Manusia paling menyebalkan adalah mereka yang egois dan suka-suka. Apalagi yang merasa punya kuasa dan menguasai suatu area.Â
Hal ini terjadi pada saya, seorang penghuni rumah kontrak yang harus mendengarkan tetangga nongkrong setiap malam, tanpa mengindahkan ketertiban lingkungan.Â
Ironis, dulu penghuni rumah itu adalah ketua RT. Jabatan itu baru hengkang dari rumah mereka setelah si Bapak RT meninggal dunia.Â
Ironis, mereka bicara soal politik, memikirkan kepentingan bangsa, ingin partai "memanusiakan manusia". Semua dijalankan di tengah gang selebar dua meter di jam 21.40 WIB.Â
Diskusi si kakek tua dengan dua orang tamunya yang masih berjaket hijau kebangsaan berlangsung sejak pukul 8 malam hampir jam 9.Â
Berkaca pada kebiasaan beberapa bulan terakhir, tongkrongan ini kemungkinan sudah dimulai sekitar atau bahkan sebelum Maghrib. Saya tidak tahu persis karena masih berdempetan di KRL bersama para pejuang rupiah yang menuju Tangerang.Â
Kalau boleh mengumpat, sialan si kakek itu. Dia pun hanya tamu dari si Mantan RT. Sialnya lagi, si istri alm. pak RT masih sehat walafiat dan menolak mengusir si kakek kalau sudah kelewatan.Â
Kalau malam ini saya telepon 112, polisi tak akan datang. Mediasi dulu kata mereka. Persetan kata saya karena orang-orang itu dulunya RT, bahkan jauh sebelum awal saya kontrak di sini atau sekitar 9 tahun lalu.Â
Bisa sih saya buat laporan ke tingkat DKI, satpol PP pasti dan pernah datang untuk mengurus kebisingan sumber lain yang sempat saya laporkan karena juga sudah sangat keterlaluan.Â
Tapi, baru juga mulut saya keceplosan mau lapor, si Ibu Mantan RT besok paginya sudah mencak-mencak di depan gang. Dengan suara cempreng dan lantangnya, dia bilang saya tidak pengertian. Tidak seperti orang dulu yang begitu perhatian.Â
Begitu katanya, marah dan ketawa saya jadi satu. Untung masih bisa ditahan cekikikannya saat orang-orang satu gang hanya mengiyakan seadanya tanpa bertanya panjang lebar atau hendak membela.Â