nyaris punah keberadaannya itu pun tetap terlihat mungil dan menarik perhatian para anak.

Tidak hanya di Pasar Bringharjo, biasanya ia juga menjual permen gulalinya di depan Wisata Keraton Yogyakarta. Ketika di keraton sudah sepi penggunjung, Pak Mamat pindah ke lokasi depan Pasar Bringharjo. "Karena sepi kunjungan wisatawan di sana (Keraton) akhirnya saya pindah ke sini. Disini mungkin sampai jam Sembilan malan. Soalnya pasti ada penertiban oleh petugas." Jelas pak mamat.

Konsistensinya terus dipelihara hingga harga permen gulali 25 rupiah, dan bertahan sampai saat ini menjadi Lima ribu rupiah. Selama itu pula cita rasa permen gulali buatannya tak pernah berubah. Ia meyakini bahan yang digunakan cukup aman dikonsumsi anak-anak.

Untuk bisa membuat berbagai bentuk gulali, ia harus belajar. Waktunya pun tidak singkat, perlu waktu satu bulan untuk mempelajarinya. Selain bunga, Pak Mamat bisa membuat berbagai bentuk lain. Seperti ayam jago, lingkaran, hingga naga. "Yang ayam jago bisa bunyi kalau ditiup. Banyak saya bikin macem-macem aja, biasanya pembeli yang memilih sendiri. Ada juga yang tidak dipajang, pernah bikin naga," ujarnya.

"Sekarang jualan sudah mulai sepi meskipun banyak wisatawan yang berdatangan ke sini (malioboro) tidak mempengaruhi jualan saya, dulu sebelum adanya Covid-19 ini bisa laku 50 sampai 100 gulali setiap harinya, sekarang hanya terjual 25 permen gulali saja sudah bersyukur" ujar nya

Penjual gulali biasanya menggunakan gerobak pikul, duduk di bahu jalan sambil memasaknya. Biasanya pak mamat membawa adonan sekitar 3kg seharinya. Waktu berjualan pak mamat ini juga tergantung abisnya adonan biasanya sampai jam delapan sampai jam tujuh malem.

Pak mamat sering main kucing kucingan dengan petugas satpol pp "Saya juga disini tidak bisa lama lama berjualan kalo ada petugas satpol pp saya langsung lari, kalo tidak lari nanti gerobak pikul untuk jualan di ambil sama petugas", ujar pak mamat.

Awalnya pak mamat berjualan di Yogyakarta saja tapi di Solo dan di Semarang "awalnya saya di Semarang selama satu tahun dan di Solo satu setengah tahun disana sepi pembeli terus saya pindah ke Yogyakarta dan ramai lah di sini jadi saya berjualan di Yogyakarta", imbuhnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun