Mohon tunggu...
Shesar
Shesar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pemuja Pramoedya

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Segulir Cerita Tentang Kekecewaan Mendalam Saya Pada Panitia SEA Games

3 Oktober 2011   01:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:24 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignnone" width="345" caption="Logo SEA Games XXVI"][/caption]

Menjadi bagian dari sebuah event seakbar SEA Games mungkin merupakan impian banyak pemuda pemudi negeri ini, tak terkecuali saya. Sejak pertama kali mengenal apa itu SEA Games melalui sebuah koran yang saya baca di sekolah pada tahun 1997, dimana saat itu usia saya baru 7 tahun, saya langsung menyenangi event tersebut karena begitu gembira melihat Indonesia menjadi juara umum. Pada SEA Games selanjutnya pun saya terus mengikuti perkembangannya mulai dari di Brunei pada tahun 1999 hingga 2009 di Laos. Satu yang paling saya senangi adalah atmosfernya yang begitu meriah. Saya sendiri adalah seorang pecinta olahraga, meskipun olahraga terfavorit saya adalah sepakbola, namun saya juga mengenal atlet-atlet di cabang lain seperti : Federer, Nadal, Kournikova, Tri Kusharyanto, Minarti Timur, atau pun Lance Amstrong. Ketika membaca artikel tentang Piala Dunia 2002 di Jepang-Korea, saya begitu tertarik pada aktivitas para volunteer, yang mana waktu itu hal yang paling menarik minat saya adalah para anak muda Jepang yang punya kesempata untuk berinteraksi dengan begitu banyak pendukung tim sepakbola dari berbagai negara. Dan ketika saya membaca lagi artikel serupa pada Piala Dunia 2006 di Jerman, muncullah keinginan untuk menjadi bagian dari sebuah event serupa. Harapannya saya bisa bertemu dengan orang dari banyak negara dan berkomunikasi dengan mereka, yang tentu itu akan menjadi sebuah pengalaman yang mungkin tak akan bisa saya lupakan kelak.

[caption id="" align="alignnone" width="500" caption="Volunteer Piala Dunia Jerman 2006"]

Volunteer Piala Dunia Jerman 2006
Volunteer Piala Dunia Jerman 2006
[/caption]

Impian saya itu seperti mendapat jalan ketika panitia SEA Games membuka lowongan untuk menjadi volunteer di event multinasional yang akan digelar pada bulan November mendatang. Pengumumannya saya lihat di situs web kaskus.us sekitar bulan April-Mei. Saat itu saya gembira sekali membayangkan bisa menjadi bagian dari sebuah event yang jadi impian saya sejak masih SD, ditambah lagi event tersebut diselenggarakan di tanah air sendiri! Beberapa hari kemudian saya memajang informasi tersebut di kampus dengan harapan akan ada teman-teman di kampus yang memiliki minat sama seperti saya.

Lama tak ada kabar dari panitia, pada satu siang di bulan Juli saat saya sedang magang kerja di salah satu televisi lokal di Jogja, ada telepon masuk yang memberitahukan bahwa hari Senin nanti (saat itu saya terima telpon pada hari Jumat) saya diminta datang ke Jakarta untuk mengikuti tes seleksi para calon volunteer SEA Games. Akhirnya! Segera saya meminta ijin kepada pembimbing magang saya (sebenarnya saat itu saya tidak enak hati untuk minta ijin karena baru 4 hari magang kerja) dan alhamdulillah ijin itu saya kantongi, yeah!

Karena Sabtu saya sudah harus berangkat menuju Jakarta, maka selepas Jumatan saya curi-curi waktu untuk menyiapkan segala keperluan tes dan tentunya membeli tiket supaya mendapat tempat duduk (yang sialnya tiket hanya bisa dibeli pada hari keberangkatan sehingga saya mendapat tiket berdiri). Bermodal nekat, pada Sabtu sore saya berangkat ke Stasiun Lempuyangan Jogja. Di kereta untungnya saya berhasil mendapat tempat duduk kosong sehingga tak perlu berdiri di sepanjang perjalanan Jogja-Jakarta. Meski begitu ketika sampai di Stasiun Kota badan saya tetap pegal-pegal karena sulit untuk bisa tidur nyaman di kereta, maklumlah cuma kereta ekonomi yang harga tiketnya Rp 30 ribuan.

[caption id="" align="alignnone" width="600" caption="Suasana biasa di KA Ekonomi"][/caption]

Atas informasi salah seorang penumpang baik hati yang saya temui di kereta, kemudian saya naik KRL Commuter Line menuju Stasiun Tanah Abang karena kebetulan ada teman saya yang punya rumah di daerah Cipedak, sehingga saya punya tempat untuk menginap di Jakarta. Hari Minggu siang saya dijemput teman saya itu di Masjid Agung Cipedak (begitu seingat saya) dalam keadaan yang payah, he-he-he.

Di rumah teman itu saya cuma numpang istirahat karena besok jam 7 pagi saya sudah harus pergi ke GOR Brojosoemantri untuk mengikuti tes. Keesokannya setelah sholat subuh saya diantarkan ke halte busway terdekat untuk menuju ke tempat tes. Saya yang buta Jakarta kemudian cuma bisa mengikuti petunjuk orang untuk turun di halte ini, lanjut ke halte itu, meski begitu saya ingat bahwa satu kali saya salah turun halte. Saat itu saya khawatir saya akan terlambat sampai di lokasi tes karena di halte tidak tercatat kapan bis selanjutnya akan datang. Namun untungnya bis selanjutnya datang 5 menit kemudian (apa memang selalu cepat itu atau cuma karena saat itu masih sangat pagi sehingga penumpang masih sepi?). Singkat cerita saya sampai di lokasi sekitar 30 menit sebelum waktu yang dijadwalkan sehingga saya sempatkan untuk sarapan dulu.

Sekitar jam 8-9 tes dimulai. Saya yang sebelumnya tak pernah mengikuti psikotes dibuat cukup kesulitas mengerjakan tes waktu itu, ditambah lagi waktu yang diberikan cukup mepet dan membuat sedikit panik. Selesai mengerjakan tes segera saya menuju ke Stasiun Senen untuk membeli tiket menuju Jogja. Rupanya di sana loket baru dibuka pukul 15.30, saat itu saya sampai di Stasiun Senen sekitar pukul 13.30 sehingga harus menunggu cukup lama dengan duduk-duduk di sekitara loket agar bisa mengantri dengan cepat.

[caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Suasana biasa saat antri tiket kereta"][/caption]

Setengah jam setelah loket dibuka saya berhasil mendapat tiket dengan nomer tempat duduk. Karena kereta berangkat pada malam hari (seingat saya pukul 20.00) saya memutuskan untuk jalan-jalan di sekitaran Stasiun Senen, yang tentunya menguras cukup banyak tenaga.

Kembali di Stasiun Senen selepas maghrib, kereta berangkat tepat waktu dan setelah melalui perjalanan nyaris selama setengah hari sampailah saya di Jogja dengan tingkat capek yang tinggi. Menunggu setengah jam di Stasiun Lempuyangan, akhirnya ada teman yang baik hati menjemput dan mengantar ke kosan yang jaraknya kurang lebih 15 kilometer dari stasiun.

Beberapa hari kemudian saya mengecek email untuk melihat pengumuman apakah saya diterima menjadi volunteer, dan hasilnya saya tidak lolos tes. Jujur saat itu saya sangat kecewa, namun setelah merenung beberapa lama saya mulai bisa ikhlas. Yaaah mungkin ini sudah takdir Allah, mungkin Dia berencana seperti ini supaya saya fokus ke kuliah. Maklum, kalau saya lolos tes, mungkin saya akan sering pergi ke Jakarta dan terpaksa pula sering ijin magang atau nanti bisa sering ijin kuliah sehingga ada kemunngkinan kuliah saya semester ini jadi terbengkalai.

Beberapa hari kemudian saya membaca berita bahwa dalam tes yang saya ikuti tersebut, panitia hanya mendapat 300-an peserta yang memenuhi kriteria, sementara mereka membutuhkan lebih dari 3000 volunteer. Namun saat itu saya berpikir bahwa kami-kami yang sudah tak lolos tes ini tak lagi punya kesempatan karena diberitakan bahwa HRD Inasoc akan memakai sistem jemput bola dengan cara mendatangi kampus-kampus di Jakarta.

Lama saya tak mendengar dan mengikuti perkembangan SEA Games karena di kamar kost saya di Jogja maupun rumah saya di Jepara tak tersedia koneksi internet, dan lagi saya tak begitu sering nonton televisi. Beberapa hari kemarin, tepatnya tanggal 28 September 2011, saya mendengar percakapan salah seorang teman saya dan kenalannya. Tertangkap di telinga saya si kenalan baru itu mengucapkan kalimat yang menyinggung tentang SEA Games. Segeralah saya bertanya

Saya (S) : “Teh, ikutan jadi VO SEA Games ya?”

Teteh (T) : “ Iya, ne minggu depan mau ke Jakarta, ada briefing.”

S: “Wah sip banget tuh. Lolos ya pas tes d Soemantri?”

T: “Engga kog, tesnya tu baru beberapa minggu kemarin.”

S: “Loh emang ada tes lagi ya? Bukannya udah ditutup?”

T: “Engga kog kemarin tu ada lagi, solanya panitianya butuh banget n waktunya udah mepet. Kemarin aja aku kesana ga bawa apa-apa, cuma bawa diri aja, he-he-he. Lagian banyak juga kog temen aku yang kaya gitu n sama keterimanya.

Apa???!!!!! Mendengar itu perasaan saya campur aduk! Padahal waktu tes di bulan Juli itu saya harus menyiapkan bermacam hal (paspoto, alat tulis, alas menulis, dan tentu saja tiket kereta Jogja-Jakarta) dalam waktu yang mepet (ingat, saya dikasih kabar pada hari Jumat dan hari Senin pagi sudah harus siap ikut tes), lha yang sekarang? Ada yang cuma bawa diri, dan saya tidak mengerti seperti apa tesnya supaya bisa lolos seleksi kog kenalan baru itu bilang banyak juga temannya yang keterima. Apakah passing grade-nya jauh diturunkan? Mengingat saat gelombang pertama hanya terjaring 300-an orang diantara ribuan pendaftar.

Saya menjadi penasaran, kenapa pengumuman soal dibukanya lagi pendaftaran menjadi volunteer itu tidak diemailkan ke kami-kami yang gagal lolos tes gelombang pertama? Saya tahu bahwa hal tersebut diumumkan melalui Facebook, tapi apakah panitia tidak berpikir bahwa informasi itu sangat mungkin terlewatkan oleh mereka yang tak setiap hari membuka Facebook? Atau tidakkah mereka berpikir bahwa bisa saja ada orang yang tidak tahu bahwa SEA Games ke-26 ini punya akun Facebook mengingat info tersebut tidak terpajang di halaman rekrutmen volunteer? Tidakkah mereka berpikir bisa saja ada banyak orang yang berpikir sama seperti saya, bahwa kesempatan saya sudah tertutup ketika gagal di tes seleksi di Soemantri? Ditambah lagi ketika diberitakan bahwa HRD Inasoc akan memakai sistem jemput bola sehingga tak terpikir akan dibuka lagi pendaftaran. Saya sempat berpikir mungkin saja ada email dari mereka yang terlewatkan oleh saya, namun ketika saya cek inbox email saya tak menemukan email dari HRD Inasoc tentang pemberitahuan dibukanya lagi pendaftaran volunteer SEA Games.

Mungkin saya juga salah karena terlalu cepat berputus asa, dan tak mengikuti perkembangan SEA Games terutama tentang rekrutmen volunteer, namun saat saya bercerita tentang hal ini kepada kawan-kawan malah ada yang berkata,

“Lho, SEA Games tahun ini di Indonesia ya? Kapan gitu?”

Bayangkan, bahkan kurang dari dua bulan menjelang penyelenggaraan, masih ada masyarakat yang tidak tahu mengenai kapan SEA Games dimulai dan tidak sadar akan diselenggarakan di tanah air! Ditambah berita tentang lambatnya pembangunan venue di Palembang, dan gaungnya yang sampai sekarang belum terlalu terasa, semakin menguatkan opini saya bahwa kinerja panitia SEA Games, terutama bagian HRD-nya, sangatlah semrawut.

Saya sangat kecewa dengan HRD Inasoc yang telah berperan besar menghapus permanen impian saya untuk menjadi bagian dari SEA Games yang diselenggarakan di tanah air, impian yang telah menempel pada diri semenjak saya masih SD. Kesempatan untuk menjadi volunteer SEA Games kali ini saya sebut sebagai kesempatan sekali seumur hidup karena saya tahu hingga setidaknya 10 tahun ke depan Indonesia belum akan mendapat kesempatan serupa seperti saat ini.

Terakhir, meskipun saya kecewa (dan mungkin ini juga dirasakan oleh teman-teman lain) saya tetap berharap bahwa penyelenggaraan SEA Games kali ini bisa sukses, dan tentu saja agar Indonesia berhasil meraih juara umum, yang mana terakhir kali dirasakan 14 tahun lalu.

[caption id="" align="alignnone" width="710" caption="Kontingen Indonesia SEA Games 97"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun