Pertama, pengetahuan akan diri akan mencegah perbedaan antara persepsi diri kita dan bagaimana orang lain memandang kita.
Penilaian keliru atas keterampilan dan kualitas kita, dalam bentuk ketidaktahuan akan diri kita sendiri, bisa menjadi penyebab rasa malu atau bahkan kesalahpahaman.
Contoh, kita beranggapan memiliki bakat sebagai seorang penyanyi. Nyatanya, alih-alih merdu, suara nyanyian kita justru malah sumbang dan terdengar tidak sinkron.
Disini terjadi gap antara persepsi dengan kenyataan sesungguhnya.
Jika persepsi tentang diri kita bersandar pada ketidaktahuan, kita akan membuang banyak energi untuk mempertahankan citra diri yang sebenarnya tidak tepat.
Lebih jauh, karena memiliki banyak hal untuk disembunyikan, kita akan merasa sulit untuk berhubungan dengan orang lain secara jujur dan terbuka.
Kedua, pengetahuan diri memungkinkan kita untuk lebih proaktif dalam merespons peristiwa eksternal.
Saat memahami diri, kita akan memiliki kecerdasan emosional untuk mengenali perasaan kita, alih-alih dikendalikan oleh perasaan tersebut. Â
Karena memahami bahwa kita memiliki rasa marah yang cepat bangkit, misalnya, maka kita akan memilih untuk diam sejenak atau mengambil napas panjang saat sedang marah.
Kesadaran ini akan menghindarkan kita dari mengeluarkan perkataan buruk atau mengambil tindakan gegabah saat sedang marah yang kelak hanya akan disesali.
Ketiga, pengetahuan diri merupakan langkah pertama yang diperlukan untuk memulai perubahan positif.