Mohon tunggu...
Syafril Hernendi
Syafril Hernendi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Living Life to Your Fullest

Personal Development Speaker | Email: syafril@syafrilhernendi.com | FB: /syafrilhernendi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencintai Diri Sendiri dengan Berkata "Tidak"

13 Desember 2020   09:16 Diperbarui: 13 Desember 2020   09:28 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Selalu mengorbankan apa yang menjadi prioritas dan nilai-nilai kita bisa berdampak buruk pada kesehatan dan memicu berbagai penyakit serius."

Sebagai manusia, kita sering mengalami naik turunnya suasana hati.

Kadang kita merasa bahagia dan bergairah, namun di saat lain emosi bisa berubah menjadi sedih dan dipenuhi rasa bersalah.

Terkait dengan rasa bersalah, perasaan ini muncul karena dipicu beberapa sebab.

Pertama, rasa bersalah timbul akibat kita melakukan perbuatan yang tidak  benar, seperti berbohong atau mencuri.

Perasaan ini berfungsi sebagai semacam pengingat. Ketidaknyamanan yang ditimbulkannya akan memperingatkan kita untuk tidak mengulangi perbuatan yang sama.

Kedua, rasa bersalah juga bisa muncul karena kita tidak bisa memenuhi ekspektasi orang lain.

Saat orang menganggap kita bisa diandalkan, namun pada satu kesempatan kita gagal memenuhi ekspektasi ini, maka biasanya akan timbul rasa bersalah karena kita telah mengecewakan mereka.

Dalam takaran yang sehat, rasa bersalah tidak akan menyebabkan masalah.

Perasaan ini bagus sebagai alarm agar kita bisa kembali ke trek yang benar.

Hanya saja, kita perlu waspada ketika memiliki hubungan dengan orang yang manipulatif.

Orang manipulatif tidak segan mengeksploitasi kelemahan atau rasa bersalah yang muncul ketika kita 'mengecewakan' orang lain.

Orang seperti ini biasanya sengaja menggunakan rasa bersalah kita untuk keuntungan mereka sendiri.

Akhirnya, kepentingan atau nilai-nilai kita selalu terkorbankan untuk memenuhi keinginan mereka.

Kita menjadi seperti keset yang tidak bisa menyuarakan kepentingan kita sendiri disertai perasaan tertekan karena selalu tertindas.

Meski harus diakui, kondisi tidak selalu ideal. Sering kita harus berkorban dan mengalah untuk orang lain.

Sebagai orang tua, mungkin kita harus mengorbankan keinginan melakukan perjalanan keliling dunia karena mesti mengurus anak-anak yang masih kecil.

Saat berada di tempat kerja, kita mungkin harus melakukan tugas-tugas yang tidak disukai karena menyangkut lingkup kerja kita.

Terkadang seseorang perlu lembur kerja dan mengorbankan nilai dia tentang pentingnya waktu bersama keluarga karena tanggung jawab profesi mengharuskannya.

Namun, perlu dipastikan bahwa kita memiliki rambu, jangan kita terlanggar terlalu jauh.

Karena selalu mengorbankan apa yang menjadi prioritas dan nilai-nilai kita bisa berdampak buruk pada kesehatan dan memicu berbagai penyakit serius.

Disinilah perlunya kita menetapkan batasan. Batasan adalah semacam rambu bagaimana kita ingin diperlakukan atau dihargai.

Perlakukan diri kita sebagaimana kita ingin diperlakukan. Karena jika kita mengabaikan kebutuhan kita, orang lain juga akan melakukannya.

Kita mesti memperjuangkan apa yang baik buat kita, terlepas dari pendapat orang lain.

Katakan tidak jika memang diperlukan. Tidak perlu mencari alasan karena khawatir menyinggung orang lain.

Saat rekan kerja mengajak nongkrong sepulang kerja, katakan tidak karena kita harus menemani anak belajar karena hendak mengikuti ujian besok pagi.

Namun sebagai konsekuensi, kita juga harus menerapkan standar ini kepada diri kita sendiri.

Saat kita tidak suka ditanya alasan saat mengatakan tidak, jangan beri pertanyaan pada orang yang melakukannya.

Jika kita tidak ingin kepentingan kita diabaikan, jangan mengabaikan kepentingan orang lain.

Tetap lah berpegang pada keyakinan kita maka orang lain pun akan menghormati dan menghargai kita.

Lebih jauh, kita juga akan lebih bahagia dan lebih sehat serta menjadi lebih mencintai diri kita.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun