Namun, Indonesia memiliki posisi yang unik karena hubungan bilateral yang baik dengan Korea Utara. Dalam beberapa kesempatan, Indonesia telah menawarkan diri sebagai mediator untuk membantu meredakan ketegangan. Indonesia percaya bahwa solusi damai adalah satu-satunya jalan untuk mencapai stabilitas yang langgeng di Semenanjung Korea, tanpa harus menggunakan kekuatan militer.
Dari perspektif studi strategis dan pertahanan, seperti yang dikemukakan oleh Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS), ancaman nuklir di Semenanjung Korea dapat berdampak pada keamanan regional, khususnya di kawasan Asia-Pasifik. ISDS menekankan bahwa perlombaan senjata di Asia Timur dapat memicu instabilitas di kawasan lain, termasuk Asia Tenggara. Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk terus memperkuat peran diplomatiknya di kawasan ini dan menjaga keamanan melalui pendekatan kooperatif dengan negara-negara tetangga.
Tantangan Diplomasi Internasional
Upaya diplomasi internasional untuk menyelesaikan ketegangan di Semenanjung Korea menemui banyak rintangan. Salah satunya adalah perbedaan kepentingan antara negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan Jepang. Amerika Serikat dan sekutunya menuntut agar Korea Utara menghentikan program nuklirnya secara total, sedangkan Tiongkok dan Rusia lebih mengedepankan pendekatan dialog tanpa memberikan tekanan ekonomi yang berlebihan.
Selain itu, diplomasi multilateral yang diharapkan mampu menekan Korea Utara juga terhambat oleh inkonsistensi kebijakan dari negara-negara besar. Misalnya, selama pemerintahan Donald Trump, Amerika Serikat sempat melakukan pertemuan bersejarah dengan Kim Jong Un pada 2018 dan 2019. Namun, pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan yang konkret terkait dengan denuklirisasi.
Di sisi lain, Tiongkok yang memiliki pengaruh besar terhadap Korea Utara, sering kali bersikap ambigu. Di satu sisi, Tiongkok menentang senjata nuklir di Semenanjung Korea, tetapi di sisi lain, Tiongkok juga tidak ingin Korea Utara runtuh secara ekonomi dan politik, karena hal tersebut akan membawa pengungsi besar-besaran ke wilayahnya dan memicu ketidakstabilan di kawasan perbatasan.
Korea Selatan dan Amerika Serikat: Aliansi yang Rentan
Korea Selatan dan Amerika Serikat memiliki hubungan pertahanan yang kuat, yang sering kali menjadi alasan mengapa Korea Utara merasa terancam. Dengan kehadiran ribuan tentara AS di Korea Selatan dan latihan militer bersama yang rutin dilakukan, Korea Utara merasa bahwa ancaman eksternal terhadap kedaulatannya semakin nyata.
Namun, meskipun aliansi militer AS-Korea Selatan tampak solid, terdapat ketegangan internal terkait pendekatan terhadap Korea Utara. Pemerintah Korea Selatan, khususnya di bawah kepemimpinan Presiden Moon Jae-in (2017-2022), lebih mengutamakan pendekatan dialog dan diplomasi, sementara Amerika Serikat, khususnya di bawah pemerintahan Donald Trump dan Joe Biden, lebih memilih pendekatan keras melalui sanksi dan tekanan ekonomi.
Aliansi yang rentan ini dapat dimanfaatkan oleh Korea Utara untuk terus memecah belah strategi Barat. Korea Utara sering kali menggunakan pendekatan diplomasi yang penuh tipu daya, mengajukan tawaran damai sambil tetap melakukan uji coba senjata nuklir di balik layar. Ketidakpastian ini membuat upaya damai di Semenanjung Korea menjadi semakin rumit.
Masa Depan Perdamaian di Semenanjung Korea