Daerah tinggal saya sangat padat penduduk dan hampir semuanya muslim. Tidak mengagetkan kalau kebutuhan masjid atau musholla cukup banyak. Jika dihitung berdasarkan suara toa saat bulan puasa, mungkin ada 3 masjid dalam radius 1 km.Â
Saya kira, masjid memakai toa ketika subuh hanya saat bulan puasa saja. Ternyata, tidak untuk masjid yang satu ini. Beberapa hari setelah lebaran, masjid ini masih memasang toa dari jam 4 sampai 5.20 pagi. Padahal, dua masjid "saingannya" tidak bersuara.
Entah ada persaingan atau tidak, ketika bulan puasa kemarin, semua masjid mengeras toa mereka setiap kali adzan. Hal yang sama juga terjadi menjelang sahur. Melihat momennya, penggunaan toa yang meningkat masih bisa dipahami.Â
Bagi saya yang minoritas, "persaingan" antar masjid ini terasa aneh. Entah lombanya siapa yang baca adzan paling keras atau pembacaan surat apapun yang mohon maaf tidak saya pahami.Â
Saya yang hanya pendengar terpaksa ikut berpikir, oh masjid ini lebih merdu suara adzannya. Yang sebelah kok "cempreng". Sebatas itu observasi saya selama puasa kemarin.Â
Kembali ke titik yang membingungkan saya. Apakah subuh itu perlu memasang toa? Meskipun warga di sekitar saya muslim semua, apakah mereka juga oke saja dengan satu masjid ini yang terus menggunakan toa meski yang dua lainnya aman tentram?
Pertanyaan terpaksa menggantung dan saya harus (terpaksa) melanjutkan observasi ini hingga beberapa waktu ke depan.Â
Lokasi dekat Stasiun Pasar Minggu Baru.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H