Mohon tunggu...
Shezie wahyu salsabila
Shezie wahyu salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa aktif prodi Sastra Inggris Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fungsi Sastra Pada Masa Dinasti Bani Umayyah

3 September 2023   19:17 Diperbarui: 3 September 2023   19:29 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemikir Romawi Horatius menulis uangkapan "dulce et utile" dalam "Ars Poetica" untuk menunjukkan fungsi sastra. Dengan kata lain, sastra memiliki fungsi ganda yaitu menghibur dan menghasilkan manfaat bagi pembacanya. Sastra dapat menghibur dengan menghadirkan keindahan, memberi makna hidup (kematian, kesengsaraan atau kegembiraan), atau dengan melepaskan imajinasi ke dunia.

Dalam hal itu, Abdul Wachid B.S. dalam kumpulan esai sastra tentang Sastra Pencerahan (2005) ia secara tegas menyatakan bahwa sastra berfungsi sebagai wahana untuk melawan slogan-slogan kosong tentang masyarakat sosial.Penjelasan di atas menunjukkan bahwa fungsi Sastra. Terutama Sastra Syair pada periode ini, selain bentuk representasi keberagaman, juga sebagai cerminan dari kekacauan Dinasti Bani Umayyah, konflik, pendapat antara penyair Khalifah dan Bani Hasyim, agama, dan secara politis.

Fungsi Sastra pada masa Bani Umayyah, sebagai berikut:

1. Media Propaganda Politik, 

Dinasti Bani Umayyah memainkan peran yang sama pentingnya sebagai media propaganda politik. Sastrawan menulis semua kemampuan mereka dalam membuat analisa yang tajam memungkinkan mereka untuk mengangkat karakter atau kelompok yang mereka dukung dan menjatuhkan lawan mereka terhadap salah satu tokoh, terkadang memberi kesan kultus. Selalu ada propaganda politik yang keras antara penguasa (Bani Umayyah) dan oposisi (Syi'ah dan Khawarij). Para penulis memainkan peran penting bagi mereka sebagai "pembicara".

Penyair memainkan peran penting dalam periode ini dalam penyebaran pesan politik. Setiap tokoh politik mendapatkan dukungan tertulis sebagai senjata paling ampuh untuk menjatuhkan lawan politik. Hanya melalui kekuatan Sastra, kursi Kekhalifahan dapat dijatuhkan dan diganti.

2. Sastra Sebagai Media Komunikasi, Memuji, dan Mencaci,

Sastra zaman Bani Umayyah memiliki karakteristik yang kuat saat menyampaikan pesan. Sastra pada masa itu memiliki tema yang mengikuti sastra Jahiliyah. Peran sastra sebagai media komunikasi sangat penting, namun menimbulkan persoalan yang rumit. Gejolak politik dan kontroversi etnis membuat sastra bertema madah (pujian) dan hija'(satire/sindiran).

Penyair memuji Khalifah dengan Syair yang indah ini, bahkan ketika mereka menilai atau mengejek penyair lain juga menggunakan Syair dalam bahasa yang indah. Bagi kaum romantisme, sastra (Syair) adalah luapan emosi yang lahir dari kegelisahan. Mereka memakai pengungkapan terdalam, ledakan emosi spontan dan ketulusan hati dalam menanamkan nilai-nilai kemanusiaan.

3. Sastra Memiliki Fungsi Sebagai Penerus Tradisi dan Pelestarian Budaya,

Pelestarian budaya dapat diwujudkan salah satunya melalui keberadaan sastra, karena sastra dapat menjustifikasi dan membimbing masyarakat jika memiliki keingintahuan tentang apa yang terjadi atau dengan itu sastra dapat berkembang dengan baik. Jadi dapat dikatakan bahwa sastra juga merupakan memori budaya.

Sejak zaman kuno, orang terus menciptakan karya sastra untuk tujuan dan fungsi yang berbeda-beda. Karya tersebut menjadi sebuah tanda adanya sejarah. Tak dapat dipungkiri bahwa karya sastra yang dihasilkan Dinasti Bani Umayyah, terlepas dari asal penulisnya, memperhatikan fenomena lingkungan sekitar, terutama karena sastra pada masa itu sangat kental dengan kekuasaan, konfilik antar suku, perbedaan aliran agama, dan politik.

4. Sastra Termasuk Alat Kritik dan Kontrol Sosial,

Perkembangan seni kritik Bani Umayyah berdampak besar pada kebangkitan kritik sastra. Kritik tersebut didasarkan pada makna puisi tersebut kemudian dibandingkan dengan pisi yang dianggap lebih baik. Hal ini mengakibatkan penyair mengangkat Syair mereka untuk dibacakan dan mengkritik kepada orang-orang.

Terjadinya pergolakan politik pada masa Dinasti Bani Umayyah, terpecahnya umat Islam dan melemahnya nilai-nilai akhlak menyebabkan banyak orang mengasingkan diri dari dunia bersama kemewahannya. Mereka muak dengan orang-orang yang mulai menyimpang dari Al-Qur'an dan AsSunnah. Penulis melihat gejala yang muncul di lngkungan sebagai tema dalam sastranya. Ia menggunakan symbol untuk menyampaikan kritiknya dalam gaya bahasanya sendiri. Bisa sederhana, sopan, bahkan kritik yang jelas terhadap tujuannya.

Hal ini jelas peran penulis tidak hanya untuk menyampaikan untuk mereka kembali ke jalan yang lebih baik sebagai kritik sosial, tapi setidaknya menyampaikan kepada public bahwa ada ketimpangan dalam masyarakatnya.

5. Fungsi Sastra Sebagai Komoditi

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pada masa Bani Umayyah, para penguasa menggunakan sastra sebagai sarana propaganda dan memperkuat hegemoni kekuasaan dan pemerintahan politiknya. Sebagai pengganti, penulis yang terkait dengan penguasa diberi fasilitsa mewah dan status Aristokrat di sisi Khalifah. Adanya asas utilitas politik antara penyair dan penguasa menjadikan karya sastra sebagai komoditi yang menjanjikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun