Manusia merupakan makhluk sosial, karena itulah yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, sebab senantiasa ingin berhubungan dengan yang lainnya, ingin mengetahui lingkungan sekitarnya serta ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya, rasa itulah yang memaksa seseorang untuk perlu berkomunikasi. Dorongan ini mendorong manusia untuk berkomunikasi sebagai respons terhadap kebutuhan sosialnya, karena manusia dalam kehidupan sehari-hari tentu tidak luput yang namanya interaksi dan saling komunikasi.
Ketika berbicara dengan seseorang, sering kali bukan hanya kata-kata yang dibutuhkan, tetapi juga pemahaman mendalam terhadap apa yang dirasakan atau dialami oleh lawan bicara. Dalam komunikasi, empati adalah kunci untuk menciptakan hubungan yang saling menghargai dan memahami. Tanpa empati, percakapan cenderung menjadi dangkal atau bahkan memicu kesalahpahaman. Â
Komunikasi yang empatik memungkinkan kita mendekatkan diri dengan orang lain, menciptakan rasa aman, dan membangun kepercayaan. Misalnya, ketika seorang teman sedang berbagi cerita sulit, cara kita merespons dapat menentukan apakah ia merasa didukung atau diabaikan. Dengan empati, kita belajar untuk tidak hanya mendengar, tetapi benar-benar hadir dalam percakapan tersebut. Â
Kalian tau ga sih Komunikasi itu apa?Â
Nah jadi, komunikasi adalah proses yang dilakukan seseorang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan, dalam menyampaikan dan menerima informasi atau pesan. Berguna agar mereka terhubung satu sama lain. Komunikasi terbagi menjadi komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.
Menurut William J. Seller, Komunikasi adalah sebuah cara yang digunakan sehari-hari dalam menyampaikan pesan/rangsangan(stimulus) yang terbentuk sebuah proses yang melibatkan dua orang atau lebih. Dimana satu sama lain memiliki peran dalam membuat pesan, mengubah isi dan makna, merespon pesan/rangsangan tersebut, serta memeliharanya di ruang publik. Dengan tujuan sang "receiver" (komunikan) dapat menerima sinyal-sinyal atau pesan yang dikirimkan oleh "source" (komunikator). Selanjutnya ia menambahkan Komunikasi adalah proses dimana pihak-pihak saling menggunakan informasi dengan untuk mencapai tujuan bersama dan komunikasi merupakan kaitan hubungan yang ditimbulkan oleh penerus rangsangan dan pembangkitan balasannya.
Â
Empati apa itu?
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi orang lain.
Empati diartikan juga sebagai perasaan simpati dan perhatian terhadap orang lain, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara tidak langsung merasakan penderitaan orang lain.
Empati merupakan dasar hubungan interpersonal. Hal yang juga penting diungkap dalam konteks peningkatan mutu empati seseorang adalah berlatih menampakkan ekspresi-ekspresi atau isyarat- isyarat non-verbal yang membuat orang lain merasa dimengerti dan diterima, karena kemampuan empati terutama melibatkan kemampuan seseorang untuk membaca perasaan lewat pemahaman terhadap isyarat-isyarat non verbal orang lain. Pemahaman seperti ini membuat hubungan antar individu terjalin dengan baik.
Empati dalam komunikasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang lain pada suatu situasi, dengan melihat dari sudut pandang dan perspektif mereka.
Kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan serta perspektif orang lain dapat menciptakan kedekatan yang lebih dalam. Komunikasi empatik, yang melibatkan keberlanjutan dalam menciptakan pengertian dan dukungan, dapat menjadi sarana yang sangat efektif untuk menjalin saling pengertian antara dua pihak. Menerapkan strategi komunikasi yang empati melibatkan tindakan seperti memahami dan merasakan perasaan serta sudut pandang orang lain, menunjukkan empati dan pengertian terhadap situasi dan kebutuhan orang lain, serta memberikan dukungan dan semangat dengan tulus. Dampaknya dapat menciptakan hubungan komunikasi yang penuh kehangatan dan perhatian, menunjukkan kepekaan terhadap perasaan dan kebutuhan individu lainnya.
Stephen R. Covey mengutip kemampuan mendengarkan sebagai bagian dari tujuh kebiasaan manusia yang sangat efektif, dalamnya yang ia sebut: 'Seek First to Understand, Then to Be Understood'. Dalam kebiasaan ini, ia menekankan keutamaan pendengar: memahami orang lain terlebih dahulu sebelum menarik kembali perhatian mereka. Covey memperkirakan model ini dengan istilah "komunikasi empatik", memberitahu bahwa kita berorientasi dengan mendengarkan selain membuka diri, sehingga membangun diri. Dengan mendengarkan dan mengerti orang lain terlebih dahulu, kita merasa lebih nyaman mekanisasi kolaborasi atau hubungan kerja.
Sebagai contoh, pada pembentukan kerja sama tim, saling memahami dan menghargai keberadaan anggota tim sangat penting. Empati menumbuhkan rasa hormat atau pangkat, yang membentuk kepercayaan faktor kunci dalam jalinan tim yang tegas. Karena itu, sebelum menyampaikan pesan atau menciptakan komunikasi, kita harus memahami dengan empati penerima pesan. Jadi pesan yang disampaikan lebih baik akan diterima tanpa hambatan psikologis atau penolakan.
Dalam momen ini pula empati melibatkan kemampuan untuk mendengarkan dan menerima masukan atau kritik. Kita seringkali merasa tidak nyaman hanya karena harus menerima saran, apalagi kritik. Kita harus memahami bahwa komunikasi adalah aliran dua arah. Multi directional communication tidak akan efektif tanpa umpan balik. Oleh karena itu, untuk proses komunikasi adalah mungkin bahwa pesan benar-benar sampai ke penerima dan bahwa mudah diketahui, kita harus sangat mengembangkan kemampuan kita untuk mendengar dan menangkap umpan balik.
Komunikasi empatik adalah komunikasi yang menunjukkan adanya saling pengertian antara komunikator dengan komunikan. Komunikasi ini menciptakan interaksi yang membuat satu pihak memahami sudut pandang pihak lainnya. Agar komunikasi empatik tercipta, maka komunikator harus memperlihatkan:
1. Ketertarikan terhadap sudut pandang komunikan.Â
Sikap ini akan mendorong komunikan untuk lebih terbuka.
2. Sikap sabar untuk tidak memotong pembicaraan.Â
Banyak informasi yang didapat jika komunikator bersabar untuk memeroleh penjelasan detail dari sudut pandang komunikan. Jika informasi yang diperoleh telah cukup dan komunikan hanya berputar-putar menjelaskan hal yang sama, maka komunikator perlu menyampaikan kembali pengertian yang telah didapatnya dan menarik perhatian komunikan pada masalah berikutnya.
3. Sikap tenang, meskipun menangkap ungkapan emosi yang kuat.
Beberapa sudut pandang bersifat sangat pribadi, sehingga saat mengungkapkannya keterlibatan emosi tidak dapat dihindari. Sebagai contoh, komunikan mengungkapkan kemarahannya saat menceritakan. ketidaksetujuannya terhadap suatu keputusan rapat.
4. Bersikap bebas prasangka, atau tidak evaluatif, kecuali jika sangat diperlukan.Â
Untuk dapat memahami sudut pandang orang lain, kita hindari sikap evaluatif. Sikap evaluatif dapat membuat komunikan menyeleksi hal-hal yang perlu disampaikan dan tidak, dengan pertimbangan apakah sudut pandangnya akan diterima atau tidak, disetujui atau tidak, oleh komunikator. Jika ini terjadi, maka kita tidak dapat mengerti sudut pandang komunikan dengan benar. Sikap evaluatif diperlukan ketika komunikan mendesak komunikator untuk menilai pandangan komunikan.
5. Sikap awas pada isyarat permintaan pilihan atau saran.Â
Sikap ini memperlihatkan adanya dukungan atau bantuan yang bisa diharapkan komunikan dari komunikator. Pemberian dukungan dan bantuan akan mengembangkan empati pada diri auditan, kesiapan untuk membalas dukungan dan bantuan yang diterimanya.
6. Sikap penuh pengertian
Sebagai contoh, komunikan mendesak untuk memperoleh persetujuan dari komunikator atas sudut pandangnya. Komunikator tidak setuju. Komunikator cukup menyatakan bahwa dia dapat mengerti sudut pandang tersebut, tidak. perlu menyatakan persetujuan atau ketidaksetujuannya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H