Mohon tunggu...
Sheylauv
Sheylauv Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi UMM

Seni, Videografi, Design grafis, Industri Personalia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Self Diagnoses pada Remaja

30 September 2021   13:25 Diperbarui: 30 September 2021   13:30 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Self Diagnoses yang Terjadi pada Remaja

Nama: Sheylha Feby Dwi Radita

Nim:202110230311508

Prodi Psikologi, Fakultas Psikologi,

Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, Indonesia

Sheylafeby02@gmail.com

 Self - diagnosis adalah upaya mendiagnosis diri sendiri berdasarkan informasi yang diperoleh secara mandiri dari sumber-sumber yang tidak profesional, misalnya teman atau keluarga, bahkan pengalaman di masa lalu. Padahal, diagnosis diri hanya boleh ditetapkan oleh tenaga medis professional

 

Belakangan ini banyak sekali remaja yang mengalami depresi karna banyak factor, di tambah lagi masa pandemi seperti ini, banyak hoax yang mulai menjadi konsumsi publik sehari hari. Tak hanya itu kita juga menjadi lebih peka terhadap perasaan kita, mulai lan muncul cikal bakal pemikiran buruk, sehingga sedikit saja sesuatu terjadi pada tubuh kita, kita dengan mudah mendiagnosis diri sendiri

Mendiagnosis diri sendiri adalah memutuskan kita memiliki penyakit berdasarkan pengetahuan yang dimiliki atau setelah membaca informasi yang berkaitan dengan keluhan tersebut. Orang yang terbiasa mendiagnosis diri sendiri secara berlebihan disebut cyberchondria (White & Horvitz, 2009).

Sering kali ketika mendapatkan sebuah informasi, seseorang langsung menggeneralisasi yang ia ketahui dengan fakta sekitar. Tanpa informasi yang lebih spesifik dari dokter, pasien tak paham bagaimana menilai gejala mereka. Akibatnya, mereka justru menjadi semakin cemas, ngotot, bahkan obsesif pada diagnosis yang mereka putuskan sendiri. Padahal informasi yang tersebar di luar sana, ada yang bersifat mentah dan butuh proses pemahaman lebih lanjut untuk dapat diaplikasikan. Banyak pasien yang lebih untuk mempercayai informasi yang ada di internet. Alasannya adalah mereka takut pada apa yang dikatakan dokter mengenai keluhannya. Mereka takut jika ternyata keluhannya merupakan gejala dari suatu penyakit yang buruk. Alasan lainnya adalah kurangnya kepercayaan pasien terhadap dokter yang akan menanganinya atau yang telah menanganinya pada kasus yang berbeda (Kim & Kim, 2009).  

Remaja ini banyak juga yang men diagnosis dirinya sendiri, kebanyakan data yang saya ambil dari media sosial, mereka mudah memutuskan apa yang terjadi padanya, padahal belum tentu memang itu yang mereka alami. Pemikiran negatif adalah penyebabnya. Contoh self diagnoses "Dari kemarin, kok, mood-ku tidak stabil, ya? Jangan-jangan aku bipolar, nih!" Coba diingat-ingat, apakah kamu pernah berpikir seperti itu? Jika iya, hati-hati, ya. Self diagnosis justru bisa berdampak buruk bagi kesehatanmu (alodokter)

Membuat diagnosis tidak mudah. Diagnosis dibuat berdasarkan analisis menyeluruh dari gejala, riwayat medis, faktor lingkungan, dan temuan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan. Tidak jarang diperlukan beberapa pemeriksaan lanjutan dan pengamatan mendalam untuk mengetahui apakah ada masalah dengan kondisi fisik atau mental. Diagnosis Mandiri Sangat mudah untuk melewatkan faktor-faktor penting ini, sehingga Anda akhirnya akan membuat diagnosis yang salah. Juga, jika informasi yang diberikan kepada Anda berasal dari sumber yang tidak dapat dipercaya. Ketahuilah bahwa jika Anda memiliki satu atau dua gejala penyakit, itu tidak berarti Anda mengidap penyakit tersebut. Belum lagi, ada banyak penyakit dengan gejala serupa.

Kesimpulan nya, kita sebagai remja harus lebih berfikir positif dan jangan mudah termakan hoax di internet, karena belum tentu benar adanya. Selalu berkonsultasi kepada dokter, dan jangan gegabah mengambil keputusan yang bahkan bukan bidang nya.

 

Daftar Pustaka

cyberchondria (White & Horvitz, 2009); (Kim & Kim, 2009); (alodokter)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun