Mohon tunggu...
Margareta Sheryl Kurniawan
Margareta Sheryl Kurniawan Mohon Tunggu... Editor - Female

a srudent at Loyola College High School

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Animal Testing pada Simpanse Tidak Sepenuhnya Efektif!

23 Agustus 2019   22:06 Diperbarui: 25 Agustus 2019   11:18 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Apa kabar para sahabat biologi? Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas sebuah topik yang tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita semua, yaitu HIV/AIDS. Namun, dalam artikel ini, kita akan lebih berfokus dalam pembahasan layak atau tidak penggunaan hewan simpanse sebagai obyek percobaan dalam pengembangan dunia uji coba pengobatan HIV/AIDS bagi kelangsungan hidup manusia.


Baru-baru ini, sebagian besar dari kita pasti pernah mendengar atau membaca berita yang sedang ramai diperbincangkan, yaitu kasus video mesum 'Vina Garut'. V (19), satu-satunya pemeran wanita dalam video mesum tersebut ditetapkan sebagai tersangka bersama 2 orang lainnya, yaitu A (31) dan B (41) oleh Kepolisian Resor Garut. V mengaku telah melakukan aksi mesumnya secara gangbang sejak tahun 2017 lalu demi uang.


Selain 3 orang tersangka utama, Polres Garut masih mengejar 2 orang tersangka lainnya. Di antara 3 orang tersangka utama tersebut, pelaku utama yang merupakan mantan suami V (berinisial A), tidak ditahan oleh Polres Garut karena sedang terbaring di rumah sakit. Diduga, A telah positif terinfeksi virus HIV. V dan A diketahui bercerai setelah aksi gangbang itu terjadi. V pun mengaku saat beradegan, ia berada di bawah ancaman A. V tidak mengetahui ternyata aksinya tersebut diupload oleh A di akun Twitter pribadinya. (red. Iqbal, 2019)


Dari penggalan berita terebut, ada satu bagian yang mengejutkan, cukup menarik dan tentunya berhubungan dengan topik yang saya bahas. Di berita tersebut dikatakan bahwa A, mantan suami V, didiagnosa positif mengidap sakit AIDS dan hanya dapat berbaring lemah di rumah sakit. Hal tersebut terjadi akibat kurangnya kesadaran dan pengetahuan mengenai kerugian yang akan terjadi apabila ia melancarkan aksinya tersebut secara sembrono.


Tahukah Anda, bahwa HIV dan AIDS adalah dua hal yang berbeda. Salah besar apabia Anda masih menganggap dua hal tersebut sama. Penulis sendiri juga pada awalnya mengira bahwa HIV dan AIDS adalah hal yang sama. Agar lebih jelas, berikut definisi mengenai HIV dan AIDS. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah sindrom gejala rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) (Marx, 1982).


HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. HIV dibagi menjadi dua, yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang sama-sama menyebabkan penyakit AIDS. Apabila HIV berada di spesies lain, maka namanya akan berubah menjadi SIV (Simian Immunodeficiency Virus) yang menginfeksi primata (International Committee on Taxonomy of Viruses, tahun tidak diketahui); FIV (Feline Immunodeficiency Virus) atau biasa disebut Feline AIDS, adalah lentivirus (virus yang menyerang secara perlahan) (Dictionarist.com) yang menyerang kucing domestik (American Association of Feline Practitioners, 2002).


HIV-1 adalah virus yang memiliki hubungan yang dekat dengan SIVcpz yang menyerang primate simpanse. Sedangkan HIV-2 adalah virus yang memiliki hubungan dekat dengan SIVsm yang menyerang primata jenis Sooty mangabey (Peeters, 2002). Setelah membaca sepenggal informasi mengenai HIV maupun penyakit AIDS ataupun baru-baru ini anda telah didiagnosa positif terinfeksi AIDS, pertanyaan yang mungkin terlintas di pikiran kalian adalah apakah obat bagi virus HIV telah ditemukan atau mungkin belum? Selanjutnya akan kita bahas di bawah ini.


Obat-obat konsumsi manusia yang beredar di pasaran pasti telah melalui beberapa serangkaian proses pengujian baik pada sukarelawan manusia maupun dengan cara Animal Testing atau bisa disebut percobaan terhadap satwa. Apa itu Animal Testing? Ada 2 pembagian definisi mengenai Animal Testing, yaitu definisi positif dan definisi negatif. Pertama akan kita bahas mengenai definisi positif Animal Testing terlebih dahulu.


Definisi positif Animal Testing adalah penggunaan hewan sebagai objek penderita untuk sebuah penelitian, yang berarti bahwa para hewan di sini berperan sebagai pasien sebuah proyek pengembangan produk obat atau semacamnya. Sedangkan definisi negatifnya adalah serangkaian pemaksaan hewan hidup untuk menjalani serangkaian uji ilmiah yang mungkin akan menyebabkan hewan merasa sakit, tertekan, atau menderita selama beberapa waktu, atau suatu saat ada kemungkinan pemusnahan hewan terkait untuk suatu tujuan tertentu (Tander, 2008).


Animal Testing banyak digunakan untuk proyek uji kosmetik, obat, toksikologi, metode pengobatan, dan percobaan transplantasi organ. Jenis hewan yang seringkali digunakan untuk Animal Testing adalah golongan rodensia (tikus dan sejenisnya), beberapa jenis karnivora (contoh: anjing), dan primata. Dalam kasus pengobatan HIV/AIDS, para peneliti lebih memilih primata sebagai hewan percobaan dibandingkan dengan tikus atau karnivora (Tander, 2008).


Sebelumnya, dilansir dari Independent UK, uji coba obat HIV/AIDS pada praktiknya telah berhasil diterapkan oleh para ilmuwan (peneliti gabungan dari Temple University, Lewis Katz School of Medicine dan University of Nebraska Medical Center, AS) pada hewan tikus yang terinfeksi provirus HIV-1 menggunakan metode Crispr-Cas9 (pengeditan gen). Keberhasilan ini dituliskan di dalam Jurnal Molecular Therapy. Sebelumnya, jalur pengobatan AIDS selama ini hanya berupa terapi antiretroviral (ART). Dikatakan oleh Kamel Khalili dalam Nature Communications, peneliti senior dalam studi, bahwa mereka saat ini sedang berusaha maju melakukan uji coba ke hewan primata, dan mungkin uji klinis pada manusia di tahun yang sama. Tambahnya, studi telah menunjukkan bahwa terapi pengeditan gen yang bila diberikan secara berurutan akan dapat menghilangkan HIV dari sel hewan yang mengalami infeksi (Taylor, 2017).


Kurangnya keefektifan akan penggunaan primata simpanse dalam proyek tersebut karena telah terbukti dalam pengurutan genom simpanse biasa (Pan troglodytes)  pada 2005 yang dilakukan oleh beberapa tim peneliti internasional, termasuk 454 Life Sciences di Branford, Connecticut yang dipimpin oleh Max Planck, mengkonfirmasikan bahwa simpanse berbagi persentase DNA dengan manusia sekitar 99,6% (Gibbons, 2012).


Karena simpanse adalah kerabat terdekat dari manusia, genom simpanse adalah kunci paling berguna untuk memahami biologi dan evolusi manusia di samping genom manusia itu sendiri. Untuk memetakan genom simpanse, para peneliti mengunakan DNA dari simpanse jantan biasa yang bernama Clint. Perbandingan persentase relatif blueprint DNA milik Clint berbagi 96% dari DNA manusia. Angka perbedaan genetika antara simpanse-simpanse dengan manusia adalah 10 kali lipat lebih kecil daripada perbandingan genetika dengan tikus (Lovgren, 2005).


Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa Animal Testing tidak akan sepenuhnya efektif karena masih terlihat selisih persentase kemiripan gen. menurut saya, perbedaan kemiripan gen yang sedikit saja dapat menimbulkan perbedaan yang signifikan antara simpanse dan manusia. Contoh konkritnya dapat dilihat dari kondisi fisik manusia dan simpanse, terutama pada bagian kulit, kulit simpanse lebih memiliki banyak rambut daripada manusia. Ditambah lagi dengan pembuktian dari penelitian yang sama yang dilakukan oleh tim peneliti Max Planck bahwa gen manusia telah berpisah dari gen simpanse sekitar >4 juta tahun lalu (Gibbons, 2012).


Animal testing hanya akan menimbulkan penderitaan pada hewan terkait. Di mana para hewan yang tak berdosa harus menanggung penderitaan dari efek samping obat yang ditimbulkan. Selain itu, ada saja pihak yang memperlakukan hewan uji coba dengan tidak sepantasnya, seperti dimasukkan dalam kandang yang sempit atau diikat. Dalam beberapa penelitian, tidak semua obat yang lolos uji melalui Animal Testing aman digunakan oleh manusia. Kita dapat mengambil contoh obat arthritis Vioxx aman digunakan pada jantung hewan, tetapi pada praktiknya, di Amerika, Vioxx ternyata telah menyebabkan 140.000 kasus stroke dan serangan jantung pada manusia (Tander, 2008).


Contoh lainnya ada pada zat arsenik, benzena, alkohol, asap rokok, dan asbes ternyata sangat berbahaya pada manusia setelah sebelumnya teruji aman pada hewan. Kita dapat mencoba alternatif lain yang lebih aman dibandingkan dengan Animal Testing. Contohnya adalah penggunaan tes pada kultur sel manusia (tube-test) lebih efektif jika diaplikasikan pada manusia dalam 10 tahun penelitian terakhir (ProFauna Indonesia, 2003). Jadi, menurut penulis, sebaiknya Animal Testing dalam pengujian metode pengobatan apapun, termasuk uji coba metode pengobatan HIV/AIDS dihentikan.


Daftar Pustaka:


1.Iqbal, Mochammad 2019. "Kisah Hidup Pemeran Perempuan di Video Vina Garut". Diunduh dari https://m.merdeka.com/peristiwa/kisah-hidup-pemeran-perempuan-di-video-vina-garut.html?utm_source=Kisah+Hidup+Pemeran+Perempuan+di+Video+Vina+Garut&utm_medium=Line+News+click&utm_campaign=Line+Today+-+News, hari Kamis, tanggal 22 Agustus 2019, pukul 17.48 WIB.

2.Terakhir disunting oleh RXerself, 2019. "AIDS". Diunduh dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/AIDS, hari Jumat, tanggal 22 Agustus 2019, pukul 21.00 WIB.


3.Terakhir disunting oleh AABot, 2018. "Simian Immunodeficiency Virus". Diunduh dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Simian_immunodeficiency_virus, hari Jumat, tanggal 22 Agustus 2019, pukul 21.15 WIB.


4.Terakhir disunting oleh RianHS, 2019. "Feline Immunodeficiency Virus". Diunduh dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Feline_immunodeficiency_virus, hari Jumat, tanggal 22 Agustus 2019, pukul 21.20 WIB


5.Terakhir disunting oleh Helito, 2019. "Lentivirus". Diunduh dari https://id.m.wikipedia.org/wiki/Lentivirus, hari Jumat, tanggal 22 Agustus 2019, pukul 23.22 WIB.


6.Tander, 2008. "Animal Testing: Layakkah untuk Satwa?" diunduh dari http://www.profauna.org/content/id/aware/animal_testing_layakkah_untuk_satwa.html, hari Sabtu, tanggal 23 Agustus 2019, pukul 00.05 WIB.


7.Taylor, Gloria, 2017. "HIV pada Hewan Percobaan Berhasil Dihentikan Tim Peneliti AS". Diunduh dari https://m.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20170505155635-255-212612/hiv-pada-hewan-percobaan-berhasil-dihentikan-tim-peneliti-as, hari Sabtu, tanggal 23 Agustus 2019, pukul 16.07 WIB.


8.Prasasti, Giovani, 2019. "Ilmuwan Sukses Hilangkan Virus HIV pada Tikus". Diunduh dari https://m.liputan6.com/health/read/4004428/ilmuwan-sukses-hilangkan-virus-hiv-pada-tikus?utm_expid=.t4QZMPzJSFeAiwlBIOcwCw.0&utm_referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com%2F, hari Sabtu, tanggal 23 Agustus 2019, pukul 17.24 WIB.


9.Gibbons, Ann, 2012. "Bonobos Join Chimps as Closest human Relatives". Diunduh dari https://www.sciencemag.org/news/2012/06/bonobos-join-chimps-closest-human-relatives, hari Sabtu, tanggal 23 Agustus 2019, pukul 18.41 WIB.


10.Lovgren, Stefan, 2005. "Chimps, Humans 96 Percent the Same, Gene Study Finds". Diunduh dari https://www.google.com/amp/s/relay.nationalgeographic.com/proxy/distribution/public/amp/news/2005/8/chimps-humans-96-percent-the-same-gene-study-finds, hari Sabtu, tanggal 23 Agustus 2019, pukul 19.50 WIB.

Margareta Sheryl Kurniawan

XI F/22

SMA Kolese Loyola Semarang
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun