Mohon tunggu...
Sherenina Saharani
Sherenina Saharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - 23107030097 ilmu komunikasi UIN Sunan Kalijaga

she likes doing new things, has lots of dreams, strong ambitions, and is someone who is always willing to learn.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Rebutan Takjil Antara Mayoritas dan Minoritas, Contoh dari Toleransi Tinggi di Indonesia

18 Maret 2024   22:45 Diperbarui: 18 Maret 2024   23:03 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berburu takjil atau biasa disebut war takjil telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari bulan Ramadhan, khususnya di Indonesia. Momen yang dinantikan oleh umat muslim di seluruh dunia. Namun, tidak hanya umat Islam saja yang turut merasakan keseruan ini, tetapi juga umat non-Muslim yang ikut serta dalam tradisi berburu takjil yang tentunya menambah warna ceria bulan suci ini.

Bulan Ramadan adalah sebuah momen yang berharga bagi setiap orang, tidak melihat apa pun agamanya atau latar belakang yang dimiliki, bulan yang penuh keberkahan ini menjadi suatu kebahagiaan yang sangat mendalam bagi indonesia, disamping itu banyak aspek yang membuat bulan Ramadan istimewa bagi setiap umat muslim. Bulan Ramadan menyediakan momen yang berharga bagi setiap orang, yang mempengaruhi persepsi dan memori individu. Bulan Ramadan memiliki dampak positif bagi lingkungan masyarakat, termasuk perekonomian negara.

Bagaimana caranya? Saat bulan Ramadhan akan muncul banyak pedagang takjil yang menjajakan aneka makanan pembuka, minuman, makanan tradisional sampai makanan berat. Tentunya Indonesia adalah salah satu negara yang mayoritas warganya beragama islam, tetapi banyak juga warga penganut agama lain yang hidup rukun bersama, dimana toleransi sangat dijunjung tinggi di negara ini.

Baru-baru ini, media sosial dihebohkan oleh berbagai konten video yang menampilkan keseruan umat Muslim dan non-Muslim dalam berburu takjil selama Ramadhan. Dalam video yang beredar, terlihat tidak hanya umat Islam yang tengah berpuasa yang melakukan perburuan takjil, tetapi juga mereka yang tidak berpuasa turut serta dalam war jajanan tersebut.

Tidak sedikit dari mereka yang terlihat sangat antusias dalam melakukan war takjil di pinggir jalan. Fenomena 'War Takjil' ini menjadi viral di berbagai platform media sosial, terutama di TikTok. Konten-konten bertajuk "nonis berburu takjil" banyak dibuat dan sering kali menggunakan lagu atau backsound yang sama, yaitu "Rindu Muhammadku" dari Haddad Alwi.

Sejumlah akun media sosial dengan kreatifitasnya membuat tulisan menarik untuk mengiringi konten videonya. Misalnya, tulisan caption sebuah video tiktok "kita adalah salah satu nonis yang ikut berburu takjil" diunggah oleh akun leonardusm12 di TikTok. Begitu juga dengan akun meiliharianti yang menulis, "aku yang nonis jam 15.00 udah berburu takjil duluan."

Tidak hanya itu, ada juga yang mengabadikan momen berburu takjil mereka dengan judul-judul yang lucu dan menghibur. Seperti akun atpotret dengan tulisan " soal agama kita toleransi, tapi soal takjil kita saingan, yang nonis udah start dari jam 3"  sedangkan disisi lain ada beberapa konten kreator dari pihak umat muslim yang membuat video balasan seperti "mereka jam 3 sudah mencari takjil, kami umat muslim sedang berjuang untuk hidup"

Beberapa komentar lucu netizen Indonesia di platform tiktok seperti

"untung pedagang takjil boleh gak adakan tes asyhadu atau liat ktp nya sebelum membeli?"

"pantes pas jam 17.40 aku muter tinggal kerak sama rawit. Sama pisang goreng letoy"

"udh mereka war duluan, mana abis beli bisa langsung dimakan, sedangkan kita nunggu magrib dulu"

" gapapa besok kita ratakan telur, supaya waktu paskah mereka bingung telur paskahnya gaada"

"mereka mengambil jatah takjil, mari tebang pohon palma"

Dan masih banyak lagi komentar yang mengundang gelak tawa dan menggambarkan bagaimana masyarakat saling bercanda, berkomunikasi, dan menghormati perbedaan. Fenomena ini menunjukkan bahwa tradisi berburu takjil telah melampaui batasan agama dan menjadi momen kebersamaan yang meriah bagi semua orang, tanpa terkecuali. 

Bulan Ramadhan menjadi waktu di mana persaudaraan dan kegembiraan bersama dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, menyatukan hati dalam sebuah tradisi yang penuh keceriaan dan keberkahan. Dalam hal war takjil ini juga ada keuntungan bagi perekonomian umkm, dan tentunya perekonomian negara

Pengamat ekonomi memperkirakan bahwa konsumsi masyarakat selama Ramadan dapat meningkat dibandingkan dengan hari-hari biasanya. Hal ini menjadikan bulan Ramadhan menjadi bulan yang bisa menjadi obat dan vitamin untuk semua aspek, bahkan negara yang sedang mengalami tantangan ekonomi dapat berubah menjadi lebih membaik berkat momen suci ini.

Satu hal yang membuat bulan Ramadan begitu unik adalah kemampuannya untuk menyatukan masyarakat Indonesia dari berbagai latar belakang agama. Meskipun merupakan momen suci bagi umat Islam, bulan Ramadan dianggap berharga bagi semua orang, tanpa memandang agama. Semangat toleransi dan penghormatan antarindividu tercermin dengan indah selama bulan yang penuh berkah ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun