Mohon tunggu...
Sherafima Trisniani
Sherafima Trisniani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Ekonomi Pembangunan UPN Veteran Jakarta

Seorang mahasiswa jurusan ekonomi pembangunan yang sangat antusias pada bidang riset dan analisis data. Memiliki kemampuan yang baik dalam menggali wawasan dari data ekonomi dan sosial. Selain itu, juga memiliki ketertarikan dalam menulis artikel untuk membagikan pengetahuan dan ide-ide yang dimiliki kepada publik.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Keterbatasan Layanan Perpustakaan dan Buku Referensi di Kabupaten Malang

11 Oktober 2023   16:05 Diperbarui: 11 Oktober 2023   16:47 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Layanan perpustakaan dan ketersediaan buku referensi di Indonesia menghadapi keterbatasan tertentu yang menghambat efektivitasnya dalam mendorong pertumbuhan pendidikan dan intelektual. Salah satu keterbatasan utama adalah kurangnya dana dan sumber daya yang dialokasikan untuk perpustakaan. Banyak perpustakaan di Indonesia kesulitan mempertahankan koleksi buku dan sumber daya yang memadai karena terbatasnya dukungan keuangan dari pemerintah. Hal ini mengakibatkan terbatasnya jumlah buku referensi yang tersedia bagi pengguna, sehingga menyulitkan mahasiswa dan peneliti untuk mengakses informasi penting yang mereka perlukan untuk studi atau proyek penelitian mereka.

Banyak perpustakaan di Indonesia masih menghadapi kendala dalam memperbarui dan memperluas koleksi buku dan materi referensi mereka. Keterbatasan anggaran dan sumber daya bisa menjadi faktor utama yang memengaruhi kemampuan mereka untuk menyediakan akses ke buku-buku terbaru dan materi referensi. Meskipun terdapat banyak perpustakaan di kota-kota besar di Indonesia, daerah pedesaan seringkali memiliki akses terbatas ke layanan perpustakaan dan buku referensi. Hal ini dapat disebabkan oleh infrastruktur yang kurang berkembang dan keterbatasan sumber daya.

Disamping itu infrastruktur dan teknologi yang ketinggalan jaman di perpustakaan di Indonesia juga menimbulkan keterbatasan yang signifikan. Banyak perpustakaan di negara ini kekurangan fasilitas modern seperti akses internet berkecepatan tinggi dan sistem komputer, untuk mengakses buku digital dan sumber daya online masih bisa menjadi masalah di beberapa daerah.  Hal ini membatasi kemampuan pengguna perpustakaan untuk mengeksplorasi database online dan e-book, yang semakin menjadi sumber informasi penting di era digital saat ini. Kurangnya kemajuan teknologi di perpustakaan juga menghambat kemampuan mereka untuk memberikan layanan yang efisien dan nyaman kepada pengguna, seperti sistem katalog online atau platform peminjaman digital.

Keterbatasan layanan perpustakaan lainnya di Indonesia adalah kurangnya pustakawan yang terlatih dan berpengetahuan luas. Meskipun terdapat banyak pustakawan berdedikasi di negara ini, profesi ini sering kali diremehkan dan tidak mendapat pengakuan yang memadai. Hal ini menyebabkan kurangnya pustakawan berkualitas yang dilengkapi dengan keterampilan yang diperlukan untuk membantu pengguna secara efektif. Tanpa pustakawan yang terlatih, pengguna perpustakaan mungkin kesulitan menavigasi berbagai sumber, menemukan materi yang relevan, atau menerima panduan tentang cara melakukan penelitian yang efektif. Keterbatasan ini menghambat kualitas layanan perpustakaan secara keseluruhan dan menyulitkan pengguna untuk memaksimalkan pengalaman perpustakaan mereka.

Permasalahan tersebut ditemukan oleh peneliti: Pertama, Kepala Perpustakaan Nasional RI menyatakan bahwa hanya terdapat 30% atau kurang dari 50% dari total jumlah perpustakaan desa di Indonesia yang beroperasi saat ini (Ode, 2017). Tak terkecuali Provinsi Jawa Timur. Menurut data Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur, 63% desa kekurangan perpustakaan daerah (Kominfo Jatim, 2017). Terlihat dari kurangnya buku pelajaran dan bahan bacaan umum yang belum terkumpul seluruhnya serta tidak adanya tenaga khusus yang bertugas memelihara perpustakaan, sehingga tidak mempunyai fasilitas perpustakaan yang memadai. Masyarakat di pedesaan terkena dampak dari tidak meratanya aksesibilitas literasi desa karena tidak mampu menerima layanan literasi yang berkualitas, seperti yang terjadi di Kabupaten Malang. Kabupaten Malang hanya memiliki 25% desa yang memiliki perpustakaan (Nana, 2017). Hal ini juga berdampak pada rendahnya minat membaca masyarakat Kabupaten Malang.

Berdasarkan latar belakang dari kronologi diatas, peneliti akan mendalami topik artikel mengenai “Keterbatasan Layanan Perpustakaan Dan Buku Referensi Di Kabupaten Malang”. Artikel ini mendalami tema kurangnya alokasi sumberdaya manusia dan sumberdaya materiil yang ada di Kabupaten Malang terkait dengan pelayanna perpustakaan. Artikel ini menggunakan teori dari Everret M. Rogers  yang berkaitan dengan diffusion of innovasion.  Menggunakan adaptasi konsep komunikasi pembangunan model konvergensi, untuk mengimbangi upaya peningkatan infrastruktur yang selama ini sudah mulai meningkat yaitu dengan pembangunan fasilitas internet di kecamatan baik bentuk layanan di tempat maupun mobile.  

Kabupaten Malang adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten ini terletak di bagian selatan Provinsi Jawa Timur dan berbatasan dengan Kabupaten Blitar, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, serta Kabupaten Jombang. Kabupaten Malang adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten ini terletak di bagian selatan Provinsi Jawa Timur dan berbatasan dengan Kabupaten Blitar, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, serta Kabupaten Jombang. Ibu kota Kabupaten Malang adalah Kota Malang. Kabupaten Malang memiliki luas wilayah 334.787 Ha, yang terdiri dari 33 kecamatan dan 390 desa/kelurahan yang tersebar antara perkotaan dan pedesaan, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Malang 2016–2021. dan berpenduduk 2,446 juta jiwa ( (Pemerintah Kabupaten Malang, 2016). 

Perpustakaan Umum di Kabupaten Malang memiliki koleksi yang tidak berimbang sebanyak 21.155 eksemplar, pengunjung yang sedikit, serta sarana dan prasarana yang lemah, sehingga berdampak pada transfer informasi kepada masyarakat umum dan khususnya masyarakat pedesaan terpencil (Asri, 2017). Hal ini berkaitan dengan teori komunikasi dan pembangunan sosial dengan tema terkait kurangnya alokasi sumberdaya manusia dan material. Selain itu, dari 390 desa dan kelurahan di Kabupaten Malang, hanya 227 yang memiliki unit perpustakaan desa, demikian disampaikan Kepala Bidang Pengembangan Perpustakaan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Malang (Nana, 2017). Belum ada program pembangunan perpustakaan pinggiran di Kabupaten Malang. Program Pengembangan Budaya Membaca dan Perpustakaan dimiliki oleh Kabupaten Malang. Inisiatif ini berfokus secara eksklusif pada pendampingan dan peningkatan perpustakaan lokal.

Perpustakaan berdasarkan jumlah individu yang memanfaatkan perpustakaan dan keadaan buku merupakan dua komponen yang selalu berubah dalam aktivitas pemanfaatan perpustakaan. Sasaran permasalahan yang perlu diselesaikan adalah dua indikasi tersebut. Sebagaimana dikemukakan oleh Yudartha tahun 2017, tujuan pengambilan suatu alternatif kebijakan adalah untuk memastikan dapat mencapai sasaran permasalahan yang sedang dihadapi. Alternatif kebijakan aksesibilitas perpustakaan yang memungkinkan untuk dilakukan ialah:

Metode program prioritas pertama perpustakaan desa/kelurahan diadopsi oleh peneliti sebagai sarana penyediaan perpustakaan bagi warga Kabupaten Malang. Karena satu-satunya perpustakaan permanen yang ada di masyarakat (bukan perpustakaan yang dapat diangkut) adalah Perpustakaan Desa/Kelurahan. Perpustakaan kota adalah contoh lain fasilitas sosial yang dapat dibangun untuk masyarakat. Wahyudianto (2020) menegaskan bahwa fasilitas dan pelayanan fisik serta kapasitas sumber daya manusia pemerintah daerah berperan terhadap keberhasilan pembangunan desa. Peraturan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi nomor 2 tahun 2016 mencantumkan perpustakaan desa sebagai salah satu indikator dalam Indeks Pembangunan Desa (IDM). Salah satu indikatornya adalah dalam membangun ‘desa mandiri’.

Metode program yang kedua bisa dimulai dengan digitalisasi perpustakaan. Melalui jalur komunikasi di internet, pustakawan menawarkan layanan kepada pengguna seperti pembuatan akun anggota perpustakaan digital, pendistribusian buku fisil maupun digital atau jurnal elektronik, layanan referensi atau rekomendasi mengenai sumber informasi yang diperlukan, dan penyediaan referensi e-resource dalam bentuk tautan ke situs web yang mengarahkan pengguna langsung ke sumber yang mereka perlukan (Budi, 2021). Selain layanan tersebut, pustakawan juga dapat memberikan kursus kepustakawanan bagi pustakawan dengan menyelenggarakan seminar online (webinar) dan bertindak sebagai pembawa acara seminar. 

Mengutip pernyataan Fatimah (2018), dibalik banyaknya dampak positif yang diberikan oleh perpustakaan, terdapat pula kekurangan pemanfaatan perpustakaan fisik pada umumnya dikarenakan hal-hal berikut: Jam operasional perpustakaan yang terbatas. Buku yang tidak dirawat dengan baik mengakibatkan seringnya dipinjam dan mudah rusak. Pencariannya memakan waktu lama karena organisasi bukunya tidak terorganisir. Karena jumlah buku yang tersedia sangat sedikit, Anda harus menunggu peminjam sebelumnya mengembalikan buku tersebut. Beberapa sumber informasi tergantung pada permintaan pengguna.

Komunikasi pembangunan mampu melihat konvergensi antara keterbatasan layanan perpustakaan dan buku referensi di kabupaten malang. Pengertian konvergensi adalah pendekatan penyampaian intervensi yang dilakukan secara terkoordinir, terintegrasi, dan bersama-sama untuk menciptakan solusi kreatif dari sebuah permasalahan. Model komunikasi pembangunan dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi merupakan jawaban dari permasalahan ini, berdsarkan teori duffusion of innovasion menurut Everett M. Rogers. Menciptakan layanan perpustakaan digital dapat menyelesaikan  permasalahan dari kurangnya alokasi sumberdaya manusia dan sumberdaya material. Maka disarankan untuk pemerintah Kabupaten Malang untuk menciptakan solusi digitalisasi dalam basis pendidikan ini dalam bentuk layanan perpustakaan digital yang mampu diakses bagi berbagai kalangan usia.

Konsep "Diffusion of Innovation" oleh Everett M. Rogers adalah teori yang dapat digunakan untuk memahami bagaimana digitalisasi perpustakaan dapat diterapkan dan menyebar dalam konteks perpustakaan. Innovators, mengadopsi inovasi dengan cepat dan cenderung mencari solusi-solusi baru. Pemerintah Kabupaten Malang mampu beradaptasi dengan perpustakaan awal yang telah menerapkan digitalisasi dan teknologi terkait. Early adaptors, mengikuti inovasi dengan cepat. Mereka mempengaruhi orang lain dalam komunitas perpustakaan dengan pendekatannya yang proaktif terhadap teknologi. Pada penerapannya terdapat partisipasi masyarakat yang ikut mengikuti kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah. Early majority, kelompok ini adalah orang-orang yang memerlukan waktu untuk membuktikan efektivitas inovasi sebelum mengadopsinya. Dalam konteks perpustakaan, ini mungkin adalah staf perpustakaan atau organisasi yang ingin melihat hasil positif sebelum mereka sepenuhnya mengadopsi digitalisasi. Late Majority, kelompok ini mengadopsi inovasi setelah mayoritas orang telah melakukannya. Mereka cenderung skeptis terhadap teknologi dan biasanya memerlukan bukti yang kuat bahwa digitalisasi akan memberikan manfaat yang signifikan. Laggards, kelompok terakhir yang mengadopsi inovasi, seringkali karena mereka merasa terpaksa atau karena tekanan dari lingkungan sekitar. Mereka dapat menjadi penghalang dalam proses digitalisasi perpustakaan.

Teori Diffusion of Innovation dapat diterapkan dalam konteks digitalisasi, perpustakaan perlu memahami profil kelompok target yang berbeda ini. Ini termasuk memahami kebutuhan, preferensi, dan hambatan mereka terhadap digitalisasi perpustakaan. Perpustakaan harus mengembangkan strategi komunikasi yang sesuai untuk setiap kelompok target. Misalnya, untuk Innovators dan Early Adopters, perpustakaan dapat menggunakan pelatihan dan demonstrasi teknologi yang canggih. Untuk Mayoritas Awal dan Mayoritas Akhir, fokus dapat diberikan pada studi kasus dan bukti keberhasilan digitalisasi perpustakaan. Untuk membantu pembaruan terakhir dan Laggards, perpustakaan dapat menawarkan pendampingan dan pelatihan yang lebih intensif untuk membantu mereka merasa nyaman dengan teknologi. 

Umpan Balik dan Penyesuaian, selama proses adopsi, penting untuk terus memantau umpan balik dari pengguna dan staf perpustakaan. Dengan mendengarkan masukan mereka, perpustakaan dapat melakukan penyesuaian yang diperlukan dalam strategi digitalisasi mereka. Dalam upaya digitalisasi, perpustakaan harus memiliki metrik yang jelas untuk mengukur keberhasilan. Ini akan membantu dalam meyakinkan kelompok target bahwa inovasi ini memberikan manfaat nyata. Mendorong individu dan kelompok-kelompok yang telah berhasil mengadopsi digitalisasi untuk menjadi advokat teknologi dalam komunitas perpustakaan dapat membantu dalam mempercepat adopsi oleh kelompok lain.

Teori ini menjelaskan bagaimana inovasi seperti digitalisasi diperkenalkan, diterima, dan diadopsi oleh individu atau kelompok dalam suatu masyarakat. Dalam konteks digitalisasi perpustakaan, inovasi mengacu pada penggunaan teknologi digital untuk meningkatkan akses, penyimpanan, dan distribusi informasi di perpustakaan. Contoh inovasi meliputi pembuatan basis data digital, peminjaman e-book, atau penggunaan media sosial untuk berinteraksi dengan anggota perpustakaan. Teori ini menekankan pentingnya komunikasi dan interaksi sosial dalam proses adopsi inovasi. Perpustakaan dapat menggunakan media sosial dan komunikasi lainnya untuk mempromosikan digitalisasi perpustakaan, memberikan informasi tentang manfaatnya, dan mendengarkan umpan balik dari anggota perpustakaan. 

Teori ini mengakui peran penting pemimpin pendapat (opinion leaders) dalam menyebarkan informasi tentang inovasi. Dalam konteks perpustakaan, pemimpin pendapat bisa menjadi tokoh-tokoh lokal, guru, atau anggota perpustakaan yang aktif dalam mempromosikan digitalisasi. Pada era digital, jaringan sosial online seperti forum, grup media sosial, dan situs web komunitas dapat memainkan peran penting dalam menyebarkan informasi tentang digitalisasi perpustakaan dan memfasilitasi diskusi serta pertukaran pengalaman. Dalam mengadopsi digitalisasi, penting untuk mengukur dampaknya, mendengarkan umpan balik anggota perpustakaan, dan terus memperbaiki layanan berdasarkan hasil evaluasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun