Mohon tunggu...
Shesar
Shesar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Pemuja Pramoedya

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sunday Bird-watching

22 Mei 2011   12:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:21 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah beberapa kali tertunda, akhirnya hari ini, Minggu 22 Mei 2011, untuk pertama kalinya saya berkesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan Sunday Birdwatching (SBW) bersama teman-teman dari BICONS (Bird Conservations). Kegiatan SBW hari ini diadakan di daerah Ranca Bayawak, Ujungberung, Bandung, dan jenis burung yang diamati adalah burung air. Setibanya di lokasi pengamatan, kesan saya adalah sangat nostalgia! Kenapa? Karena di kampung halaman saya, dulu periode 90-an masih cukup sering dijumpai blekok di persawahan dekat rumah saya. Saya dan beberapa kawan saat itu senang melihat kawanan blekok yang sedang mencari makan di sawah, meskipun terkadang ada kawan saya yang iseng mbandring (mengetapel) kawanan itu. Dan saat musim migrasi pun banyak blekok yang terbang di langit kampung kami, sehingga terkadang ada saja warga yang kurang beruntung karena mendapat ‘rejeki’ dari blekok-blekok tersebut. Selain pemandangan yang begitu nostalgik, aromanya pun mengingatkan akan masa kecil. Aroma yang saya maksud di sini adalah bau kotoran-kotoran blekok dan kuntul yang bertengger di atas pepohonan bambu. Meskipun baunya lumayan mengganggu tapi tetap saja saya dengan ikhlas menerimanya. Bagaimana saya bisa menolak bau yang sudah hampir sepuluh tahun tidak pernah saya cium kembali? Mengamati burung rupanya tak semenjemukan dugaan saya. Dengan berbekal binokuler pinjaman rekan di BICONS, saya mengamati kawanan blekok dan kuntul di atas pepohonan bambu. Untuk pertama kalinya itu saya tahu bahwa morfologi mereka berubah-ubah sesuai tingkat kedewasaan, yang umumnya dibagi menjadi 3 : anak-anak, dewasa, dan masa kawin. Ada satu burung yang cukup menarik dan cantik rupanya, dengan mata berwarna hitam dan kuning, bulu dada merah kekuningan, dan paruh cantik dwiwarna, merah jambu di pangkal dan jingga di ujungnya. Ada pula burung lain yang badannya berwarna coklat, terlihat mencolok karena burung-burung lainnya tubuhnya dominan berwarna putih, dan di ujung paruhnya ada sedikit warna hitam. Hari itu saya diajari oleh rekan-rekan bahwa antar spesies burung bisa terdapat perbedaan ciri yang signifikan tapi bisa pula sangat minor. Saya menjadi kagum dengan ilmuwan yang mendedikasikan dirinya untuk mengamati, menggambar, mendeskripisikan cirri-cirinya, kemudian membuat buku panduan jenis-jenis burung di seluruh dunia. Berpindah tempat dari lokasi pengamatan kami mengamati sekawanan bebek yang sedang mencari makan di sawah. Dan saya geli sekali melihat tingkah mereka! Saat sedang asyik mencari makan di titik A dan belum sepenuhnya selesai mengeksplorasi titik itu, tiba-tiba secara serempak mereka berpindah ke titik lainnya dengan komando salah seekor dari mereka. Yang membuat saya geli adalah semua bebek bisa jadi komandan! Jadi tak peduli bebek A, B, C, atau X sekalipun yang mengajak kawanannya untuk pindah titik makan (umumnya karena ia ada di baris belakang dan mungkin tidak kebagian makanan) maka mereka akan menurut saya, begitu terus selama kurang lebih 20 menit. Saya memberi mereka istilah yang saat ini lumayan populer : ababil (ABG labil), ha-ha-ha 

:-D
:-D
Cukup jauh di seberang daerah persawahan, ada kawasan perumahan yang sepertinya tergolong lumayan baru (karena di dekatnya ada mesin berat yang sedang nganggur). Eksistensi mesin berat itu sendiri sudah cukup menjelaskan bahwa akan ada perluasan daerah perumahan, yang tentunya mencaplok daerah persawahan di dekatnya. Ckckckckc, saya jadi kasihan dengan nasib bebek-bebek ababil itu serta kawanan blekok dan kuntul karena habitat alami mereka bakal diakuisisi. Kembali ke lokasi awal, kami kemudian bertemu dengan Pak Agus, ketua RW setempat. Ia bercerita panjang bagaimana kawanan blekok dan kuntul itu yang semula hanya berniat mampir tapi lalu menjadi betah dan menetap di tempatnya sekarang ini, bahwa ia pernah beradu argumen dengan oknum TNI dan polisi yang berniat menembak blekok dan kuntul itu, dan buah perjuangannya melindungi kawanan burung air itu hingga kemudia mendapat tanggapan positif utamanya dari pihak pemerintah kota Bandung yang kemudian menjadikan kawasan tersebut sebagai tempat resmi perlindungan blekok dan kuntul. Bahkan berdasar penuturannya pemerintah sudah menahan ijin perluasan wilayah perumahan demi pengembangan wilayah perlindungan blekok dan kuntul seluas 2 hektar! Bahkan beliau berniat mempertemukan BICONS dengan pemerintah dan masyarakat agar saling mengerti dan memahami kebutuhan serta kepentingan masing-masing pihak. Kami diberi amanat untuk menjelaskan tentang hal-hal teknis mengenai perlindungan dan pelestarian burung air yang ada di kawasan itu seperti : makanan apa yang cocok, jenis pohon apa yang pas untuk sarang, serta bagaimana pengelolaan kawasan agar tak terjadi crash antara burung dengan manusia. Untuk kawan-kawan yang peduli dengan lingkungan, doakan kami ya… Demi kelestarian burung-burung tersebut pada khususnya dan demi bumi pada umumnya 
:-)
:-)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun