Mohon tunggu...
Shesar
Shesar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pemuja Pramoedya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kemenangan Lebaran, Menang dari Hong Kong?

17 Juli 2015   23:02 Diperbarui: 17 Juli 2015   23:02 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di bal-balan, kemenangan itu jelas. Kalau menang, dapat 3 poin dan (mungkin) posisi di klasemen naik. Di lomba masukin kelereng ke botol, kalau menang bias dapat bingkisan seperangkat alat tulis. Nah kalau menang di Ramadan?

Ada yang sebelumnya punya resolusi khatam Qur’an dalam sebulan, lalu terlaksana. Apa seusai itu bakal rutin khatam sekali sebulan? Yang sebelumnya nahan ghibab alias nggremengi alias ngerasai alias nggunjing bakal konsisten dengan itu? Apa kabar yang nahan diri keluarin kata-kata kotor (ada 11 kalau versi Tuan Krab) selama puasa? Bakal dilanjutkan? Yang sedekahnya lebih-lebih gimana? Mau diteruskan gak?

Pekan lalu, seorang pendiri perusahaan rintisan (oke, bahasa lainnya startup) cerita kalau sebagian besar pendukung gerakan social adalah manusia omong kosong. Omong kosong karena mereka melakukannya hanya untuk mengurangi rasa bersalahnya. Dengan membantu sebuah gerakan social, harapannya mereka merasa sudah melakukan sesuatu yang baik. Dan itu berguna untuk menutupi dosa-dosa mereka.

Golongan seperti itu tidak pernah benar-benar peduli dengan, katakanlah makin banyaknya anak yang putus sekolah, lingkungan yang makin rusak, dan lain-lain. Identifikasinya gampang, mereka cuma nampak sekali, lalu pergi entah kemana. Seperti banyak pria usai kencan pertama.

Jangan-jangan nih ya (semoga sih enggak), kita banyak bersedekah di Ramadan karena hal serupa. Untuk menutupi kebejatan kita 11 bulan ke belakang? Atau malah untuk 11 bulan ke depan? Apalagi ada embel-embel pahala yang dijanjikan berlipat. Enak kan ya kalau sedekah Rp100.000 itu dihitung sama dengan Rp800.000 di bulan biasa? Apalagi kalau lebih, beuuuh. Ya wajar kalau banyak yang memanfaatkan itu. Serupa dengan gamer MMORPG yang bungah gak karuan saat ada event 2x EXP. Kalau perlu melek sampai subuh juga dibela-belain. Gak usah munafik, saya pernah jadi gamer model begitu kok.

Amit-amit deh kalau kegembiraan akhir Ramadan adalah perasaan bungah karena bisa bebas berlaku bejat seperti sedia kala. Bebas makan enak tanpa mikir susahnya nasib kaum jelata. Bebas ngebal-ngebul rokok, bebas nenggak, bebas parteh sesuka hati, atau bebas adu selangkangan di siang hari. Mumpung udah gak Ramadan kan, gak perlu nunggu maghrib buat oh yes oh no, ikkeh ikkeh kimochi.

Kalau sudah begitu, ini kemenangan model apa? Siapa yang menang sih? Kita atau syaitan nirrajim? Yang jelas sih pedagang di Tanah Abang untung banyak. Lha wong nafsu belanja yang sebelumnya tenggelam tetiba muncul kok jelang Lebaran. Merekalah pemenang yang hakiki. Sah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun