Mohon tunggu...
Sherlyn Suhadi
Sherlyn Suhadi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - SMK Atisa Dipamkara

Halo! Hobiku menulis artikel berita jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Analisis

5 Cara Efektif Menghadapi Masalah Internal Diri Sendiri!

15 Oktober 2024   23:30 Diperbarui: 21 Oktober 2024   23:01 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tangerang, 2024 -- Saat ini, aku sedang berada dalam sebuah fase yang sulit dalam hidupku. Di dalam diriku, ada banyak tantangan yang muncul, seolah menarik ke berbagai arah, rasanya seperti ada badai yang tidak pernah reda di dalam diriku. Ada kecemasan yang menghantui, rasa kurang percaya diri yang menghimpit setiap keputusan dan rasa takut gagal yang membuatku ragu untuk melangkah ke depan. Terkadang, aku merasa seperti terjebak di dalam pikiranku sendiri dan tak mampu keluar dari labirin emosi yang rumit ini.

Kecemasan sering kali datang tanpa peringatan, seperti awan gelap yang tiba-tiba muncul di hari yang cerah, menutup segala hal yang sebelumnya tampak jelas. Ada momen ketika aku hanya duduk sendirian di ruangan yang seharusnya nyaman, namun pikiranku berlari tanpa henti. Pikiran-pikiran negatif menyusup, bertanya-tanya tentang masa depan, tentang apa yang akan terjadi jika aku gagal atau tidak cukup baik di mata orang lain. Ketika kecemasan ini datang, aku sering merasa pusing.

"Menurutku, kecemasan hanyalah permainan pikiran, tetapi di saat itu terjadi, rasanya sungguh nyata. Jantungku berdetak lebih cepat dan tanganku menjadi dingin. Seolah-olah tubuh ini bereaksi terhadap bahaya yang tidak ada. Aku memahami ini dengan akal sehat, tapi tubuh ini menolak untuk tenang. Aku ingin lari dari perasaan ini, tetapi tidak tahu ke mana. Setiap kali aku mencoba melarikan diri, kecemasan itu kembali, bahkan lebih kuat," ujar mahasiswa Kota Tangerang, Ayisyah Nayla, Senin (14/10/2024).

Selain kecemasan, kurangnya rasa percaya diri juga menjadi masalah besar bagiku. Setiap kali ingin mencoba sesuatu yang baru, suara di dalam diriku selalu berkata, "Kamu tidak akan bisa melakukannya, kamu tidak sebaik orang lain." Suara itu seolah menjadi penghalang di setiap langkah yang ingin kuambil. Ketika orang lain tampak percaya diri dan melangkah dengan pasti, aku malah ragu-ragu dan sering kali menarik diri ke belakang.

Ketika berada di depan orang banyak, rasa cemas dan kurang percaya diri ini semakin terasa. Aku sering kali merasa seolah-olah semua mata tertuju padaku, menilai penampilan, menilai setiap gerak-gerikku dan setiap kata yang kuucapkan. Aku takut membuat kesalahan, takut terlihat bodoh, takut dihakimi. Semua ketakutan ini membuatku lebih memilih diam dan bersembunyi, daripada mengambil risiko untuk bersuara.

Meskipun menghadapi semua tantangan ini, aku sadar bahwa aku tidak bisa terus-menerus seperti ini. Aku tidak bisa membiarkan kecemasan dan rasa kurang percaya diri mengendalikan hidupku. Cara untuk keluar dari zona nyaman ini adalah berusaha menghadapi diri sendiri dan terus mencoba menjadi versi diriku yang lebih baik. Ini bukan tentang menjadi sempurna, tetapi tentang menjadi cukup kuat untuk menghadapi ketidaksempurnaan diriku sendiri.

Masalah-masalah internal dalam diri sendiri ini sangat berbahaya karena bisa menyebabkan gangguan kesehatan mental. Berdasarkan data yang dikutip dari goodstats, ketika seseorang mengalami gangguan kesehatan mental, dampaknya tidak hanya terbatas pada pikiran dan emosi, tetapi juga meluas ke aspek fisik dan sosial, yang pastinya akan berdampak ke produktivitas sehari-hari. Kesehatan mental dapat meninggalkan dampak yang mendalam bagi jangka panjang. Jika tidak ditangani dengan baik, gangguan kesehatan mental dapat menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini.

Menurut Asia Care Survey 2024, tercatat, stress dan burnout menjadi gangguan kesehatan mental yang paling dikhawatirkan, mencapai 56% dari total responden. Urutan kedua dipegang oleh gangguan tidur yang menjadi kekhawatiran 42,6% responden. Selanjutnya, ada 28,2% responden mengaku khawatir jika mengalami kecemasan sementara 24,9% lainnya khawatir mengalami kesepian.

Masalah depresi juga termasuk dalam daftar yang dikhawatirkan oleh responden. Berdasarkan hasil survei, sebanyak 20,7% responden mengaku khawatir mengalami depresi. Terakhir, gangguan kognitif juga menjadi gangguan kesehatan mental yang banyak dikhawatirkan orang Indonesia, dengan total 9,1% responden.

(Sumber: https://data.goodstats.id/statistic/gangguan-kesehatan-mental-yang-paling-dikhawatirkanorangindonesia-2024-mA3pJ)
(Sumber: https://data.goodstats.id/statistic/gangguan-kesehatan-mental-yang-paling-dikhawatirkanorangindonesia-2024-mA3pJ)

Dikutip dari data theconversation.com, menurut penelitian yang telah dilakukan, berbagai potensi kondisi psikologis dan gangguan mental pada manusia memang mulai menunjukkan gejalanya pada usia kritis remaja atau dewasa muda. Dengan populasi kelompok usia 10-19 tahun yang mencapai 44,5 juta jiwa, Negara Indonesia harus mulai melakukan investasi di bidang kesehatan mental remaja. Di antara remaja Indonesia yang mengalami gangguan mental, sebanyak 83,9% mengalami gangguan fungsi pada ranah keluarga, disusul oleh ranah teman sebaya (62,1%), sekolah atau pekerjaan (58,1%), dan distres personal (46,0%).

Dikutip dari data theconversation.com, hampir 35% (setara 15,5 juta) remaja berusia 10-17 tahun di Indonesia terdiagnosis memiliki setidaknya satu masalah kesehatan jiwa dalam survei I-NAMHS sehingga masuk ke dalam kategori ODMK (Orang Dengan Masalah Kejiwaan). Rasa kecemasan adalah masalah gangguan mental yang paling banyak muncul di antara remaja di Indonesia (26,7%). Ini disusul masalah terkait pemusatan perhatian atau hiperaktivitas (10,6%), depresi (5,3%), masalah perilaku (2,4%), dan stres pascatrauma (1,8%).

"Caraku untuk menghadapi masalah internal yang ada dalam diri sendiri, yaitu pertama, bisa menerima diri sendiri. Setelah itu, aku akan coba mengidentifikasi emosi, dengan mengenali dan memahami emosi, aku dapat lebih baik mengelola stres dan menemukan solusi yang tepat. Terakhir, aku akan refleksi diri dengan merenungkan pikiran, perasaan, dan tindakan yang diperbuat. Aku melakukan semua itu hingga saat ini dan terbukti efektif," ujar anak Gen-Z Kota Tangerang, Kaila Warnia, Senin (14/10/2024).

Aku harus menjaga diri sendiri dari masalah-masalah internal seperti itu agar kesehatan mentalku juga terjaga. Langkah pertama yang kupelajari dalam menghadapi masalah internal dalam diri sendiri adalah pentingnya menerima keadaan. Kecemasan, keraguan, dan rasa tidak percaya diri adalah bagian dari diriku. Aku tidak bisa melawannya atau berpura-pura bahwa itu tidak ada. Justru dengan menerima bahwa aku merasa cemas dan tidak percaya diri, aku bisa mulai mengambil langkah untuk mengatasinya. Ini bukan berarti aku menyerah pada perasaan tersebut, tetapi lebih kepada mengakui bahwa hal itu adalah bagian dari perjalananku.

Aku mulai belajar untuk berbaik hati pada diriku sendiri. Ketika aku merasa cemas atau ragu, aku mencoba untuk tidak menghakimi diriku sendiri. Aku berhenti mengatakan hal-hal seperti, "Kenapa aku harus merasa begini? Seharusnya aku bisa lebih kuat." Sebaliknya, aku mencoba untuk berkata, "Tidak apa-apa merasa seperti ini. Ini adalah bagian dari proses." Perubahan cara pandang ini mungkin terdengar sederhana, tetapi berdampak besar. Dengan menerima perasaanku, aku merasa lebih mampu untuk menghadapinya.

Langkah kedua yaitu, menghindari pola pikir negatif. Pola pikir negatif adalah sesuatu yang sangat sulit untuk diubah, terutama ketika itu telah menjadi bagian dari diri kita selama bertahun-tahun. Kritik-kritik paling keras yang kudengar bukan datang dari orang lain, melainkan dari diriku sendiri. Suara di dalam kepalaku sering kali berkata bahwa aku tidak cukup baik, bahwa aku akan gagal, atau bahwa orang lain akan mengecewakanku.

Namun, aku mulai menyadari bahwa pola pikir negatif ini tidak membantu. Sebaliknya, mereka hanya membuatku semakin tenggelam dalam kecemasan dan rasa tidak percaya diri. Cara mengatasinya, aku mencoba melatih diriku untuk mengubah dialog internal ini. Setiap kali aku mendengar suara negatif di dalam diriku, aku berusaha untuk menantangnya. Misalnya, jika aku berpikir, "Aku tidak akan berhasil," aku akan mencoba mengubahnya menjadi, "Aku mungkin akan menghadapi kesulitan, tetapi aku bisa belajar dan beradaptasi." Mengubah cara berbicara pada diri sendiri adalah proses yang sulit, tetapi setiap kali berhasil melakukannya, aku merasa lebih kuat.

Langkah selanjutnya, ketika merasa terlalu cemas, rasanya sulit sekali untuk mengambil tindakan apapun. Semua tampak terlalu berat. Namun, aku belajar bahwa langkah kecil adalah kuncinya. Alih-alih fokus pada hal-hal besar yang membuatku cemas, aku mencoba untuk memecahnya menjadi tindakan-tindakan kecil yang bisa kulakukan setiap hari. Misalnya, jika aku merasa cemas tentang proyek besar yang harus diselesaikan, aku mencoba memecahnya menjadi tugas-tugas kecil yang bisa kulakukan satu per satu. Fokus pada hal kecil ini membantuku untuk tetap bergerak maju, tanpa merasa kelelahan oleh besarnya tugas. Setiap kali menyelesaikan satu langkah kecil, aku merasa ada kemajuan, dan ini memberi dorongan percaya diri yang sangat kubutuhkan.

Aku juga belajar bahwa menghadapi masalah internal ini tidak harus dilakukan sendirian. Di sekelilingku, ada orang-orang yang peduli padaku, yang siap memberikan dukungan jika aku bersedia membuka diri. Awalnya, sulit bagiku untuk berbicara tentang kecemasan dan rasa tidak percaya diri yang kualami. Aku takut dianggap lemah atau terlalu sensitif. Namun, ketika mulai berbicara kepada teman-teman terdekat atau bahkan seorang terapis, aku merasa lebih tenang.

Berbicara tentang perasaanku, mendengar perspektif orang lain, dan menyadari bahwa aku tidak sendirian dalam perjuangan ini memberi kekuatan tersendiri. Kadang-kadang, hanya dengan mendengar orang lain berkata, "Aku juga pernah merasakan hal yang sama," itupun sudah cukup untuk membuatku merasa lebih baik.

Langkah terakhir yaitu, melakukan sesuatu yang disukai atau refreshing sangat membantuku dalam menghadapi tantangan internal dalam diri sendiri. Aku belajar untuk memperlambat pikiranku yang sering kali berlari terlalu cepat. Dengan melakukan sesuatu yang disuka dan membuat senang, perasaan dan pikiranku menjadi sangat membaik. Ini bukan berarti kecemasan atau rasa takut hilang begitu saja, tetapi aku merasa lebih mampu mengendalikannya. Setelah refreshing, aku akan melakukan refleksi terhadap diri sendiri, "Apakah aku memiliki kesalahan dan apakah aku tidak sebaik orang lain?" Dengan bertanya kepada diri sendiri, aku bisa merenung dan mendapatkan solusinya.

"Kekuatan sejati muncul saat kita berani menghadapi diri sendiri, bukan ketika kita sempurna, tapi ketika kita tetap melangkah meski ragu," ujar Ibu guru Kota Tangerang, Amanda Kartika, S.Pd, Senin (14/10/2024).

Perjalanan menghadapi kecemasan, rasa tidak percaya diri, dan tantangan internal lainnya adalah proses yang panjang dan sulit. Namun, aku percaya bahwa dengan menerima perasaan ini, mengubah pola pikir negatif, mengambil tindakan kecil, mencari dukungan, refreshing serta refleksi diri, aku bisa mengatasi semua ini. Aku tidak harus menjadi sempurna, tetapi aku bisa terus tumbuh dan berkembang setiap hari. Tantangan ini mungkin akan terus datang, tetapi aku siap untuk menghadapinya, satu langkah demi satu langkah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun