Taruhan' (wager) ini diundangkan oleh Blaise Pascal, seorang ahli matematika Perancis pada abad ke-17. Menurut Pascal, lebih baik percaya bahwa Tuhan itu ada, sebab dengan percaya maka resiko yang ditanggung akan lebih kecil. Dengan percaya akan adanya Tuhan, jikapun salah -ternyata Tuhan tidak eksis, tidak ada akhirat, tak ada surga atau neraka- maka ya sudah, toh tidak akan rugi sama sekali. Namun sebaliknya, jika sekarang terlanjur tak percaya dan ternyata Tuhan benar-benar ada, maka kemalangan yang kelak akan diterima. 'Taruhan' Pascal bisa dianalogikan dengan seseorang yang membawa payung. Jika pun tidak hujan, membawa payung tidak akan merugikan. Tapi jika hujan ternyata benar turun, maka yang membawa payung akan aman, sedang yang tidak membawa akan kuyub kebasahan. Nampaknya taruhan Pascal adalah sejenis pertaruhan yang tidak akan rugi. Akan lebih aman untuk percaya daripada tidak, karena dengan tidak percaya berarti mengambil resiko teramat besar. Namun, tesis Pascal ternyata bukan tanpa kritik sama sekali. Pengkritik bukan hanya berasal dari kalangan yang 'tidak percaya', namun juga dari golongan agamawan. Berikut beberapa kritik-kritik tersebut: Pertama, kata kunci dari Pascal adalah 'percaya'. Sedang percaya bukanlah sesuatu yang dapat dikontrol. Ambil contoh legenda Tangkuban Perahu. Legenda menyatakan bahwa Gunung Tangkuban Perahu berasal dari perahu yang terbalik. Bagi orang yang tidak percaya, dia tidak akan berubah jadi percaya meskipun cerita ini diulang berkali-kali sekalipun. Ini pula yang mendasari argumen bahwa 'percaya' bukan sesuatu yang dapat diatur begitu saja. Dalam konteks kritik, seseorang bisa saja pergi ke tempat ibadah, tapi jika memang tidak percaya, maka seluruh ibadah tidak akan dilandaskan pada ketulusan. Kedua, masih berhubungan dengan 'percaya'. Pengkritik mempertanyakan, apa sih yang istimewa dari percaya? Kenapa Tuhan nampak begitu peduli dengan percaya? Bagaimana jika rasa percaya itu ternyata penuh kepura-puraan? Kenapa bukan kejujuran dan niat mencari kebenaran yang justru jadi nilai tertinggi? Deretan pertanyaan ini bisa mewakili keberatan-keberatan di poin kedua akan status kemutlakan 'percaya' dibandingkan nilai-nilai lain. Ketiga, 'taruhan' Pascal akan nampak seperti transaksi dagang antara manusia dengan Tuhan. Tuhan akan menukar rasa percaya manusia dengan kenikmatan hari akhir. Ini akan mendorong tindakan manusia dimotifkan untuk mendapatkan imbalan, bukan sebuah pengabdian yang murni kepadaNya. Keempat, 'taruhan' Pascal tidak menjamin manusia yang percaya benar-benar aman. Bumi ini telah menjadi rumah berbagai macam agama. Setiap agama mempunyai konsep Tuhan dan kebenarannya sendiri. Sebagian besar agama juga memiliki konsep keselamatan yang ekslusif. Artinya, hanya umat seagama yang kelak akan selamat. Berbekal paradigma ini, percaya saja belum merupakan jaminan karena percaya Tuhan 'yang salah' juga akan berakhir pada petaka. Dan kenyataannya, setiap agama yakin dirinya benar sedang yang lain adalah salah. Begitulah, Pascal's Wager dan beberapa kritiknya. Corat-coret ini bukan ditujukan untuk mendorong agar jadi percaya atau tidak percaya, tapi mungkin berguna sebagai perangsang untuk merenungi apapun yang sekarang sedang kita percayai atau tidak percayai. Merenung dalam kerangka positif untuk kemudian memunculkan tindakan yang semakin baik dan arif.[] http://syafrilhernendi.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H