Mohon tunggu...
Sheren Nathania Widjaja
Sheren Nathania Widjaja Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Prodi Bioteknologi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Diagnosis Kanker Tiroid Medular: Pengukuran ECLIA-CT atau RIA-CT?

15 Januari 2022   03:50 Diperbarui: 15 Januari 2022   04:18 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keganasan tiroid atau kanker tiroid menjadi salah satu penyumbang kasus kanker terbesar dari sistem endokrin. Kasus kanker tiroid mengalami peningkatan secara signifikan setiap tahunnya sekitar 7% dibandingkan dengan kanker lainnya (Siswandi et al. 2020). Menurut “Pathological based registration”, kasus kanker tiroid menduduki peringkat kesembilan dari seluruh jumlah kasus kanker yang ada di Indonesia (Fidiawaty et al. 2016). Ternyata kanker tiroid ini merupakan kanker yang baik dalam dunia kedokteran karena pertumbuhannya yang lambat dan tidak menimbulkan rasa nyeri yang berlebihan.

Kanker tiroid merupakan tumor ganas yang terbentuk pada kelenjar tiroid yang akan menyerang kendali dari pertumbuhan sel kelenjar tersebut, yaitu sel folikel dan sel C atau sel parafolikel. Kedua sel tersebut dapat memproduksi hormon yaitu hormon tiroid yang dihasilkan oleh sel folikel dan hormon kalsitonin yang dihasilkan oleh sel C. Hormon tiroid yang dihasilkan memiliki 2 jenis, yaitu hormon tiroksin (T4) dan hormon triiodotironin (T3). Kedua jenis hormon tiroid tersebut memiliki peran penting dalam proses metabolisme tubuh. Sementara, hormon kalsitonin (CT) berfungsi untuk mengurangi kadar kalsium dalam darah bila kadar kalsium darah berlebih sehingga dapat memulihkan hiperkalsemia. Keseimbangan jumlah hormon-hormon tersebut sangatlah penting dalam tubuh. Apabila kelenjar tiroid mengalami gangguan atau terkena kanker, hormon yang dihasilkan kedua sel tersebut dapat menjadi tidak seimbang (Wulandari & Hapsari 2013).

Tipe kanker tiroid 

Keganasan tiroid memiliki 4 tipe yaitu kanker tiroid papiler (PTC), kanker tiroid folikuler (FTC), kanker tiroid medular (MTC) dan anaplastik. Dari tingkat kejadian yang sering ditemukan, kanker tiroid papiler merupakan kasus kanker tiroid terbanyak dengan persentase 60-80%. Kemudian, tipe lainnya yaitu tipe folikuler ditemukan sebanyak 10-27,5%,  tipe medular ditemukan sekitar 3-4%, dan tipe analistik sekitar 2% dari kasus kanker tiroid (Siswandi et al. 2020). 

Tipe kanker tiroid memiliki 2 kategori diferensiasi yaitu kategori baik, yakni kanker tiroid papiler dan folikuler dan kategori buruk, yakni kanker tiroid medular dan anaplastik. Akan tetapi, tipe kanker tiroid yang bersifat paling baik merupakan kanker tiroid papiler karena pertumbuhannya yang lambat dan memiliki tingkat persentase kesembuhan yang besar setelah pembedahan atau pemberian yodium radioaktif. Apabila dibandingkan kanker tiroid papiler, kanker tiroid folikuler memiliki penyebaran kanker yang lebih cepat terhadap organ lain (Tandra 2013). Dari keempat tipe kanker ini, kanker tiroid anaplastik merupakan kanker yang paling berbahaya dengan angka kematian mendekati 100% karena penyebaran yang sangat cepat dibandingkan ketiga tipe kanker lainnya. Pengobatan yang dapat dilakukan baik bedah, kemoterapi, maupun sinar memberikan hasil yang buruk dan tidak memberi banyak harapan untuk hidup. Kemudian, disusul oleh kanker tiroid medular yang menempati urutan kedua, folikuler menempati urutan ketiga dan papiler menempati urutan keempat (Siswandi et al. 2020).

Kanker Tiroid Meduler (MTC)

Walaupun jarang ditemukan, kanker tiroid medular (MTC) merupakan keganasan yang berasal dari sel C kelenjar tiroid dan memiliki penyebaran yang cepat dibandingkan tipe kanker tiroid lainnya. Kanker tiroid medular memiliki keunikan tersendiri dibandingkan tipe lainnya, yaitu mampu mensekresikan kalsitonin sama halnya dengan sel C tiroid. Maka dari itu, pengukuran kadar kalsitonin dapat digunakan untuk mendiagnosis kanker tiroid medular ini baik sebelum operasi maupun setelah operasi. Kadar kalsitonin yang mengalami peningkatan tinggi di atas menandakan adanya peluang kanker tiroid medular terbentuk. Oleh karena itu, pengukuran kadar kalsitonin yang akurat sangat diperlukan.

Pengukuran kadar kalsitonin

Dalam serum orang sehat, serum tersebut bukan hanya terdiri dari kalsitonin (CT), melainkan juga terdiri dari prokalsitonin (ProCT), dan prekursor CT lainnya. Pengukuran kadar kalsitonin dapat diukur dari serum pasien mengunakan alat ukur, yaitu radioimmunoassays (RIA) sebagai alat ukur pertama konsentrasi kalsitonin yang dikembangkan pada tahun 1970-an. Dari penemuan tersebut, dibuktikan adanya peningkatan kadar kalsitonin yang ditunjukkan pada serum pasien yang mengidap kanker tiroid medular. Selain RIA, terdapat alat ukur lainnya yang digunakan untuk mengukur kadar kalsitonin yaitu ECLIA (electrochemiluminescence immunoassay) yang baru dikembangkan pada tahun 2014.  Kedua alat ukur ini mampu mengukur akurasi level kalsitonin sehingga konsentrasi kalsitonin pada ECLIA (ECLIA-CT) perlu dibandingkan dengan konsentrasi kalsitonin pada RIA (RIA-CT) untuk mengetahui apakah konsentrasi kalsitonin pada ECLIA berkorelasi dengan kadar kalsitonin pada RIA. Keakuratan dari kedua alat ini diuji pada pasien yang mengalami berbagai gangguan tiroid, seperti kelompok FTC, PTC, MTC, nodul/ benjolan jinak, penyakit Graves, dan tiroid normal.

Peningkatan kadar kalsitonin pada pasien MTC dan non-MTC

Seperti yang dikatakan sebelumnya, kadar kalsitonin akan mengalami peningkatan pada pasien MTC. Hal tersebut benar dibuktikan dari hasil pengukuran kadar kalsitonin pada kasus pasien MTC yang belum menjalani tiroidektomi total atau pengangkatan seluruh kelenjar tiroid. Kadar kalsitonin dari pasien tersebut meningkat baik diukur menggunakan ECLIA maupun RIA. Peningkatan kadar kalsitonin bukan hanya terjadi pada pasien MTC saja, melainkan pada pasien non-MTC, yaitu tumor neuroendokrin pankreas, hiperkalsemia, kanker hipofaring, kanker prostat, kanker paru-paru, limfoma ganas, kanker lambung, dan kanker usus besar. Kadar kalsitonin tersebut diukur menggunakan ECLIA dan menunjukkan bahwa adanya peningkatan yang disebabkan karena adanya rangsangan sekresi ektopik. Kemudian, pengukuran kadar kalsitonin juga diukur pada kasus pasien MTC yang telah menjalani tiroidektomi total. Hasil pengukuran tersebut menunjukkan bahwa kadar kalsitonin pasien MTC yang telah menjalani tiroidektomi total berbeda dalam pengukuran menggunakan ECLIA-CT dan RIA-CT. Kadar kalsitonin tersebut tidak terdeteksi menggunakan ECLIA. Sementara, kadar kalsitonin tersebut terlihat tinggi yang diukur menggunakan RIA. Nah, masalah perbedaan pengukuran ini akan dijawab pada kasus selanjutnya. Yuk disimak!

Perbandingan antara ECLIA-CT dan RIA-CT

Pada kasus pasien MTC diatas sebelum menjalani tiroidektomi total yang telah disebutkan diatas, ECLIA-CT dan RIA-CT menunjukkan hasil yang sama dan sepadan. Sementara, pada kasus pasien non-MTC yang telah menjalani tiroidektomi total atau pengangkatan seluruh kelenjar tiroid, ECLIA-CT dan RIA-CT memberikan hasil yang berbeda nyata sama dengan kasus pasien MTC yang telah menjalani tiroidektomi total di atas. Pengukuran kadar kalsitonin pasien non-MTC tersebut menggunakan RIA menghasilkan hasil varian yang bermacam-macam, sedangkan kadar kalsitonin pasien tersebut tidak terdeteksi saat menggunakan ECLIA. Dalam pengukuran kadar kalsitonin, ECLIA dan RIA menggunakan antibodi yang berbeda, yaitu RIA menggunakan antibodi poliklonal dan ECLIA menggunakan antibodi monoklonal dalam penerapan sistemnya sandwich immunoassays. Perbedaan hasil pengukuran kadar kalsitonin ECLIA dan RIA tersebut disebabkan ECLIA memiliki keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan dengan RIA. Pengukuran menggunakan RIA memiliki kesalahan pendeteksian kalsitonin yang sebenarnya merupakan antigen. Keikutsertaan pengukuran antigen tersebut menyebabkan kadar kalsitonin yang dihasilkan oleh RIA menjadi sangat banyak. Keakuratan tinggi pada ECLIA-CT disebabkan ECLIA hanya dapat mendeteksi kalsitonin yang berada dalam keadaan matang. Selain itu, proses pengukuran menggunakan ECLIA-CT lebih cepat dibandingkan RIA-CT karena ECLIA-CT tidak memerlukan proteksi radiasi (Ito et al. 2020).

Kesimpulan

Konsentrasi kalsitonin pada ECLIA  memiliki korelasi dengan kadar kalsitonin pada RIA. Akan tetapi, ECLIA memiliki keakuratan dan spesifikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan RIA dalam pengukuran kadar kalsitonin. Pengukuran kadar kalsitonin ini sangat penting untuk mengetahui diagnosis kanker tiroid medular yang memiliki penyebaran kedua tercepat setelah kanker tiroid anaplastik dan tingkat agresif yang tinggi. Selain itu, peningkatan kadar kalsitonin yang tinggi pada pasien MTC pascaoperasi menandakan bahwa adanya peluang kekambuhan dari MTC tersebut. Peningkatan kadar kalsitonin tidak hanya dialami pada pasien MTC, tetapi juga dapat meningkat pada pasien non-MTC yang mengalami berbagai gangguan tiroid lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Fidiawaty WA, Selvialiany, Zulfikar W. 2016. Distribusi keganasan organ tiroid berdasarkan pemeriksaan histopatologi di kota pekanbaru. JIK. 10 (2): 67-70.

Ito Y, Kaneko H, Sasaki Y, Ohana N, Ichigo M, Furuya F, Suzuki S, Suzuki S, Shimura H. 2020. Kadar kalsitonin oleh ECLIA berkorelasi baik dengan nilai RIA pada kisaran yang lebih tinggi tetapi dipengaruhi oleh jenis kelamin, TgAb, dan fungsi ginjal pada kisaran yang lebih rendah. Endocrine Journal. 67(7): 759-770.

Siswandi A, Fitriyani N, Artini I, Monitira K. 2020. Karakteristik penderita kanker tiroid di bagian rendah onkologi di rumah sakit umum daerah dr. h. abdul moelek provinsi lampung tahun 2017-2019. J Medika Malahayati. 4(3): 244-248.

Tandra H. 2013. Mencegah dan mengatasi penyakit tiroid. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Wulandari E, Hapsari RAF. 2013. Buku peran hormon sebagai regulator fungsi organ. Jakarta (ID): UIN Jakarta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun