Mohon tunggu...
Sherly Maria
Sherly Maria Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Mahasiswa aktif Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Peran Media dalam Komunikasi Politik: Pembentukan Opini Publik dan Dinamika Pemilu 2024 di Indonesia

27 Desember 2024   11:35 Diperbarui: 27 Desember 2024   12:04 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pertama, media tradisional seperti televisi, radio, dan surat kabar masih memiliki peran penting meskipun digitalisasi dan media sosial semakin berkembang. Media sosial memungkinkan aktor politik berkomunikasi langsung dengan audiens, mempercepat penyebaran informasi, dan memungkinkan interaksi lebih bebas. Namun, hal ini juga menimbulkan tantangan baru, seperti penyebaran hoaks dan penguatan polarisasi politik melalui echo chambers dan kampanye negatif. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana media, baik tradisional maupun digital, bisa menjadi kekuatan yang sangat besar dalam membentuk opini publik, tetapi juga memiliki potensi dampak negatif terhadap integritas proses demokrasi.

Kedua, media berperan dalam membentuk opini publik melalui konsep framing dan agenda-setting, di mana isu-isu tertentu dipilih untuk dibahas, mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap suatu kebijakan atau kandidat. Dengan adanya media sosial, efek dari framing ini menjadi lebih luas dan cepat, dan juga memicu polarisasi yang semakin tajam di kalangan pemilih. Dalam Pemilu 2024, kita telah melihat bagaimana media menjadi arena pertarungan ideologis, di mana narasi dan citra diri para kandidat dibentuk dan dipertandingkan.

Secara keseluruhan, media memiliki peran yang sangat signifikan dalam membentuk keputusan politik masyarakat Indonesia, mulai dari membentuk opini publik hingga mempengaruhi hasil pemilu. Media menjadi jembatan antara politisi dan masyarakat, namun juga bisa menjadi alat yang digunakan untuk menciptakan kesenjangan politik dan memperburuk polarisasi. Tantangan ke depan adalah bagaimana mengelola media secara bijaksana, untuk memastikan bahwa media tetap berfungsi sebagai alat pendidikan dan informasi yang positif, bukan sebagai sarana untuk menyebarkan disinformasi yang dapat merusak demokrasi.

Masa depan komunikasi politik di Indonesia adalah bahwa media digital akan semakin mendominasi, namun dengan tantangan yang lebih besar terkait disinformasi dan polarisasi. Teknologi baru, seperti kecerdasan buatan (AI) dan analitik data, akan semakin digunakan untuk menargetkan audiens dengan pesan politik yang sangat personal dan terfokus. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat Indonesia untuk semakin kritis dalam menerima informasi dan lebih bijaksana dalam memanfaatkan media, sambil tetap mengutamakan etika jurnalistik dan transparansi dalam penyampaian informasi politik. Pemerintah dan lembaga-lembaga terkait juga harus berperan aktif dalam memastikan bahwa media digunakan untuk memperkaya diskursus politik, bukan untuk memperburuk perpecahan yang sudah ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun